Kamis, 21 Februari 2008

Lahir dari Petani yang Peduli

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah

Keberhasilan pendidikan diukur jika anak senang belajar dan bisa belajar dengan senang.

Beberapa anak terlihat asyik di depan komputernya masing-masing. Di antaranya ada yang menulis sebuah cerita, sebagian ada yang menggambar, bahkan ada juga yang sedang mengakses internet. Begitulah sebagian dari aktivitas para siswa di SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah, Salatiga, Jawa Tengah.

SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah bukanlah sekolah internasional yang berada di tengah-tengah kota. Juga bukan sekolah mahal yang dikhususkan bagi anak-anak orang kaya. Sekolah modern ini terletak di sebuah desa kecil bernama Kalibening dan lokasinya bergandengan dengan rumah Bahruddin, kepala sekolah SMP itu.

Meski berlokasi di desa dan menumpang di rumah kepala sekolahnya, namun internet bagi para siswa di sekolah itu bukan hal yang asing. Mereka bisa mengakses internet kapan saja. Tak cuma itu, setiap pagi mereka berlatih bahasa Inggris dalam English Morning. Bahkan di antara muridnya ada yang pernah menjuarai lomba penulisan artikel online di Kota Salatiga.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah resmi terdaftar sebagai SMP Terbuka, sekolah yang sering diasosiasikan sebagai sekolah untuk menampung orang-orang miskin agar bisa mengikuti program wajib belajar sembilan tahun. SMP terbuka ini menggunakan kurikulum nasional. Dananya dari APBD Kota Salatiga. Sedangkan sekolah induk yang ditunjuk adalah SMPN 10 Salatiga.

Bahruddin mengatakan, sekolah yang dipimpinnya menerapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK). Dengan jumlah murid yang dibatasi untuk setiap kelas, semua guru mampu mengetahui dan memberikan penilaian sikap serta kemampuan belajar seorang murid mulai dari A hingga Z.

Bahkan, untuk mata pelajaran tertentu seperti matematika dan bahasa Inggris yang menjadi momok bagi murid di sekolah, dijadikan santapan sehari-hari dan dijadikan mata pelajaran pertama saat sekolah dimulai pada pukul 06.00. Sementara pendidikan agama diberikan menjelang akhir sekolah setiap hari, yakni mulai pukul 13.30 hingga pukul 14.00.

Selain pelajaran di kelas, para siswa juga banyak belajar keterampilan, seperti komputer, menyanyi, gitar, kesenian tradisional. Bahkan anak- anak petani sederhana itu di kelasnya masing-masing memiliki sebuah komputer, gitar, sepasang kamus bahasa Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris, satu paket pelajaran bahasa Inggris BBC di rumahnya.

Menurut Bahruddin, semua itu tidak digratiskan. Anak-anak memiliki semua itu dengan membayar sebesar Rp 3.000 setiap hari. Uang sebesar itu, Rp 1.000 digunakan untuk mengangsur pembelian komputer, sedangkan untuk sarapan pagi, minum susu, madu, dan makanan kecil tiap hari sebesar Rp 1.000, sedangkan Rp 1.000 lainnya untuk ditabung di sekolah. Tabungan sekolah itu dikembalikan untuk keperluan murid dalam bentuk gitar, kamus, dan lain-lainnya. Tak heran, jika anak-anak dan orangtua mereka bangga dengan sekolah itu.

Sekolah ini cukup sederhana, karena para siswa yang belajar hanya menempati dua ruangan di rumah Bahruddin, yang sebelumnya digunakan untuk sekretariat organisasi tani Qaryah Thayyibah. Kendati demikian, masyarakat mengakui keunggulan pendidikannya, pasalnya nilai rata-rata ulangan murid SMP Qaryah Thayyibah jauh lebih baik daripada nilai rata-rata sekolah induknya, terutama untuk mata pelajaran matematika dan bahasa Inggris.

Tak hanya itu, sekolah ini juga mampu mengimbangi sekolah-sekolah negeri dalam lomba cerdas cermat penguasaan materi pelajaran di Salatiga. Sekolah itu juga mewakili Salatiga dalam lomba motivasi belajar mandiri di tingkat provinsi. Bahkan pernah mewakili Salatiga hadir dalam Konvensi Lingkungan Hidup Pemuda Asia Pasifik di Surabaya.

Secara fisik dan konseptual, SMP Alternatif Qaryah Thayyibah ini menyatu dengan alam sekitarnya. Tidak ada pagar yang membatasi sekolah dengan lingkungan sekitarnya. Tidak ada pintu gerbang yang digerendel ketika anak bersekolah. Lingkungan alam di sekitarnya digunakan sebagai laboratorium belajar. Bahkan sebuah kompor biogas yang diolah dari kotoran hewan dan manusia terang-terangan dipertontonkan kepada siswa untuk memasak.

Meski setia mengikuti kurikulum nasional, SMP Alternatif Qaryah Thayyibah juga menekankan semangat pembebasan, kreativitas, dan keberpihakan kepada orang miskin. Guru dan siswa tidak ditempatkan dalam hubungan guru yang mengajar dan murid yang belajar, tetapi merupakan bagian dari sebuah tim yang saling bersinergi. "Inilah yang akan membongkar citra bahwa sekolah itu dingin, tak berjiwa, birokratis, seragam, asing bagi kaum miskin di pedesaan, dan membosankan bagi guru dan siswa," kata Bahruddin.

Belajar dalam suasana yang menyenangkan merupakan cetak biru dari SMP Alternatif Qaryah Thayyibah. Menurut Bahruddin, ukuran keberhasilan pendidikan adalah jika anak senang belajar dan bisa belajar dengan senang. Karena itu, bila sekolah tidak bisa memberikan rasa nyaman, keberhasilan anak untuk belajar sudah terkurangi. Karenanya, proses pembelajaran harus dibangun berdasarkan kegembiraan murid dan guru.n rozi


Karena Keprihatinan

SMP Qaryah Thayyibah lahir dari keprihatinan Bahruddin melihat pendidikan di Tanah Air yang makin bobrok dan makin mahal. Pada pertengahan tahun 2003 ketika anak pertamanya, Hilmy, akan masuk SMP favorit di Salatiga. Bahruddin terusik dengan anak-anak petani lainnya yang tidak mampu membayar uang masuk SMP negeri yang saat itu telah mencapai Rp 750.000, uang sekolah rata-rata Rp 35.000 perbulan, belum lagi uang seragam dan uang buku yang jumlahnya mencapai ratusan ribu rupiah. "Saya mungkin mampu, tetapi bagaimana dengan orang-orang lain?" tutur Bahruddin.

Bahruddin yang menjadi ketua rukun wilayah di kampungnya kemudian berinisiatif mengumpulkan warganya menawarkan gagasan, bagaimana jika mereka membuat sekolah sendiri dengan mendirikan SMP alternatif.

Dari 30 tetangga yang dikumpulkan, ternyata ada 12 orang yang berani memasukkan anaknya ke sekolah coba-coba itu. Untuk menunjukkan keseriusannya, Bahruddin juga memasukkan Hilmy ke sekolah yang diimpikannya itu. "Saya ingin membuat sekolah yang murah, tetapi berkualitas. Saya tidak berpikir saya akan bisa melahirkan anak yang hebat-hebat. Yang penting mereka bisa bersekolah," katanya.

Bahruddin mengadopsi kurikulum SMP reguler di sekolahnya. Ia menyatakan tidak sanggup menyusun kurikulum sendiri. Lagi pula sekolah akan diakui sebagai sekolah berkualitas jika bisa memperoleh nilai yang baik dan mendapatkan ijazah yang diakui pemerintah. Karena itulah ia memilih format SMP Terbuka. Namun, ia ingin mengubah opini di masyarakat bahwa sekolah bukan hanya sebagai lembaga untuk membagi-bagi ijazah. Karenanya, ia mengelolanya dengan serius.

Kini, setelah beberapa tahun, masyarakat baru sadar bahwa pendidikan yang digagas dari para petani itu ternyata menjadi sekolah unggulan dan mulai banyak dikambangkan di wilayah Jawa Tengah. Sekolah sejenis juga telah dikembangkan paguyuban petani di bawah naungan Sarikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) seperti di Boyolali, Magelang dan Semarang.

Menurutnya, dasar mendirikan sekolah tersebut karena keprihatinannya terhadap kualitas pendidikan anak petani tidak seperti yang diharapkan. Pendidikan atau sekolah berkualitas jarang ada dan kalau pun ada pasti mahal, seperti sekolah unggulan atau sekolah plus. Akibatnya, masyarakat tani kecewa. "Nah, dari dasar tersebut, kami berinisiatif mendirikan sekolah alternatif dengan biaya murah, tetapi kualitas dan pendidikannya tidak kalah dari sekolah lain," ujar Bahruddin.n rozi

Terapi Narkoba Berbasis Masyarakat

Lembaga pendidikan Islam bisa ikut memberikan layanan terapi untuk para pecandu narkoba. Bahkan cara ini dinilai lebih efektif.

Indonesia adalah surga pecandu narkoba. Kasus-kasus narkoba makin marak saja. Pecandu narkoba kini tak hanya ada di kota-kota besar, tapi juga di desa-desa. Menurut data, jumlah pemakai narkoba sudah mencapai 4-6 juta orang. Kenyataan ini menggugah pengelola Interzone Treatment Center (ITC) Bogor untuk berupaya meredamnya. Caranya, dengan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat mengantisipasi dan mengobati pecandu narkoba secara mandiri.

"ITC siap mengadakan pelatihan terapi pencegahan narkoba untuk masyarakat," ujar dr Ferdinan Rabain.

Bersama rekannya, Elfida Zulkarnain, Ferdinan siap membantu masyarakat seperti para pemuda yang tergabung dalam organisasi karang taruna, remaja masjid, atau para siswa dan santri untuk menanggulangi penyakit narkoba.

Ferdinan mengatakan, selama ini terapi pecandu narkoba membutuhkan biaya mahal. Selain itu, tempat rehabilitasi khusus untuk para pecandu narkoba hanya ada di kota besar-kota besar saja. Untuk menolong pecandu narkoba yang jauh di pelosok desa, peranan masyarakat sangat dibutuhkan. Untuk maksud itulah ITC mengadakan pelatihan terapi narkoba.

Melalui Yayasan Elmakiyah, ITC menjalin kerjasama dengan berbagai kalangan demi mewujudkan pelatihan ini. Bekerjasama dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, misalnya, ITC memberikan pelatihan kepada para ustadz/guru. "Setelah mendapat bekal dari ITC, mereka bisa membuka klinik kecil-kecilan di masjid untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang terkena narkoba," papar Ferdinan kepada Majalah Gontor.

Selama pelatihan, ITC mengenalkan terapi medis cara Timur maupun cara Barat kepada para ustadz. Selain itu juga diperkenalkan manfaat dari shalat secara medis. Misalnya, para pecandu narkoba diminta untuk membiasakan diri berada dalam keadaan suci, tetap mempunyai wudhu. Selain karena ini adalah ajaran Rasulullah SAW, orang yang senantiasa terpelihara wudhunya akan memiliki hati yang bersih. "Air, selain untuk membersihkan badan, juga bisa untuk membersihkan hati," tutur Ferdinan.

Saat pasien mengeluh nyeri lambung, maka ia menyuruhnya untuk banyak bersujud dan rukuk. Sebab, sujud dan rukuk yang benar akan membantu mengurangi rasa nyeri di lambung. "Tanpa kita sadari, gerakan shalat mengandung terapi untuk menghilangkan rasa sakit," terang Ferdinan. Tak cuma itu, terapi ini juga bermanfaat menghilangkan perasaan was-was dan khawatir yang banyak diderita akibat pemakaian narkoba.

Menurut Ferdinan, lembaga pendidikan Islam seperti madrasah atau pesantren bisa ikut memberikan layanan terapi untuk para pecandu narkoba. "Bahkan saya yakin cara ini lebih efektif," tuturnya.

Sementara itu di Payakumbuh, Sumatera Barat, ITC melatih para dokter puskesmas dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Awalnya, program ini menangani 30 orang pecandu narkoba. Sekarang sudah lebih 100 orang yang ditangani. "Mereka membawa temannya untuk berobat. Teknik ini lebih murah dan efektif, karena mereka tetap bisa bekerja atau sekolah selama menjalani terapi," terang Ferdinan.

Karena itulah Ferdinan mengimbau para orangtua untuk tak malu membawa anak pecandu narkoba menjalani terapi. Mereka juga diminta untuk tak segan-segan mengampanyekan dampak negatif narkoba. "Penyakit yang ditimbulkan dari pemakaian narkoba seperti hepatitis dan AIDS, kalau tidak diwaspadai dapat menular kepada masyarakat yang sehat."

ITC juga memberikan pelatihan tentang manfaat tanaman yang ada di sekitar rumah dan manfaat bumbu-bumbu yang ada di dapur. "Semua itu bisa digunakan untuk terapi narkoba," ujarnya.

ITC juga bekerjasama dengan sekolah-sekolah di wilayah DKI Jakarta dan Bogor. ITC memberi kesempatan kepada anggota Palang Merah Remaja (PMR) untuk mengikuti pelatihan penanganan pecandu narkoba. "Ketika ada siswa terkena narkoba, maka mereka bisa memberikan solusi sendiri."

Dengan adanya PMR yang menangani narkoba, maka pihak sekolah tidak perlu mengeluarkan siswa pecandu narkoba. Sebab kalau dikeluarkan, ia akan mendapat masalah baru di lingkungannya yang baru.n rozi

Boks:

Pesantren Suryalaya

Pesantren Suryalaya berlokasi di Pagerageung, Tasikmalaya. Pesan-tren didirikan pada 17 September 1905 oleh Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, yang lebih dikenal dengan sebutan Abah Sepuh.

Ketika masa penjajahan Belanda, pesantren ini sering disatroni Belanda. Pasalnya, Abah Sepuh dilarang memberi pelajaran Tarekat-Qodiriah-Naqsabandiah (TQN). Surat ijin pendirian pesantren pernah dicabut oleh Belanda. Bahkan Abah Sepuh pernah dijebloskan ke dalam penjara. Namun demikian, secara sembunyi-sembunyi proses belajar dan mengajar TQN ini tetap berjalan.

Situasi menjadi berubah ketika Indonesia merdeka. Pesantren ini terbukti banyak membantu pemerintah dalam mendidik masyarakat, sehingga pesantren diperbolehkan aktif kembali dan pesantrennya mendapat perlindungan pemerintah.

Setelah Abah Sepuh meninggal dunia pada 25 Januari 1956 (dalam usia 110 tahun), pimpinan pesantren diteruskan oleh sang anak yang bernama KH Sohibulwafa Tadjularifin yang dikenal dengan sebutan Abah Anom.

Seiring dengan perjalanan waktu, pesantren yang dipimpin oleh Abah Anom maju pesat. Pengikut-pengikutnya yang disebut ikhwan, bukan saja tersebar di seluruh Jawa Barat, tapi juga diluar Jawa Barat, bahkan tercatat perwakilannya di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Suriname, dan beberapa negara lainnya. Pesantren ini menyelenggarakan pendidikan umum jenjang SD-SMP-SMA. Bahkan pada tahun 1964 membuka program perguruan tinggi.

Pada perkembangannya, Pesantren Suryalaya selain sebagai lembaga pendidikan, juga membuka tempat rehabilitasi bagi orang-orang yang kecanduan narkoba. Pusat rehabilitasi ini dikelola oleh badan khusus yang diberi nama Pesantren Inabah.n rozi

Perpustakaan Digital Al-Qur'an Pertama di Indonesia

Tak hanya dapat membaca berbagai kajian dalam al-Qur'an, pengunjung juga bisa mendengarkan bacaan al-Qur'an melalui headset yang telah tersedia pada setiap komputer.

Sekilas ruang berukuran 13x27 meter persegi itu seperti tempat rental (penye­waan) komputer atau warung internet (warnet). Di sana memang berderet kom­puter lengkap dengan headset dan webcam. Perangkat canggih itu melingkar di empat meja bundar. Dengan perangkat inilah pengunjung menelusuri atau mencari ayat-ayat al-Qur'an yang diperlukan. Mencari ayat Qur'an di komputer? Ya, itulah Perpus­takaan Digital al-Qur'an "Ikhlas" (Ikhlas Digital Library of al-Qur'an).

Perpustakaan digital ini berlokasi di jalan KH Fachrudin 6 Jakarta Pusat. Di sini disediakan berbagai macam kajian yang berkenaan dengan isi, kandungan, dan seja­rah al-Qur'an. Bahkan tak cuma mencari ayat, di sini pula Anda bisa menemukan tesis atau disertasi tentang al-Qur'an, manuskrip, dan literatur lainnya.

Menurut pembina perpustakaan Prof Dr Quraish Sihab, perpustakaan digital al-Qur'an ini didirikan untuk 'membumikan' al-Qur'an. "Perkembangan Islam di Indonesia cukup pesat dibandingkan negara-negara lain. Untuk menjawab kemajuan tersebut, kami membuat perpustakaan digital al-Qur'an agar masyarakat dapat lebih mudah mengakses al-Qur'an serta berbagai informasi lain yang terkait," katanya saat pe­luncuran perpustakaan itu beberapa waktu lalu. Perpustakaan ini dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat.

Menurut Quraish, sebelumnya Paguyub­an Ikhlas telah memiliki perpustakaan yang berisi buku-buku langka dan hasil disertasi doktor-doktor lulusan Universitas al Azhar, Kairo, Mesir, serta manuskrip mengenai sejarah, tafsir, dan berbagai informasi ten­tang al-Qur'an. "Semua itu kini telah digita­lisasi sehingga mempermudah pencarian infomasi," papar mantan Menteri Agama itu.

Sementara itu Manajer Operasional Perpustakaan Digital al-Qur'an Ikhlas, Saat Mubarok, mengatakan perpustakaan ini memberikan layanan one stop accessing. Informasi akan diperoleh dengan cepat dengan menggunakan sistem katalog dan indeks, kemudahan akses, hak cipta terpadu (yang memungkinkan adanya kepastian hak cipta jika ada penggandaan dokumen), dan fleksibilitas keanggotaan.

Jika Anda membuka komputer maka Anda akan menemukan menu-menu yang bisa dipilih. Misalnya menu al-Qur'an, buku, akademik, manuskrip, artikel, audio, dan video. Dari menu-menu ini Anda bisa mem­peroleh informasi mengenai sejarah, muk­jizat al-Qur'an, tafsir dan metodenya, artikel, tesis, disertasi, dan berbagai tulisan mengenai al-Qur'an.

Jika Anda mengakses menu al-Qur'an, mi­­salnya, maka Anda bisa mengkaji seja­rah­nya, atau asbabul an-nuzul-nya. Tak cu­ma itu, Anda juga bisa melacak ayat al-Qur'an dengan memasukkan kata kunci­nya.

Sedangkan jika Anda mengakses menu tafsir, maka Anda akan bisa melihat tafsir-tafsir mulai dari zaman klasik hingga tafsir kontemporer. Misalnya tafsir ar-Razi, tafsir Jalalain, tafsir Ibnu Katsir, atau tafsir al-Misbah. "Pengunjung juga bisa mengakses buku-buku atau manuskrip al-Qur'an," papar Saat.

Tak hanya dapat membaca berbagai kajian dalam al-Qur'an, pengunjung juga bisa mendengarkan bacaan al-Qur'an me­lalui headset yang telah tersedia pada setiap komputer. "Dengan headset pengunjung yang lain tidak terganggu," ujarnya.

Selain itu pengunjung juga bisa meng­akses internet tanpa harus meninggalkan tempat duduknya. Pengunjung juga bisa mencetak informasi yang dibutuhkan dengan printer yang tersedia di pojok ruang­an. Mereka juga bisa berkonsultasi dengan petugas di ruangan khusus. "Kami ingin memberikan fasilitas yang nyaman dan lengkap untuk masyarakat."

Selain 48 unit komputer, perpustakaan juga dilengkapi dengan televisi ukuran 29 inci yang dipasang di tempat tinggi. Dari TV ini pengunjung bisa memantau perkem­ba­gan dunia Islam dari Timur Tengah atau be­lahan dunia lainnya. "Kami juga beren­cana membuka kafe untuk para pengun­jung," lanjut Saat.

Kendati begitu, lanjut Saat, perpustaka­an ini masih terus berbenah khususnya me­nambah koleksi isinya. Karena itu, pihak­nya terus berupaya mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan al-Qur'an, baik yang berbahasa Inggris ataupun berbahasa Arab. Di sisi lain, fasilitas yang telah ada saat ini akan dimanfaatkan untuk beragam ka­jian dan diskusi ilmiah yang hasilnya da­pat digunakan untuk kemaslahatan umat.

Memang, perpustakaan yang digagas oleh pengusaha Rosano Barack ini, mem­punyai visi sebagai pusat kegiatan dakwah, pendidikan, dan sentra informasi bagi umat Islam di Indonesia khususnya, dan umat di dunia pada umumnya. Adapun misinya yaitu mengupayakan pengadaan dan pengayaan koleksi pustaka terutama kitab-kitab tafsir dan ilmu-ilmu al-Qur'an serta artikel terkait lainnya.

Sementara itu Alwi Shihab --saat men­jabat Menko Kesra-- dalam peresmian perpustakaan digital al-Qur'an itu menye­butkan, perpustakaan ini merupa­kan sesuatu yang baru dan mendesak bagi kalang­an generasi muda Islam. "Di zaman yang serba digital saat ini, keberadaan perpustakaan berbasis teknologi mutakhir diharapkan bisa memenuhi tuntutan ke­butuhan masyarakat," ujarnya.

Menurut Alwi, umat Islam perlu lebih diperkenalkan kepada sumber Islam itu sendiri yakni al-Qur'an. Tak hanya sebagai pe­doman hidup, namun juga untuk pengem­­bangan ilmu pengetahuan dan tek­nologi. "Umat Islam yang ingin mendalami al-Qur'an akan terbantu dengan kehadiran perpustakaan digital ini," katanya.n rozi

Syarat Keanggotaan

Persyaratan untuk menjadi ang­gota perpustakaan digital al-Qur'an ini sangat mudah. Untuk menjadi ang­gota, Anda cukup mengisi formulir yang telah disediakan. Namun di masa men­datang, papar Saat Mubarok, manajer operasional Perpustakaan Digital al-Qur'an Ikhlas, perpustakaan ini akan me­nerbitkan voucher untuk keang­go­taan. Selama voucher itu berisi, maka Anda masih bisa mengakses perpusta­kaan.

"Kami tidak mensyaratkan anggota mem­bayar setiap bulan karena akan memberatkan," kata Saat. Di samping itu, tak semua anggota bisa mengun­jungi perpustakaan setiap hari. "Dengan sistem voucher setiap ang­gota bisa mengakses selama isi vouchernya masih ada," terang Saat.n rozi

SD Islam di Segitiga Emas

SDIT Al-Mughni

Untuk memberi pendidikan bermutu, tidak dibutuhkan jumlah murid yang banyak. Yang dibutuhkan adalah adanya keseimbangan antara jumlah murid, guru, dan fasilitas sekolah.


Masjid Al-Mughni yang terletak di jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, tampak riuh oleh suara anak-anak yang membaca al-Qur'an. Mereka duduk melingkar dengan dipandu oleh seorang guru. Satu per satu anak menghadap guru untuk melantunkan ayat-ayat al-Qur'an tanpa melihat kitab yang dipegangnya. Sementara sang guru menyimaknya dengan seksama.

Itulah salah satu kegiatan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al-Mughni, Jakarta Selatan. Menghafal al-Qur'an merupakan kurikulum wajib bagi semua siswa kelas I hingga kelas VI. Kegiatan itu dilakukan setiap pagi, sekitar satu jam sebelum pelajaran dimulai.

Pada siang hari usai mengikuti pelajaran, para siswa diajari cara membaca al-Qur'an yang benar dengan tajwid. Tenaga pengajarnya dua orang //hâfidz// dan //hâfidzah// yang teruji kualitasnya.

Berdiri di lahan seluas 1.540 m2 yang terletak di segitiga emas Jakarta, SDIT Al-Mughni mencoba memberi nuansa sekolah islami. Kegiatan siswanya sarat dengan nilai-nilai keilmuan dan ibadah. Mulai dari keterampilan komputer, berbahasa Arab dan Inggris, penguasaan sains dan teknologi, kesenian, praktik shalat, membaca al-Qur'an, hingga cara berpakaian.

Menurut Ketua Yayasan Al-Mughni, Dr Luthfi Fathullah, sekolah yang dikelolanya ini sengaja menghadirkan nuansa lain demi memberi pendidikan yang lebih bermutu. Pendirian sekolah ini dilandasi fakta kondisi pendidikan Islam, terutama madrasah ibtidaiyah, yang kurang memuaskan dan bermutu di bawah standar. Karenanya, sepulang studi di Malaysia, Luthfi mulai membuka SDIT Al-Mughni pada 16 Februari 1995.

Saat awal SDIT Al-Mughni dibuka, masyarakat masih belum tertarik. Pasalnya ketika itu SDIT masih sangat jarang dan belum terlihat kualitasnya. Tahun pertama didirikan hanya ada 13 murid. Setelah satu tahun berjalan, masyarakat mulai melirik, dan bertambahlah 20 murid baru. Pada tahun ketiga terjadilah lonjakan pendaftar sampai 60 calon siswa.

Namun Luthfi sadar, untuk memberi pendidikan intensif, tidak dibutuhkan jumlah murid yang banyak. Yang dibutuhkan adalah adanya keseimbangan antara jumlah murid, guru, dan fasilitas sekolah. Karena itu, ia hanya menerima dua kelas setiap tahun ajaran baru. Setiap kelas hanya diisi 20-25 anak, dengan dua orang guru dalam setiap kelasnya. "Sejak berdirinya, kami sudah konsekuen dengan //small class//," ujarnya.

Dengan //small class//, intensitas pengajaran dan pendidikan kepada anak didik akan lebih terjamin. Setiap anak akan mendapatkan perhatian sesuai dengan kebutuhannya.
Tak hanya itu, untuk memberikan pendidikan yang lebih berkualitas, sekolah menambah guru bidang studi bagi siswa kelas IV hingga kelas VI.

Dalam pembelajarannya, SDIT Al-Mughni menggunakan kurikulum nasional dengan penyelarasan kurikulum Departemen Agama (Depag) dan muatan lokal, serta diperkaya dengan pendekatan Islam melalui materi-materi tambahan. Seperti menghafal dan membaca al-Qur’an dengan metode //qirâah//, menghafal Hadis-hadis Nabi SAW, bahasa Arab dan Inggris, pendidikan kesehatan, kepanduan, klub ilmu pengetahuan, olahraga dan seni, serta keputrian dan analisa penelitian.

Mulai tahun ajaran 2007, untuk kelas I dan II, SDIT Al-Mughni menerapkan pembelajaran materi matematika dengan menggunakan buku panduan berbahasa Inggris. Buku ini, menurut Luthfi, sengaja didatangkan dari London. "Seluruh diktat dan penyampaiannya juga menggunakan bahasa Inggris," jelasnya.

Selain pendalaman terhadap materi pelajaran di kelas, SDIT Al-Mughni juga memberi keterampilan komputer kepada para siswa sejak kelas I. Ini untuk mengenalkan kecanggihan sistem komputer. Di antaranya dengan mengajarkan cara //browsing// internet, membuat email, mengetik dengan sepuluh jari, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan komputer dan internet.

Untuk menunjang kelancaran praktik komputer, sekolah menyediakan 24 unit komputer yang selalu tersambung dengan internet selama siswa ada di sekolah. Melalui fasilitas ini, para siswa diharapkan terbiasa menjelajahi internet untuk mengakses aneka informasi.
Selain kemampuan di bidang sains dan teknologi, SDIT Al-Mughni juga menekankan kepada para siswanya untuk menghafal sebagian juz dalam al-Qur’an dan Hadis. Setiap siswa dituntut untuk menghafal satu juz per tahun, dimulai dari juz ‘Amma.

Luthfi mengatakan, setahun sekali sekolah mewisuda lima hingga enam siswa yang hafal lima juz al-Qur’an. Sedangkan untuk hafalan Hadis, para siswa tidak hanya dituntut menghafal Hadis //arba’în// yang hanya 40 Hadis. Tetapi, selama belajar di SDIT Al-Mughni, siswa akan mendapatkan kurikulum Hadis dengan hafalan 120 Hadis.

"Di sekolah ini, kami tidak menciptakan kiai. Tapi menciptakan cendekiawan yang berbekal agama kuat," tegasnya.

Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang lebih kondusif, rencananya Yayasan Al-Mughni akan membangun gedung berlantai delapan di belakang SDIT Al-Mughni. Gedung itu rencananya akan menjadi Al-Mughni Center, dengan SMP dan SMU Al-Mughni, bahkan perguruan tinggi.

SDIT Al-Mughni ditunjang oleh fasilitas yang cukup lengkap untuk kebutuhan para siswa. Selain gedung berlantai lima, di sana juga ada masjid berlantai tiga, halaman yang luas untuk upacara dan olahraga, laboratorium komputer, perpustakaan, kebun IPA, aula serba guna, ruang UKS, ruang media, dan kelas ber–AC.

Full day school
Di kota-kota besar, sekolah yang menerapkan sistem //full day school// (sekolah sehari penuh) cukup banyak diminati oleh keluarga yang kesehariannya sibuk bekerja. Pasalnya dengan //full day school//, orangtua bisa lebih tenang dan nyaman meninggalkan anaknya di lingkungan sekolah yang terjaga dan terdidik.

Menurut Wakil Kepala SDIT Al-Mughni, Ijad Sudrajat SAg, keberadaan sekolah dengan sistem ini cukup memberi solusi bagi orangtua pekerja yang sibuk. "Hampir 80 persen orangtua murid di sekolah ini mempunyai pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan," katanya.

Rasa khawatir atau cemas orangtua terhadap anaknya bisa terkurangi. Mereka juga tidak harus sibuk seharian mengawasi anak di sekolah, atau SDIT Al-Mughni menerapkan waktu belajar yang cukup panjang. Untuk kelas I, pelajaran berakhir pukul 14.00 WIB, sedangkan untuk kelas II sampai kelas VI berakhir pada pukul 15.30 WIB. Selain mendapat bimbingan belajar di kelas, dengan waktu belajar seperti ini, para siswa juga bisa mengikuti satu jam kegiatan ekstrakurikuler guna menambah wawasan, pengembangan minat dan bakat dengan mengikuti klub ilmu pengetahuan dan seni.

Menurut Ijad, klub ilmu pengetahuan diperuntukkan bagi siswa yang menyenangi program bahasa Inggris, matematika, dan sains. Sedangkan klub seni diperuntukkan bagi siswa yang menyenangi kaligrafi, menggambar, dan nasyid.

Waktu belajar yang cukup panjang di lingkungan sekolah, juga memberi peluang kepada anak didik untuk menanyakan kembali beberapa pelajaran yang kurang dipahaminya. Karenanya, para guru diharuskan untuk selalu siap bersama anak-anak di kelas.

SDIT Al-Mughni juga mempunyai program //field trip//, yaitu program kunjungan studi ke beberapa instansi pemerintahan atau perusahaan di sekitar Jakarta. Para siswa, misalnya, mengunjungi museum, gedung DPR/MPR, perbankan, stasiun TV dan radio, atau perusahaan-perusahaan besar di Jakarta.n fathurrozi

Sekolah Islam di Segitiga Emas

SDIT Al-Mughni

Di tengah hiruk pikuk Jakarta, ternyata nafas keislaman tidak terhenti berkat keberadaan SDIT Al-Mughni.

Masjid Al-Mughni nampak riuh oleh suara anak-anak yang mengaji al-Qur’an. Beberapa siswa duduk melingkar dan dipandu oleh seorang guru, satu persatu siswa menghadap guru untuk melantunkan ayat-ayat al-Qur’an tanpa melihat kitab yang dipegangnya. Sementara itu, sang guru menilainya dengan seksama.

Itulah satu dari beberapa kegiatan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al-Mughni. Kegiatan menghafal al-Qur’an merupakan kurikulum wajib bagi semua siswa, dari kelas satu hingga kelas enam. Dan dilakukan setiap pagi sekitar satu jam sebelum memulai pelajaran lain.

Pada siang hari usai mengikuti pelajaran, diajarkan cara baca al-Qur’an yang benar beserta tajwid. Tenaga pengajarnya digunakan dua orang //hâfidz// dan //hâfidzah// yang teruji kualitasnya.

Dengan luas 1.540 m2 terletak di wilayah segitiga emas Jakarta, SDIT Al-Mughni mencoba memberi nuansa sekolah islami. Kegiatan siswanya sarat dengan nilai-nilai keilmuan dan ibadah. Mulai dari keterampilan komputer, berbahasa Arab dan Inggris, penguasaan saintek, kesenian, praktek shalat, membaca al-Qur’an, hingga cara berpakaian.

Menurut Ketua Yayasan Al-Mughni, Dr Luthfi Fathullah, sekolah yang dikelolanya ini sengaja memberi nuansa lain dibanding sekolah-sekolah lain. Pendiriannya dilandasi pemikiran setelah melihat kondisi pendidikan Islam saat 90-an, terutama Madrasah Ibtidaiyah, yang kurang memuaskan dan bermutu di bawah standar. Karenanya, sepulang studi di Malaysia, Luthfi mulai membuka SDIT Al-Mughni pada 16 Februari 1995.

Saat awal membuka SDIT, masyarakat masih belum begitu tertarik. Pasalnya saat itu SDIT masih sangat jarang dan belum terlihat kualitasnya. Tahun pertama hanya meraih 13 murid. Namun setelah satu tahun berjalan, masyarakat mulai melirik, dan bertambahlah 20 murid baru. “Dan pada tahun ketiga terjadi lonjakan. Jumlah siswa yang mendaftar sampai 60 calon siswa,” katanya.

Namun Luthfi sadar, untuk memberi pendidikan intensif, tidak dibutuhkan jumlah murid yang banyak, melainkan rasionalisasi antara jumlah murid, guru dan fasilitas sekolah. Karena itu, ia hanya menampung dua kelas setiap tahun ajaran baru. Dengan maksimal 20 hingga 25 anak, dengan dua orang guru dalam setiap kelasnya. “Sejak berdirinya, kami sudah konsekuen dengan //small class//, maksimal 20 sampai 25 dengan dua guru,” ujarnya.

Rasionalisasi kelas ini dimakudkan agar intensitas pengajaran dan pendidikan kepada anak didik terjamin. Setiap anak akan mendapatkan perhatian yang sama sesuai dengan kebutuhan mereka.

Tak hanya itu, untuk memberikan kualitas anak didik, sekolah menambah guru bidang studi bagi siswa kelas empat hingga kelas enam.

Dalam pembelajarannya, SDIT Al-Mughni menggunakan kurikulum nasional dengan penyelarasan kurikulum Depag dan lokal, diperkaya dengan pendekatan Islam melalui materi-materi tambahan. Seperti menghafal dan membaca al-Qur’an dengan metode //qirâah//, menghafal Hadis-hadis Nabi SAW, bahasa Arab dan Inggris, pendidikan kesehatan, ekskul kepanduan, klub ilmu pengetahuan, olahraga dan seni, serta keputerian dan analisa penelitian.

Selain itu, mulai tahun ajaran baru 2007, untuk kelas satu dan dua, SDIT Al-Mughni sudah menerapkan pembelajaran materi matematika menggunakan buku panduan berbahasa Inggris. Buku ini, menurutnya, sengaja didatangkan dari London. “Seluruh diktatnya dan penyampaiannya juga berbahasa Inggris,” jelasnya.

Selain pendalaman terhadap materi pelajaran di kelas, SDIT Al-Mughni juga memberi keterampilan komputer kepada para siswa sejak kelas satu. Ini untuk mengenalkan kecanggihan sistem komputer. Di antaranya dengan mengajarkan cara browsing internet, membuat email, menulis sepuluh jari, dan hal-hal berkaitan dengan seluk beluk komputer dan internet.

Untuk menunjang kelancaran praktek komputer, telah disediakan 24 unit komputer, yang selalu tersambung dengan internet hingga para siswa pulang. Melalui fasilitas ini, para siswa diharapkan terbiasa menjelajahi internet untuk mengakses aneka informasi.

Selain kemampuan di bidang saintek, SDIT Al-Mughni juga menekankan kepada para siswanya untuk menghafal sebagian juz dalam al-Qur’an dan Hadis. Untuk al-Qur’an, setiap tahunnya dituntut untuk menghafal satu juz mulai dari juz ‘Amma. “Dari juz yang ayat-ayatnya pendek dan mudah dihafal ke juz berikutnya,” ujarnya.

Luthfi mengatakan, setiap setahun sekali sekolah mewisuda lima hingga enam siswa yang hafal lima juz al-Qur’an. Sedangkan untuk hafalan Hadis, para siswa tidak hanya dituntut menghafal hadis //arba’în// yang hanya 40 Hadis. Tetapi, selama belajar di SDIT Al-Mughni, siswa akan mendapatkan kurikulum Hadis dengan hafalan 120 hadis.

“Di sekolah ini, kami tidak menciptakan kiai. Tapi menciptakan cendekiawan ilmuawan yang berbekal agama kuat,” tegasnya.

Untuk memberi nuansa pembelajaran yang kondusif, rencananya yayasan Al-Mughni akan membangun gedung lantai delapan di belakang SDIT Al-Mughni. Gedung itu rencananya akan menjadi Al-Mughni Center, dengan SMP dan SMU Al-Mughni, bahkan perguruan tinggi.

SDIT Al-Mughni yang ada kini, telah ditunjang oleh fasilitas yang cukup lengkap untuk kebutuhan para siswanya. Seperti gedung berlantai lima, masjid berlantai tiga, halaman yang luas untuk upacara dan olaraga, laboratorium komputer, perpustakaan, kebun IPA, aula serba guna, ruang UKS, ruang media dan kelas ber–AC.

Full day school

Di kota-kota besar, sekolah yang menerapkan sistem //full day school// (sekolah penuh hari) cukup banyak diminati oleh keluarga berada yang kesehariannya sibuk bekerja. Pasalnya dengan //full day school//, orangtua murid bisa lebih tenang dan nyaman meninggalkan anaknya di lingkungan sekolah yang terjaga dan terdidik.

Menurut Wakil Kepala SDIT Al-Mughni, Ijad Sudrajat S.Ag, keberadaan sekolah dengan sistem ini cukup memberi solusi bagi orangtua pekerja yang sibuk. “Hampir 80 persen orangtua murid di sekolah ini mempunyai pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan,” katanya.

Rasa khawatir atau cemas orang tua terhadap anaknya bisa terkurangi. Dan mereka juga tidak harus sibuk seharian mengawasi di sekolah, atau tidak perlu repot mengantar ke sekolah karena pihak sekolah memberi fasilitas antar jemput.

SDIT Al-Mughni menerapkan waktu belajar yang cukup panjang. Untuk kelas satu berakhir hingga pukul 14.00 WIB, dan kelas dua sampai kelas enam berakhir pada pukul 15.30 WIB. Selain mendapat bimbingan belajar di kelas, dengan waktu belajar seperti ini para siswa juga bisa mengikuti satu jam kegiatan ekstra kurikuler guna menambah wawasan, pengembangan minat dan bakat dengan mengikuti klub ilmu pengetahuan dan seni.

Menurut Ijad, klub ilmu pengetahuan diperuntukkan bagi siswa yang menyenangi program bahasa Inggris, Matematika, dan Sains. Sedangkan klub seni diperuntukkan bagi siswa yang menyenangi kaligrafi, gambar dan nasyid.

Waktu yang cukup panjang untuk belajar di lingkungan sekolah, juga memberi peluang kepada anak didik untuk menanyakan kembali beberapa pelajaran yang kurang dipahaminya. Karenanya, para guru diharuskan untuk selalu siap bersama anak-anak di kelas.

SDIT Al-Mughni juga mempunyai program //fieldtrip//, yaitu program kunjungan studi ke beberapa instansi pemerintahan atau perusahaan di sekitar Jakarta. Seperti kunjungan ke museum, gedung DPR, perbankan, stasiun TV dan radio, atau perusahaan-perusahaan besar di Jakarta.

Sabtu, 16 Februari 2008

Bangga dengan Identitas Muslim



Iskandar Zulkarnain

“Hadza min Fadli Rabbi”, begitu ungkapan syukur yang meluncur dari bibir pengusaha Iskandar Zulkarnain. Selain sukses mengembangkan bisnis pengiriman barang ekspor-impor kelas dunia di Internusa Cargo, ia juga menjadi salah satu komisaris Bank Muamalat Indonesia (BMI).

Berbekal kejujuran dan istiqomah Iskandar menekuni bisnisnya mulai dari nol. Tidak hanya itu, ternyata ia mempunyai kebiasaan bersilaturrahim dan mau berkenalan dengan siapa saja untuk memperluas pertemanan dan kekeluargaan. Al-Hasil, diawal usaha ia banyak mendapatkan support dan kepercayaan dari para mitranya ketika memulai bisnis di pelayaran.

“Saat itu saya hanya bonek (bondo nekat-red) karena tidak punya modal dan koneksi atau becking kuat (istilah waktu itu)di Jakarta, namun saya sering silaturrahhim ke kenalan-kenalan, hingga akhirnya Allah memberikan bermitra dengan teman yang mempunyai modal untuk menjadi partner kerja untuk memulai bisnis ini,” ungkapnya kepada majalah Gontor saat ditemui di kediamannya yang asri dibilangan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.

Kisah sukses pria yang biasa akrab dipanggil Pak Is ini berawal dari pemikiran sederhana sebagai putra daerah yang berobsesi bisa menjelajah luar negeri tanpa biaya alias gratis. Karenanya, setelah tamat SMAN 1 Malang, ia memilih masuk ke sekolah Akademi Ilmu Pelayaran (AIP) di Jakarta, meski saat itu ia diterima di Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya. “Akhirnya pada tahun ketiga, saya sudah mulai berlayar ke beberapa negara di antaranaya Singapura, Amerika, Kanada, Eropa, Belgia,” kenang suami dr Elfida Zulkarnain.

Diakuinya, pendidikan semi militer yang ia dapatkan di AIP telah mengubah perilakunya dari anak bungsu yang cengeng menjadi pribadi yang kuat dan tegar. “Saya memilih AIP bukan sebuah kebetulan, tapi saya yakin itu “Blessing indisguise” (anugrah terselubung) dari Allah, di mana saya dididik sebagai calon Nakhoda dengan semi militer untuk tidak boleh cengeng,” akunya.

Namun sayang setelah lulus dari AIP impiannya menjadi seorang pelaut sirna ketika krisis dan peraturan “scraping” melanda bisnis pelayaran. Beruntung sekali seolah dapat berkah ia diterima di perusahaan marketing di perusahaan pelayaran Ever green line, Taiwan. Di perusahaan inilah awal ia mencari celah bisnis barunya.

Setelah tiga tahun ia banyak belajar di dunia marketing pelayaran. ia pun memutuskan untuk keluar dari perusahaan dan bertekad membuka usaha sendiri. Namun sayang, karena “terlalu polos” pamit menjelang pembagian bonus maka saat itu ia hanya mendapatkan bonus Rp 250 ribu, padahal jika ia mau sabar ia bisa mendapatkan bonus sebesar Rp 5 - 10 juta di tahun 1987. “Saya pun berpikir keras bagaimana mendirikan usaha tanpa modal,” ujar bapak dari 4 anak ini.

Dia mengawali usaha bersama beberapa temannya membuka Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL), dengan modal utama kemampuan handling cargo dan kepercayaan para exportir pelanggannya saja.

Dari modal kepercayaan ini pula ia bisa memuat container disebuah kapal dan ia mendapatkan bayaran dari kliennya. Proses ini terus berjalan hingga ia memiliki modal yang cukup. Setelah dua tahun ia menggeluti bisnis ini, ia pun mengembangkan sayap usahanya menjadi lebih besar lagi.

Lagi-lagi ia mendapatkan berkah dari pertemanan. Saat itu, ketika kesulitan untuk membuka ijin usaha karena harus dengan modal yang harus disetor Rp 200juta, ia mendapatkan pinjaman dari seorang kepala cabang sebuah bank, sehingga proses perizinan usaha ke Departemen Perhubungan bisa dipenuhi, akhirnya ia mengubah usahanya dari jasa pengangkutan EMKL lokal menjadi bertaraf Internasional dengan nama PT Internusa Hasta Buana (IHB).

“Saat itu hanya ada 6 karyawan, dan cabangnya masih di Jakarta saja. Alhamdulillah saat ini ada 283 orang karyawan dengan 14 cabang di Indonesia. Sedangkan untuk keagenan dengan negara lain kami membentuk aliansi bernama FPS(Famous Pacific Shipping) yang beranggotakan 28 negara sebagai Group member dengan tambahan 45 negara sebagai general agen dan 40 negara sebagai network agent, total sekarang sudah 120 negara sebagai jaringan kerja kami yang bisa melayani lebih dari 300 titik tujuan utama” paparnya.

Kini, Iskandar hampir menjawab impiannya untuk bisa mengelilingi dunia. Bayangkan, beberapa negara yang sudah ia singgahi seperti Amerika, Canada, Australia, New Zealand, Hongkong, China, Thailand, Korea, Taiwan, Jepang, Singapura, Malaysia, Vietnam, Myanmar, Afrika Selatan, Mesir, Dubai, Saudi Arabia, Turki, Jerman, Belanda, Inggris, Prancis, Cyprus dan lainnya. “Setiap kali saya singgah, saya selalu membawa souvenir sebagai ciri khas negara yang saya singgahi,” paparnya.

Dengan banyaknya kolega yang non-muslim, Iskandar merasa bangga dengan identitas kemuslimannya. Iklim bisnis yang ia jalani memacunya untuk tampil menjadi muslim yang baik dan berkepribadian. Karenanya, tak heran jika ia menjadi salah seorang terkemuka di lembaga Famous Pacific Shipping Group, yaitu sebagai Executive Committee yang menjalnkan lembaga aliansi bisnis internasional ini. “Jadi muslim harus pe-de(percaya diri-red), kita harus tampil, harus bicara menyampaikan gagasan, kita tidak kalah koq dengan bangsa lain dan mereka biar bule akan respek pada kita,” jelasnya.

“Saat mereka menawarkan makanan atau minuman yang diharamkan dalam Islam dengan tegas saya menolak tawaran mereka “I am a Moslem”. Ketika saat meeting hari Jumat, jika waktunya tiba saya bilang kepada mereka saya mau ibadah jumat dulu. Karenanya omong kosong jika orang bilang kalau berbisnis tidak minum alkohol bersama partner bisnis, dan kaku tidak bisa entertain maka bisnis kita tidak akan berkembang. Orang sekarang beranggapan jika bisnis gak ikut minum khamr, ikut karaoke akan kehilangan bisnisnya, saya membuktikan tidak seperti itu,” ujarnya.

Tidak hanya itu, selain sukses menapaki karir di IHB, Iskandar juga aktif dalam pengembangan perekonomian syariah. Hal ini terbukti keberpihakannya untuk menjadi pengurus MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) dan salah satu Komisaris di Bank Syariah pertama di Indonesia, yaitu Bank Mumalat Indonesia.

Awalnya, saat ia baru setahun menjalankan usahanya di (IHB), ia juga mengikuti kuliah diprogram ekstension jurusan ekonomi di Universitas Indonesia (UI) tahun 1991. Saat itu, hatinya terketuk ketika dosen tamunya I Nyoman Moena (Deputy BI-waktu itu) memberikan presentasi pada kuliah umumnya, di mana dimasa mendatang akan ada ekonomi alternative atas ekonomi kapitalis saat ini yaitu ekonomi dengan sistem bagi hasil, dan salah satu instrumennya adalah Islamic banking concept, “Saya berpikir, ini merupakan terobosan bagus dan manarik, dan artinya sistem ekonomi syariah mulai diakui,” katanya.

Tidak lama kemudian, lahirlah Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 1992. Karena keyakinannya akan konsep syariah, ia sebenarnya ingin membeli saham di BMI namun karena masih baru merintis usaha maka ia cukup hanya sebatas menjadi nasabah BMI saja. “Pernah saat itu saya mau meminjam ke bank mumalat, tapi permohonan saya ditolak alasannya karena tidak punya agunan,” kenangnya.

Beberapa tahun setelah menjadi nasabah di BMI, tepatnya pada 1997 Indonesia dilanda krisis moneter, sehingga banyak perbankan yang kolaps saat itu. Secara bersamaan, BMI juga membutuhkan dana untuk penambahan modalnya. “Bank Syariah ini perlu dibantu” kata hatinya, Akhirnya ia pun langsung membeli 4 juta lembar saham senilai Rp 4 milyar. Kontan saja, ia pun menjadi pemegang saham individual terbesar saat itu.

“Ini sebenarnya berkah dari dampak krisis moneter, sebab saat itu usaha yang saya geluti menerima pembayaran dengan mata uang dolar, sehingga pemasukan dari usaha cukup besar jika di kurs-kan menjadi rupiah,” jelasnya.

Keputusannya untuk membeli saham di BMI banyak dikritik dan diledek oleh rekan-rekannya, tindakan yang dianggap bodoh, sebab saat itu banyak bank konvensional yang menawarkan dirinya deposito dengan bunga tinggi, hingga mencapai 40 %.

“Banyak penawaran untuk penempatan uang di bank konvensional dengan iming-iming bunga yang menggiurkan. Padahal kalau saya mau saat itu, maka saya setiap bulannya bisa mendapatkan bunga dari nilai saham saya sekitar 130 juta atau Rp 1.6 milyar pertahun tanpa kerja. Tapi alhamdulillah saya tidak bergeming, meskipun selama kurun waktu empat tahun saya tidak mendapatkan dividen diBMI dari saham saya,” tandasnya.

Kepedulian Iskandar terhadap pengembangan ekonomi syariah tidak perlu diragukan lagi. Pasalnya selain menjadi komisaris di BMI, ia juga aktif di ormas Islam Muhammadiyah, di sini ia menjabat sebagai wakil ketua Majelis Ekonomi PP-Muhammadiyah untuk periode 2000-2005, juga pernah menjabat ketua Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), pernah menjadi ketua Forum Zakat (FOZ), MES (Masyarakat Ekonomi Syariah) dan saat ini ia juga aktif di yayasan el-Makkiyah yang telah mempunyai RS Interzone Treatmen Center untuk mengobati pecandu narkoba di Bogor.

Ia juga banyak bicara tentang ekonomi ummat, khususnya dalam pengentasan kaum dhuafa melalui UKM, "Saya dan teman-teman berupaya agar kaum dhuafa kita yang notabene kaum Muslimin bisa terangkat dari dalam jurang kemiskinannya, dan itu tugas kita bersama,” ungkap pria yang pernah keliling Jawa, Bali, Sumatera dan Australia dengan moge (motor gede) alias Harley Davidson ini.

Mainan Anak Pembawa Rezeki

Jeli melihat pasar, Ummu Masmu'ah memulai bisnis mainan anaknya dari nol. Omzetnya kini mencapai ratusan juta rupiah per bulan.

Kalau Anda kebingungan membelikan mainan anak yang bagus, edukatif, tapi sehat dan murah. Kini, saatnya Anda tersenyum lega. Kebingungan Anda sudah teratasi. Saat ini telah hadir produk mainan anak yang edukatif, tapi sehat dan murah. Terbuat dari kayu dan terbebas dari bahan kimia yang membahayakan, harganya pun tidak mahal.

Adalah Ummu Masmu'ah, 38 tahun, yang mengeluarkan produk mainan itu. Dengan bendera usaha bernama "Haula Toys", Ummu menciptakan mainan-mainan anak yang edukatif, kreatif, tapi sehat dan murah.

Awalnya Ummu adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Bingung memenuhi kebutuhan susu dan hidup rumah tangganya, ketika hamil, Ummu memutuskan bekerja sebagai sales marketing produk buku edukasi asal Jerman yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Sebagai langkah awal, ia mencoba mempraktekkan buku itu pada anaknya sendiri, Haula Fanzianah. Ternyata, hasilnya cukup baik. Sejak itu, Ummu menjadi lebih termotivasi untuk menjajakan buku tersebut.

Namun demikian, Ummu sadar dirinya tidak bisa selamanya menjadi penjaja buku orang. Ia lalu memutuskan membuat sendiri perangkat edukasi anak-anak yang terbuat dari kayu, tapi kualitas dan harganya terjangkau.

Dengan modal awal Rp 400 ribu, Ummu menjalin kerjasama dengan perajin kayu. Keduanya berkolaborasi menghasilkan berbagai jenis //puzzle// kayu. Menurut Ummu, mayoritas mainan kayu di toko adalah barang impor dan harganya mahal.

Mainan yang ditawarkan Haula sangat bervariasi. Dari mainan untuk anak usia sebulan hingga anak-anak sekolah menengah pertama. Mulai dari mainan balok bangun, bongkar pasang, //wire game//, boneka tangan, panggung boneka, karpet lantai, tenda, mebel, papan tulis, meja, kursi, ayunan hingga rumah-rumahan yang bisa ditinggali oleh anak-anak.

Harga yang dipatok cukup beragam, mulai dari harga Rp 5 ribu hingga jutaan rupiah. Sayangnya, mainan Haula ini tidak dijual bebas layaknya mainan anak-anak produksi luar negeri.

Selain karena produknya terbatas, bahan baku mainan Haula sangat khas, yaitu terbuat dari kayu dan bernuansa Islami. Misalnya saja, boneka dari kain dengan ciri boneka laki-laki berpeci dan boneka perempuan berjilbab.

Wanita lulusan Bahasa Jepang IKIP Bandung ini juga membuat boneka kain sebagai alat peraga pendidikan seks anak. Boneka itu dapat dijadikan alat peraga bagi para ibu guna menjelaskan proses kehamilan seorang ibu hingga kelahiran bayinya. ”Ibu-ibu biasanya //risih// kalau ditanya anaknya dari mana bayi keluar? Mereka biasa menjawab kalau keluarnya lewat perut. 'Kan bukan begitu,” papar istri Sholahudin Fuadi ini.

Ummu juga membuat boneka profesi yang menggambarkan profesi-profesi tertentu dengan kekhasan bajunya, seperti koki dan polisi. Haula Toys juga membuat mainan edukasi dari kayu yang fungsinya sebagai alat bantu terapi autis. ”Selain itu, semua ini juga sarana dakwah. Anak-anak kan lebih suka meniru dibandingkan mendengar nasihat,” kata Ummu.

Sebagai langkah menjajaki pasar, Ummu pun membuka gerai di //Alfa Zone//, //playgroup// di Atrium, Senen. "Saya jemput bola," ujar Ummu bersemangat. Strategi Ummu menuai sukses. Respons pasar cukup besar. Ini kali pertamanya produk Ummu dikenal masyarakat luas.

Tak hanya itu, untuk memperkenalkan produknya, Ummu juga mengikuti berbagai event pameran. "Tapi masih //nebeng// sama orang lain," paparnya. Butuh beberapa kali pameran hingga ia sanggup membayar //stand// sendiri.

Setelah mencoba berbagai model pemasaran, pameran buku dan pameran yang memiliki jaringan luas ternyata yang paling efektif. Kalau di pameran buku yang paling laku mainan kayu, sedang di pameran sebuah partai, boneka alat peraga kesehatan yang diminati—karena jaringan kesehatannya luas.

Sekarang, untuk setiap acara pameran, Ummu harus membuka 5 stand pameran dengan harga kurang lebih Rp 70 juta. Karyawan Ummu Masmu'ah mencapai ratusan orang. Ekspansi yang dikembangkan Haula sudah merambah hampir daerah di seluruh Indonesia, mulai dari Aceh hingga Papua. Saat ini ada sekitar 150 agen mandiri dan 10 agen wilayah.

Tak ayal, dalam waktu singkat, produk Haula dikenal oleh lapisan masyarakat, terutama dari kalangan pendidikan, dari Taman Kanak-Kanan hingga Sekolah Tingkat Pertama. Rata-rata konsumennya membeli dalam bentuk order pesanan. Pasalnya, barang yang diproduksi terbatas. ”Kalau pas order banyak, kita memberdayakan warga di sekitar rumah untuk membantu,” katanya.

Menurut Ummu, untuk mengenalkan produk mainannya ia harus merekrut tenaga marketing yang mampu menjelaskan fungsi-fungsi dari setiap mainan. Tanpa penjelasan yang lengkap sebuah mainan yang ada tak akan banyak berfungsi. Karenanya, Haula juga menerbitkan beberapa buku panduan untuk setiap mainannya.

Menata pemasaran dan penjualan, menjaga hubungan baik dengan konsumen, menjaga kuantitas serta kualitas produksi, serta menciptakan ide produk baru yang segar merupakan kunci keberhasilan Haula Toys.

Kalau Anda tertarik terjun di bisnis ini, Anda cukup mengeluarkan modal minimal Rp 2,5 juta. Dengan modal itu, Anda dapat membeli berbagai macam mainan Haula plus diskon khusus dan cara memperagakan fungsi dari setiap mainan yang ada.

Selain itu, Ummu juga sedang menjajaki kemungkinan usahanya di-franchise-kan. Dengan sistem ini konsumen bisa membuka usaha dengan modal minimal Rp 50 juta. Namun begitu, sistem franchise ini saat ini masih digodok di tingkat manajemen. ”Kita masih melakukan studi,” katanya.

Berkat kinerja dan kualitas mainan yang diproduksinya, Haula Toys beberapa kali dipinang oleh beberapa investor. Namun Ummu yang merasa masih belum banyak pengalaman ini menolak dengan baik tawaran itu.

”Sebagai Muslimah, saya ingin menunjukkan bahwa seorang muslimah juga bisa berkreasi dan berbisnis dengan baik,” katanya. fathurrozi

Jual Bunga Untungnya Berbunga

Lelaki itu nampak asyik berada di taman bunganya. Tangannya yang terampil terlihat bergerak lincah diantara bunga-bunga dan kotornya tanah dalam pot. Demikian kesibukan sehari-hari lelaki bernama Hermansyah ini. Dari tanaman hias yang dirawatnya, ia bisa mengais rezeki yang tidak sedikit.

Herman memulai bisnisnya sejak tahun 1988. Tepatnya di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Modal yang dipersiapkan saat itu relatif sedikit hanya Rp 3 juta. Modal itu ia gunakan untuk membeli beberapa tanaman hias sepereti bunga karet merah, palem, rumput-rumputan dan sebagainya.

Selain itu modal yang ia punya digunakan untuk pendukung perawatan tanaman, di antaranya untuk pembelian pot bunga, pupuk, cangkul, plastik, sabit, rak bunga dan lain sebagainya.

Namun sayang, usaha yang digelutinya tak bisa bertahan lama di tempat yang dianggapnya strategis itu. Karena saat itu lahan yang ditempatinya tergusur oleh pembuatan jalan tol Lebak Bulus. “Apa boleh buat, akhirnya saya pindah tempat meski berat,” paparnya kepada Majahal Gontor saat ditemui di tamannya.

Setelah terkena gusuran pada tahun 1992, Herman diberi fasilitas tempat oleh Dinas Pertamanan Kota, tepatnya di bilangan Srengseng Sawah, samping kampus Universitas Indonesia, Depok. Di tempat inilah ia mulai usahanya lebih besar lagi dengan nama Tanaman Hias Bougenvile. Berbagai jenis tanaman ia punya, mulai jenis tanaman perdu, tanaman air dan tanaman pelindung.

Menurut Herman, untuk membuka usaha tanaman hias dibutuhkan ketekunan dalam perawatan tanaman. Tak hanya itu, pengetahuan tentang karakter tanaman juga harus dikuasai, di antaranya dengan cara membaca buku tentang tanaman dan langsung latihan di lapangan. Sebab jika tidak menguasai jenis tanaman yang dirawatnya, bisa jadi keliru dalam perawatan yang menyebabkan matinya tanaman.

Selain itu, menurut Herman, lokasi usaha diusahakan berada di tempat yang strategis, yaitu berada di pinggir jalan dan mudah dijangkau oleh pembeli, parkir yang cukup, dekat dengan aliran sungai, dan dekat dengan perumahan warga sekitar. “Karena bagaimana pun juga tempat sangat berpengaruh terhadap jalannya bisnis tanaman hias ini,” katanya.

Taman Bougenvile yang ia kelola mencoba menjaring konsumen dari berbagai kalangan masyarakat, mulai dari masyarakat kelas bawah hingga kelas atas. Harga yang ditawarkan pun sangat beragam, mulai dari harga Rp 1.500 – Rp 1.5 juta per tanaman. Biasanya tanaman yang punya harga tinggi adalah tanaman impor yang masih baru. Seperti tanaman Lady Valentine yang mempunyai daun kemerah-merahan berasal dari Thailand berharga di atas seratus ribu hingga jutaan rupiah.

Jenis tanaman perdu harganya relatif murah, yaitu Rp 1.500 - Rp 15.000 per tanaman. Jenis tanaman air seperti pisang-pisangan, pavirus, lotus, tratai harganya minimal Rp 25 ribu per tanaman. Sedangkan untuk jenis tanaman pelindung seperti rumput, kamboja, flamboyan, pinus, atorium dan lain sebagainya, biasanya dihargai minimalh Rp 30 ribu per tanaman. Ada juga Jenis tanaman yang relatif mahal harganya seperti cemara, bambu, palem, dan bonsai. Harganya kisaran antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per pohon. “Harga standar seperti itu, tapi jika sudah berumur dan kondisinya bagis bisa lebih harganya,” katanya.

Herman mengatakan semua jenis tanaman yang ia dapat diperoleh dari berbagai macam cara, di antaranya adalah lewat mencari tanaman sendiri lalu ditanam dan dirawat, melalui pembibitan sendiri dan lewat perantara antaran dari para pembibit bunga.

Kendati tanaman yang dirawat Herman banyak jenisnya, namun ia mengakui mengalami kendala dalam hal pemasaran. Selama ini ia hanya mengandalkan pemasaran di pinggir jalan, alias pasif menunggu pembeli yang melihat tanamannya. Sementara itu untuk menggunakan jasa pemasaran dirinya belum siap dananya. “Saat ini hanya menunggu pembeli saja, pemasarannya tidak ada,” paparnya.

Meski pun dirinya tidak memiliki tenaga pemasaran, Herman tetap yakin kalau usahanya akan jalan dan berkembang. Saat ini usaha yang digelutinya beromzet Rp 10 juta hingga Rp 20 juta perbulannya. Dengan keuntungan bersih rata-rata Rp 3 juta hingga Rp 6 juta.

Selain menjual tanaman hias, Herman juga menjual beberapa bahan yang berkaitan dengan tanaman, di antaranya adalah pot bunga, pupuk kompos, rak bunga, batu-batuan, hiasan taman dan lain sebagainya. “Biasanya pembeli membeli bunga dengan potnya atau dengan pupuknya, jadi sekalian saja,” katanya.

Lain halnya dengan Samsul, ia sudah menggeluti usaha tanaman hias di bilangan Senayan sejak tahun 1998. Sejak tahun 80-an, kawasan Senayan memang banyak didapati penjual tanaman hias yang ada di trotoar pinggir jalan, selain untuk tujuan bisnis, tempat ini juga sebagai tempat penghijauan wilayah Senayan.

Samsul membuka usahanya pada pukul 08.00 pagi dan tutup pada jam 05.00 sore. Di taman seluas 3 x 6 meter ini, ia menjajakan bunganya setiap hari. Dalam sehari pun, jumlah bunga yang terjual tak mesti. Biasanya berkisar antara 5 hingga 20 buah tanaman. Namun Samsul mengaku kalau lagi ramai bunganya bisa terjual hingga 50 buah. “Gak mesti mas, kadang banyak, kadang sedikit, biasanya kalau ramai itu pas musim kemarau, kalau musim hujan sepi,” paparnya saat ditemui di bilangan Senayan.

Taman bunga yang dikelola Samsul memang hanya mengkhususkan bunga-bunga jenis anggrek, hal ini berbeda dengan usaha tanaman hias di sekitarnya yang menjual segala macam bunga. Hal ini ia maksudkan agar pembeli punya pilihan dalam membeli.

Harga yang dipatok pun berfariasi, mulai dari Rp 25 ribu hingga Rp 500 ribu. Dalam sebulan, Samsul mengaku bisa mengantongi hasil Rp 9 juta, dan yang bisa masuk ke kantongnya berkisar Rp 5 juta hingga Rp 6 juta sebulan. “Ya lumayan menambah jenis-jenis bunga di taman,” katanya.

Bunga anggrek yang dijual Samsul berasal dari berbagai daerah, seperti Cikampek, Pamulang, Ciputat, Bogor bahkan Sukabumi. Biasanya, bunga didatangkan oleh tengkulak bunga. Bagi Samsul, hal ini bisa memudahkan dirinya fokus pada usaha dan perawatan saja, dan tidak repot membibit atau menanam sendiri. “Saya tingga; memajang dan merawat sekadarnya untuk menunggu pembeli yang datang,” katanya.

Bagi Samsul, waktu yang tidak menguntungkan dalam usaha bunga adalah ketika musim hujan. Pasalnya, tanaman kebanyakan tidak tahan dengan air yang berlimpah apalagi sampai tergenang dalam pot. Tapi jika musim kemarau, dirinya merasa senang karena selain perawatannya mudah, para pembeli juga banyak.

Para pembeli yang datang ke usahanya, rata-rata adalah keluarga menengah ke atas. Hal ini bisa dilihat saat membeli mereka mengendarai mobil pribadi. Selain itu, wialayah Senayan memang jauh dari pemukiman penduduk, karenanya tak heran jika pembelinya rata-rata mengendarai kendaraan roda empat.

Selain menjual bunga jenis anggrek, Samsul juga menjual beberapa perlengkapan seperti pupuk dan pot bunga. Hal ini untuk mengantisipasi jika pembeli membutuhkannya. “Biasanya, para pembeli menanyakan pupuk yang pas untuk bunga yang dibelinya,” ujarnya.

Lain halnya Samsul, Islamil yang sudah menempati wilayah Senayan sejak tahun 1984 banyak memajangkan bunganya mulai dari jenis rumput-rumputan hingga tanaman pelindung. Sedangkan jenis tanaman anggrek tidak ia jual. Alasannya, perawatan anggrek lebih beresiko di banding tanaman hias biasa.

Ismail menjual bunganya berkisar antara Rp 1500 hingga Rp 1.5 juta. Misalnya bunga yang paling murah bernama bunga Gandarusa yang hanya dipatok Rp 1.500, Langtanah dan bunga Taiwan seharga Rp 3.500, sedangkan untuk tanaman Beringin Putih kecil dihargai Rp 500 ribu, bunga Yasmin bisa mencapai Rp 850 ribu hingga Rp 1 juta.

Dalam sebulan, Ismail mengaku mendapatkan keuntungan antara Rp 2 juta hingga Rp 5 juta. “Jualan bunga sifatnya pasif, menunggu pembeli aja, kalau gak ada yang beli ya saya buat merawat bunga,” katanya.

Bunga yang dijajakan oleh Ismail berasal dari wilayah Rawa Belong, Kebun Jeruk, Bogor bahkan Sukabumi. Sebagaimana Samsul, bunga-bunga yang dijual Ismail didatangkan oleh para tengkulak. Namun Ismail juga melakukan pembibitan kembali bunga-bunga yang dibelinya. “Setengahnya saya jual dan setengahnya saya bibit kembali,” ujarnya.

Untuk pembibitan, Ismail butuh waktu 3 bulan sampai 12 bulan. Lama pembibitan tergantung jenis tanaman yang dibibit. Namun, semua dilakukan dengan penuh kesabaran hingga akhirnya ia menuai hasilnya. “Ya sambil menunggu saya membibit tanaman agar tidak beli lagi,” paparnya.

Sebagaimana Herman, Samsul dan Ismail ketiganya dalam menjual tanaman hiasnya sama sekali tidak mengandalkan tenaga marketing untuk menjualnya. Mereka hanya sebatas menunggu pembeli yang datang. Menunggu saja untung, apalagi ada marketingnya? Selamat mencoba.

Tips Bisnis Tanaman Hias

  1. Tempatnya mudah dijangkau oleh pengunjung, baik yang memakai roda dua maupun roda empat.
  2. Tempatnya dekat dengan aliran air, misalnya sungai. Hal ini untuk memudahkan proses penyiraman bunga.
  3. Lahan parkir yang cukup untuk memarkir kendaraan pembeli.
  4. Usahakan jenis tanaman hias yang dipajang berfariasi agar pembeli yang datang bisa memilih bunga yang dicarinya.
  5. Selain tanaman hias, usahakan tersedia pupuk, tanah, pot, rak bunga dan hal-hal yang berkaitan dengan tanaman hias.
  6. Usahakan mempunyai strategi marketing, hal ini bisa lewat brosur atau pun internet.

Dari Gontor jadi Walikota Sabang

Munawar Liza Zainal

Kiprahnya dalam memperjuangkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), membawa alumni Gontor tahun 1992 ini mampu menduduki tampu kekuasaan Walikota Sabang di Nangroe Aceh Darussalam. Padahal para pesaingnya adalah Ketua DPRD Sabang, koalisi PAN-PKS, dan Kepala Bapedal Sabang. Bagaimana ia meraih kemenangan itu?

Munawar Liza Zainal, ketika berhijrah dari Sabang ke Gontor untuk nyantri di Pondok Modern Gontor sudah merasa ada ‘ketidakadilan’. Saat itu, putra daerah ini melihat ketimpangan yang terjadi di daerahnya, Sabang. Bagaimana tidak, ketika ia berada di Jawa, ia melihat jalan-jalan beraspal, rumah sakit atau klinik cukup banyak, perekonomian juga cukup mapan. Hal ini berbeda ketika dirinya melewati jalanan di wilayah Aceh, terutama Sabang. Jalanan tidak beraspal, jangankan rumah sakit, klinik saja keberadaannya sangat jarang, dan kondisi ekonomi masyarakat yang serba pas-pasan.

Munawar, begitu panggilannya. Jiwa darah Aceh yang pemberani ditambah gemblengan dari Gontor menambah mantab langkah Munawar untuk menapaki karir politiknya di daerahnya.

Sebenarnya ia tidak ada niatan untuk mencalonkan diri menjadi Walikota Sabang, yang ia inginkan adalah keadilan dan Aceh bisa merdeka, sebagaimana yang diinginkan anggota GAM. Namun setelah ada perundingan Helsinki di Finlandia yang menghasilkan beberapa kesepakatan damai di Aceh, akhirnya GAM lebih fokus pada Pemilu 2009.

“Kata merdeka untuk Aceh sudah tak ada lagi, senjata GAM sudah dipotong, jadi sekarang perjuangan politik yang akan kami perjuangkan. Jadi kepada Jakarta, politikus, jangan meragukan rakyat Aceh lagi,” kata Munawar saat bertandang ke kantor Majalah Gontor, Jakarta.

Persiapan pun digelar kelompok GAM untuk memenangkan Munawar sebagai calon Walikota Sabang. Padahal saat itu, status Munawar sendiri belum jelas karena perlengkapan administratif seperti ijazah masih belum ada yang di tangan. Sementara kedua ijazahnya saat kuliah di Mesir dan Amerika masih belum diproses. Maka ijazah satu-satunya adalah ijazah saat dirinya nyantri di Pondok Gontor.

Putra dari pasangan Zainal Abidin Ali dan Nur Aini pun akhirnya berkonsultasi dengan gurunya, KH Abdullah Syukri Zarkasyi di pondok Gontor. Dari hasil sowan tersebut, Munawar semakin yakin akan dukungan Kyai Syukri terhadap dirinya, “Bismillah ini bukan musibah tapi amanah maka jalankan,” demikian pesan Kyai Syukri pada Munawar.

Legalisir ijazah pun dikebut, beberapa surat bukti pengakuan Pondok Gontor dari Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional dikantonginya. Pasalnya, selama proses itu masih ada beberapa pihak yang meragukan ijazah Pondok Gontor. Akhirnya, setelah perlengkapan administrasi dilengkapi, Munawar pun maju menjadi calon Walikota Sabang. “Alhamdulillah, karena legalisir tadi akhirnya saya bisa mendaftar, jika tidak aku gak tahu,” paparnya.

“Secara pribadi saya tidak ada niat sama sekali. Ketika pihak cabang menghubungi kami, bahwa hasil musayawarah memutuskan saya ikut pilkada, maka saya Bismillah menerima tawaran itu,” ungkap lelaki kelahiran, Laweueng, 22 Desember 1973.

Strategi politik pun dirancang sedemikian rupa, background sebagai orang lapangan yang banyak malang melintang di dunia organisasi tak membuat repot Munawar dan kawan-kawan untuk menggalang dukungan dari anggotanya. Bagi Munawar, kawan-kawan yang ada di GAM menjadi mesin politik yang efektif untuk menggerakkan massa dalam setiap momen kampanye dan dengan dana yang sangat minim.

Di Aceh, khususnya di Sabang, partai independent seperti GAM sangat tidak diperhitungkan oleh partai-partai lain. Pasalnya, partai-partai besar yang bercokol di Sabang mempunyai dana besar dan sudah cukup berpengaruh. Namun demikian, Munawar dan kawan-kawan tak patah semangat, meski dengan modal hanya Rp 140 juta, dirinya yakin akan bisa menyingkirkan saiangannya.

“Untuk kampanye kami transportasi, makanam, sewa sana sini, voucher semuanya habis 140 juta itu sudah termasuk, baju kaos, spanduk, sumbangan. Jadi sampai proses selesai saya tidak punya hutang gara-gara kampanye, ha..ha..ha..,” ungkapnya sambil diiringi tawa.

Hanya Rp 149 juta. Di banding dengan partai besar yang sudah mengakar di Sabang, seperti Golkar sangat jauh berbeda. “Kami di sana awalnya tidak diperhitungkan, saingan kami Ketua DPRD yang juga Ketua Golkar. Jadi background kami dari Gontor dan Al-Azhar dan beberapa pengalaman organisasi di luar negeri, kami cukup diperhitrungkan,” katanya.

Satu hal yang menjadi perhitungan Munawar adalah kepandaiannya membaca al-Qur’an dan berceramah di depan umum. Bagaimana pun juga syarat untuk menjadi Walikota di Sabang wajib bisa membaca al-Qur’an. “Karena kami sudah siap untuk itu. Ini mempunyai nilai lebih di mata masyarakat. Dari situlah mulai ada simpati dari masyarakat,” ujarnya.

Modal memang sangat pas-pasan, bayangkan untuk menyebar brosur curiculum vitae, ia hanya bisa menuangkannya di atas kerta HVS dan digandakan lewat poto kopi. Hal ini berbeda dengan saingan lainnya yang penyebaran brosurnya dengan kertas berwarna, memasang spanduk, baleho bahkan iklan di beberapa media massa.

Munawar juga menarik simpati masyarakat melalui berbagai event, seperti ceramah di masjid, baik saat memberikan kuliah 7 menit sebelum tarawih atau khutbah jum’at. Tapi meskipun demikian, ia tidak pernah menyinggung masalah politik di acara tersebut. Isi ceramah atau khutbah yang dibawakan pun hanya seputar keagamaan dan bukan pidato politik. “Saat itu saya bisa bahasa Arab dan bahasa Inggris, alhmadulillah dengan usaha keras. Kami bisa menarik simpati rakyat,” ujarnya.

Begitu juga ketika ia ditawari untuk menjadi penceramah atau khatib di masjid Babussalam di Aceh, isi ceramah yang disampaikan juga tidak menyinggung masalah politik. “Setelah itu, alhamdulillah peta politik saya di kota cukup menjadi lebih baik,” paparnya.

Satu hal yang menjadi tanda tanya besar bagi Munawar. Bahwa di Sabang, sangat susah untuk bisa bersaing dengan lawan politik lain, seperti menembus Golkar karena partai ini sudah cukup mengakar di Sabang dan mempunyai dana yang banyak. Bayangkan saja, pesaing Munawar saat itu adalah Ketua DPRD Sabang, koalisi PAN-PKS, Kepala Bapedal yang juga Pengusaha di Sabang, “Tapi kami yakin, bisa menang, dan benar terbukti,” ungkapnya tegas.

Saat itu, Munawar yang berpasangan dengan Islamuddin berhasil meraih 35.6 persen dari jumlah pemilih sebanyak 18 ribu orang. Bahkan tidak hanya itu, suara GAM ternyata juga diperhitungkan di beberapa tempat lain seperti di Aceh Timut, Aceh Utara, Lokhsumae, Sabang, Aceh Jaya, dan lainnya. “Dulu kami meminta negara, sekarang demokrasi yang kami tegakkan. Kami semakin yakin bahwa kami di pilih rakyat,” tegasnya.

Apa yang menjadi komitmen Munawar dan pasangan bukanlah hal yang muluk-muluk, melainkan visi yang simpel yaitu menjadikan Sabang sebagai sebuah pemerintahan yang mendengar rakyat dan amanah terhadap apa yang didengar. Dan Sabang menjadi daerah percontohan sebagai pemerintahan yang baik dan bersih good and clean governance.

Prioritas program Munawar dalam bidang pemerintahan adalah menciptakan birokrasi yang mengedepankan layanan terhadap masyarakat. Menjalankan disiplin dan transparansi dalam penganggaran. Berkaitan dengan kesehatran, Munawar berencana meningkatkan layanan kesehatan untuk masyarakat dan memperbanyak klinik-klinik sehingga mudah didapati di mana pun berada. Di bidang pendidikan, masa pemerintahannya akan meningkatkan kualitas pendidikan dengan menyejahterakan guru-gurunya dan bidang pariwisata pemerintah akan mengoptimalkan daerah-daerah potensi wisata karena Sabang sebagai pintu gerbang internasional. “Masyarakat bukan lagi menjadi penonton tapi juga ikut bermain dan berpartisipasi dalam kemajuan Sabang,” paparnya.

Saat ditanya tentang syariat Islam di Aceh, Munawar menjelaskan bahwa pada dasarnya menjalankan syariat Islam adalah kewajiban muslim. Tapi syariat Islam yang dijalankan dengan benar, adalah yang berjiwa Islam dan bukan sebatas political tool bagi pemerintah tertentu.

Syariat Islam yang ada di Aceh menurut Munawar lahir karena alasan politik masa Gus Dur. Di mana saat itu, masyarakat Aceh meminta adanya Syariat Islam. Syariat Islam yang ada di Aceh hanya sebatas qonun khalwat saja, jadi ketika orang cerita tentang Islam maka hanya khalwatimage Islam dan membuat orang-orang menari-nari gembira melihat kesalahan yang dilakukan oleh muslim,” katanya. saja, “Menurut kami syariat yang dijalankan sekarang ini malah menurunkan

Munawar mencontohkan dari syariat Islam yang masih mentah, misalnya hukum orang berzina, dalam Islam dirajam 100 kali, tapi di Aceh hanya 6 cambukan. Padahal sanksi adat Aceh sendiri lebih berat di banding sanksi pelanggaran syariat Islam versi Aceh ini.

Sebenarnya sejak dulu, rakyat Aceh sudah mengimplementasikannya dalam bentuk adat. Jadi para ulama dan orang tua di Aceh tempo dulu, sudah membuat kerangka tentang hukum adat yang lebih baik daripada hukum yang ada saat ini. “Dan ketika hukum digodok di Jakarta dan diberikan Aceh maka ironis sekali hasilnya,” ujarnya.

Selama ini menurut Munawar memang ada yang membuat propaganda bahwa GAM anti syariat Islam. Menurutnya, kalau bicara tentang syariat Islam itu ada rujukannya yaitu al-Qur’an dan Hadis, sedangkan syariat Islam di Aceh tidak ada. “Kami akan mengembalikan adat istiadat Aceh karena sudah sesuai Islam,” papar lelaki yang punya cita-cita mengangkat harkat dan martabat Aceh ini.

Siap Memimpin dan Dipimpin

Sebelum Munawar Liza Zainal masuk Pondok Gontor, sebenarnya ia pernah tidak lulus tes masuk Gontor. Pasalnya saat itu, ia terlambat daftar. Namun keinginannya untuk nyantri di Gontor tak menyurutkan semangat Munawar. Ia pun mempersiapkan diri belajar di Pondok Ar-Risalah, di Ponorogo selama satu tahun.

Saat pendaftaran baru dibuka kembali, Munawar pun tak menyia-nyiakan waktunya untuk segera mendaftar di Pondok Gontor. Alhasil, berkat kepandaiannya, ia berhasil langsung naik ke kelas 3B, alias mumtaz.

Selama di Pondok Gontor, Munawar memang tak terlalu kentara kegiatannya. Badannya yang kecil, membuat ia tak dijadikan muharrik di kelas atas. Kendati demikian, ia tak pernah absen mengikuti kegiatan Pondok. Satu hal yang menjadi kebiasaan Munawar, yaitu membaca surat kabar harian di sebelah aula. Meskipun dirinya sakit, ia tak kan pernah melewatkan membaca tuntas kabar harian saat itu. Kebiasaan ini pun juga terus berlanjut ketika ia kuliah di AL-Azhar, Mesir.

Satu hal yang menjadi nilai penting dalam kehidupan Munawar saat ini, yaitu pendidikan kepemimpinan yang menanamkan siap dipimpin dan siap memimpin. Begitu juga pada nilai-nilai keberanian yang terus ditanamkan di Gontor. Keberanian dalam arti positif, berani dalam kebenaran. “Siapa pun yang kita hadapi kalau kita benar tidak akan takut. Di mana saja dengan siapa saja tidak merasa rendah semua sama. Jadi itu satu hal yang membuat setiap masalah bisa kami selesaikan,” paparnya.

Menurutnya, saat ini dirinya sedang mencoba mengaplikasikan apa yang terlah diajarkan di Gontor, terutama dalam hal kepemimpinan. Dengan terpilihnya Munawar menjadi Walikota Sabang, kinerja kepemimpinannya mulai mencari bentuknya. Selamat berjuang Ustad.

Ubah Kontrakan jadi Gedung Megah


Budiyanto Darmastono

Diusianya yang masih 41 tahun, ia berhasil mewujudkan cita-citanya menjadi seorang pengusaha besar di bidang jasa kurir, kini ia mempunyai 3000 karyawan dan 30 cabang di bawah bendera NCS.

Gedung lantai lima di atasnya bertulis NCS (Nusantara Card Semesta) tampak berdiri kokoh. Siapa sangka, gedung ini awalnya hanya sebuah rumah kontrakan seluas 200 m2. Lewat tangan kreatif Budiyanto Darmastono, semua menjadi berubah drastis.

Pria yang akrab dipanggil Budi ini dulunya seorang profesional di Dinners Club. Ia menyadari menjadi seorang karyawan di sebuah perusahaan gajinya pas-pasan, padahal dalam hati kecilnya, ia ingin menjadi orang yang berkecukupan dan memberikan kecukupan kepada orang di sekitarnya.

Pada akhir tahun 1994, Budi pun tiba pada satu keputusan, yaitu membuka usaha sendiri. Berbekal dana kurang dari Rp 50 juta, Budi mendirikan NCS dan berkantor di rumah kontrakan. “Saat itu saya masih merangkap jadi karyawan di Dinner Club,” kisahnya kepada Majalah Gontor saat ditemui di kantornya.

Bagi pria yang pernah mengajar di SMU ini, keputusan membuka usaha pribadi termasuk langkah yang berani. Tak banyak karyawan yang ia rekrut, hanya berjumlah 8 orang. “Saya yakin pasti bisa mengembangkan usaha ini,” paparnya pria kelahiran Karanganyar, 5 April 1966.

Pilihan bisnis di bidang kurir dan ekspedisi tak lepas dari pekerjaannya selama ini. Sebagai profesional di bidang keuangan, ia mencermati perusahaan tempatnya bekerja banyak bersentuhan dengan bisnis kurir. Maklum, perusahaannya sering mengirim kartu dan surat dalam jumlah banyak kepada nasabah. Ia juga melihat saat itu pemainnya masih belum terlalu banyak. “Kalaupun ada, beberapa. Tapi, proses kerjanya kelihatannya kurang profesional,” katanya.

Diawal merintis, Budi fokus pada jasa kurir di bidang card center. Tak mengherankan, mulanya ia memiliki klien yang berasal dari sektor usaha perbankan, terutama dalam pengiriman kartu.

Dua tahun pertama NCS berjalan, operasional perusahaan dikelola sepenuhnya oleh sang istri, Reni Sitawati Siregar. Sementara Budi tetap bekerja di Dinners Club. Namun, untuk urusan pemasaran atau mencari pasar, presentasi dan memperkenalkan layanan NCS dilakukan oleh Budi. Tak heran jika ia sering cuti dan minta izin perusahaan. “Yang penting kan, pekerjaan saya kelar,” ujar ayah Gina Audrini (6 tahun) ini.

Gayung pun bersambut, dua tahun berjalan NCS bisa menggandeng beberapa perusahaan, seperti Bank Bali dan Merchantile Club, serta sejumlah restoran. Ini belum termasuk perusahaan-perusahaan kecil dan perorangan yang juga sering menggunakan jasanya.

Memasuki akhir 1996, Budi memutuskan keluar dari Dinners Club dan terjun bersama sang istri mengibarkan NCS. Saat itu ia yakin, jika dirinya terjun secara penuh, potensi perkembangan NCS bisa semakin besar. Akhirnya, setelah keluar dari perusahaannya dan fokus mengembangkan usaha sendiri, ia melakukan serangkaian pembenahan. Di antaranya menerapkan komputerisasi terhadap semua data klien yang masuk. Tujuannya, agar proses operasional perusahaan bisa dilakukan secara efisien dan cepat.

“Paling tidak, kalau ada pelanggan menanyakan status pengiriman barang dalam jumlah banyak, perusahaan memberikan laporannya dengan cepat,” katanya. Hal-hal seperti itulah yang saat itu tidak dimiliki para pemain, kecuali DHL dan TNT yang sejak lama melakukan komputerisasi.

Sistem komputerisasi merupakan nilai tambah saat ia menawarkan jasa kepada calon klien. Pendekatan ini ternyata cukup efektif, sedikit demi sedikit sejumlah calon pelanggan bisa diyakinkan Budi, dan menggunakan jasa NCS. “Yang pasti, dengan adanya informasi pengiriman ini, NCS lebih bisa dipercaya,” katanya bangga.

Tak pelak, Budi pun akhirnya bisa menggaet beberapa perusahaan di berbagai sektor, Seperti Citibank, HSBC, ABN Amro, Standard Chartered, BCA, Bank Mandiri, Bank Niaga, Bank Permata, GE Finance, Bank Bukopin, Bank Bumiputera, BII, Bank IFI, Bank Danamon, Manulife, Sequislife, Astra CMG, Prudential, AIG Lippo, Axa Mandiri, Sun Life, Sharp Indonesia, Macindo, Kabelvision, Indovision, Garuda Indonesia, Coca-Cola, Makro, Wyeth Indonesia, Abbot, Datascrip, Home Centro dan Olymphus.

Kini, perusahaan ini telah memiliki 30 cabang di seluruh pelosok Indonesia, antara lain di Jabotabek, Bandung, Medan, Padang, Palembang, Solo, Surabaya, Yogyakarta, Manado, Gorontalo, Banda Aceh dan Denpasar. Bahkan, perusahaan yang sedang membangun gudang seluas 6 ribu m2 di Kemanggisan, Jakarta Barat ini telah mengembangkan jaringan sampai Singapura.

Perkembangan usaha NCS yang begitu pesat memaksa Budi memperluas produk dan layanannya. Kini NCS tak hanya mengurusi kurir dalam kota (city courier), tapi juga kurir domestik dan internasional, kargo udara & laut, moving, trucking, warehousing, logistik & distribusi. Namun dilihat dari tingkat volumenya, layanan yang paling banyak diminati konsumen saat ini city courier Komposisinya, 70% city courier dan sisanya jasa yang lain. “Sudah 6-7 ton sehari logistik yang kami kirim,” ujar Budi.

Mengenai omset NCS, Budi menjelaskan, margin yang diperoleh dari pengiriman per satu dokumen relatif kecil, hanya berkisar Rp 700-800. Lalu, ia mengandaikan, jika NCS mempunyai 3-4 kurir di setiap kelurahan dan bisa mengirimkan 200-300 dokumen sehari, dalam sebulan NCS bisa mengirim 4 juta dokumen. “Tinggal dikalikan saja,” kata Budi yang tak mau mengungkap omsetnya secara gamblang.

Besar Karena Peduli

Hadza min fadli rabbi, demikian ungkapan yang terlontar dari bibir Budiyanto Darmastono melihat perkembangan usahanya saat ini. Kendati demikian, Budi tak pernah lupa dengan hak-hak orang yang membutuhkan dari apa yang dihasilkan selama ini. Misalnya zakat, santunan anak yatim, kaum dhuafa, dan lain sebagainya.

“Kekayaan yang kita miliki sebenarnya sebagian adalah hak-hak orang-orang yang membutuhkan, terutama fakir miskin, yatim piatu, karenanya kita wajib mengeluarkan apa yang jadi hak mereka,” paparnya.

Saat ini, Budi mempunyai anak binaan yatim piatu di beberapa kota, seperti di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Medan, jumlahnya sekitar 400 anak. Mereka adalah anak-anak yatim dan anak-anak dari keluarga tak mampu. Budi berencana akan mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang dikhususkan untuk anak yatim dan dhuafa. “Insya Allah saya akan mendirikan yayasan sekolah gratis bagi anak yatim,” tuturnya.

Rencananya, lembaga pendidikan tersebut akan mengajarkan ketrampilan, seperti menjahit dan komputer. Tujuannya, agar mereka dapat mengembangkan potensinya dan bekerja mandiri atau bekerja di perusahaan yang menjadi anak perusahaannya.

“Doa-doa anak yatim dan kaum dhuafa inilah yang saya yakini sebagai pemacu majunya perusahaan ini. Ini masya Allah. Saya tidak sangka saya bisa membeli mobil mewah, villa, rumah, punya perusahaan dan sebagainya, hadza minfadli rabbi,” syukurnya.

Tak hanya anak yatim dan kaum dhuafa yang menjadi perhatiannya, ia juga berusaha menghidupkan kantornya dengan kegiatan yang bernuansa islami, seperti mengadakan pengajian setiap hari Kamis atau Jumat. Dalam pengajian itu tidak hanya mendengarkan ceramah tapi juga ada dialog interaktif yang mengupas masalah universal dalam kehidupan manusia.

Tahun ini, Budi juga berencana membuka usaha tour travel umrah dan haji. Targetnya agar para karyawan bisa menjalankan haji atau umrah secara gratis. “Pada usaha ini saya tidak berorientasi ke bisnis, targetnya keluarga saya setiap tahun bisa umrah dan karyawan bisa menjalankan haji dan umrah, insya Allah,” ungkapnya. Lebih lanjut ia menambahkan, “Kalau kita niatnya baik, saya yakin Allah akan membantu kita,” yakinnya.

Dari Kurir ke Politik

Saat ditanya kenapa dirinya mulai terjun ke dunia politik? Budi mengatakan bahwa berpolitik adalah panggilan. “Saya merasa semua tercukupi dalam kehidupan sehari-hari, saving untuk anak sekolah juga cukup. Jika saya hanya memperkaya diri sendiri untuk apa. Ini kesempatan, saya ada tenaga, pemikiran maka saya gunakan untuk politik,” katanya.

Selama ini yang ada hanya jargon-jargon menyejahterakan masyarakat tapi ketika duduk di atas mereka lupa dengan masyarakat yang mereka janjikan. “Masuknya saya, saya mencoba merubah keadaan secara pelan-pelan, agar menjadi lebih baik.” Karenanya, untuk itu ia butuh power melalui politik.

“Insya Allah ini merupakan pengabdian saya menjadi bangsa yang baik,” ungkap pria yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Indonesia Sejahtera (PIS) yang baru diresmikan awal tahun ini.