Lembaga pendidikan Islam bisa ikut memberikan layanan terapi untuk para pecandu narkoba. Bahkan cara ini dinilai lebih efektif. Indonesia adalah surga pecandu narkoba. Kasus-kasus narkoba makin marak saja. Pecandu narkoba kini tak hanya ada di kota-kota besar, tapi juga di desa-desa. Menurut data, jumlah pemakai narkoba sudah mencapai 4-6 juta orang. Kenyataan ini menggugah pengelola Interzone Treatment Center (ITC) Bogor untuk berupaya meredamnya. Caranya, dengan memberdayakan masyarakat agar mereka dapat mengantisipasi dan mengobati pecandu narkoba secara mandiri. "ITC siap mengadakan pelatihan terapi pencegahan narkoba untuk masyarakat," ujar dr Ferdinan Rabain. Bersama rekannya, Elfida Zulkarnain, Ferdinan siap membantu masyarakat seperti para pemuda yang tergabung dalam organisasi karang taruna, remaja masjid, atau para siswa dan santri untuk menanggulangi penyakit narkoba. Ferdinan mengatakan, selama ini terapi pecandu narkoba membutuhkan biaya mahal. Selain itu, tempat rehabilitasi khusus untuk para pecandu narkoba hanya ada di kota besar-kota besar saja. Untuk menolong pecandu narkoba yang jauh di pelosok desa, peranan masyarakat sangat dibutuhkan. Untuk maksud itulah ITC mengadakan pelatihan terapi narkoba. Melalui Yayasan Elmakiyah, ITC menjalin kerjasama dengan berbagai kalangan demi mewujudkan pelatihan ini. Bekerjasama dengan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, misalnya, ITC memberikan pelatihan kepada para ustadz/guru. "Setelah mendapat bekal dari ITC, mereka bisa membuka klinik kecil-kecilan di masjid untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang terkena narkoba," papar Ferdinan kepada Majalah Gontor. Selama pelatihan, ITC mengenalkan terapi medis cara Timur maupun cara Barat kepada para ustadz. Selain itu juga diperkenalkan manfaat dari shalat secara medis. Misalnya, para pecandu narkoba diminta untuk membiasakan diri berada dalam keadaan suci, tetap mempunyai wudhu. Selain karena ini adalah ajaran Rasulullah SAW, orang yang senantiasa terpelihara wudhunya akan memiliki hati yang bersih. "Air, selain untuk membersihkan badan, juga bisa untuk membersihkan hati," tutur Ferdinan. Saat pasien mengeluh nyeri lambung, maka ia menyuruhnya untuk banyak bersujud dan rukuk. Sebab, sujud dan rukuk yang benar akan membantu mengurangi rasa nyeri di lambung. "Tanpa kita sadari, gerakan shalat mengandung terapi untuk menghilangkan rasa sakit," terang Ferdinan. Tak cuma itu, terapi ini juga bermanfaat menghilangkan perasaan was-was dan khawatir yang banyak diderita akibat pemakaian narkoba. Menurut Ferdinan, lembaga pendidikan Islam seperti madrasah atau pesantren bisa ikut memberikan layanan terapi untuk para pecandu narkoba. "Bahkan saya yakin cara ini lebih efektif," tuturnya. Sementara itu di Payakumbuh, Sumatera Barat, ITC melatih para dokter puskesmas dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Awalnya, program ini menangani 30 orang pecandu narkoba. Sekarang sudah lebih 100 orang yang ditangani. "Mereka membawa temannya untuk berobat. Teknik ini lebih murah dan efektif, karena mereka tetap bisa bekerja atau sekolah selama menjalani terapi," terang Ferdinan. Karena itulah Ferdinan mengimbau para orangtua untuk tak malu membawa anak pecandu narkoba menjalani terapi. Mereka juga diminta untuk tak segan-segan mengampanyekan dampak negatif narkoba. "Penyakit yang ditimbulkan dari pemakaian narkoba seperti hepatitis dan AIDS, kalau tidak diwaspadai dapat menular kepada masyarakat yang sehat." ITC juga memberikan pelatihan tentang manfaat tanaman yang ada di sekitar rumah dan manfaat bumbu-bumbu yang ada di dapur. "Semua itu bisa digunakan untuk terapi narkoba," ujarnya. ITC juga bekerjasama dengan sekolah-sekolah di wilayah DKI Jakarta dan Bogor. ITC memberi kesempatan kepada anggota Palang Merah Remaja (PMR) untuk mengikuti pelatihan penanganan pecandu narkoba. "Ketika ada siswa terkena narkoba, maka mereka bisa memberikan solusi sendiri." Dengan adanya PMR yang menangani narkoba, maka pihak sekolah tidak perlu mengeluarkan siswa pecandu narkoba. Sebab kalau dikeluarkan, ia akan mendapat masalah baru di lingkungannya yang baru.n rozi
Boks: Pesantren Suryalaya Pesantren Suryalaya berlokasi di Pagerageung, Tasikmalaya. Pesan-tren didirikan pada 17 September 1905 oleh Syeikh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, yang lebih dikenal dengan sebutan Abah Sepuh. Ketika masa penjajahan Belanda, pesantren ini sering disatroni Belanda. Pasalnya, Abah Sepuh dilarang memberi pelajaran Tarekat-Qodiriah-Naqsabandiah (TQN). Surat ijin pendirian pesantren pernah dicabut oleh Belanda. Bahkan Abah Sepuh pernah dijebloskan ke dalam penjara. Namun demikian, secara sembunyi-sembunyi proses belajar dan mengajar TQN ini tetap berjalan. Situasi menjadi berubah ketika Indonesia merdeka. Pesantren ini terbukti banyak membantu pemerintah dalam mendidik masyarakat, sehingga pesantren diperbolehkan aktif kembali dan pesantrennya mendapat perlindungan pemerintah. Setelah Abah Sepuh meninggal dunia pada 25 Januari 1956 (dalam usia 110 tahun), pimpinan pesantren diteruskan oleh sang anak yang bernama KH Sohibulwafa Tadjularifin yang dikenal dengan sebutan Abah Anom. Seiring dengan perjalanan waktu, pesantren yang dipimpin oleh Abah Anom maju pesat. Pengikut-pengikutnya yang disebut ikhwan, bukan saja tersebar di seluruh Jawa Barat, tapi juga diluar Jawa Barat, bahkan tercatat perwakilannya di Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Suriname, dan beberapa negara lainnya. Pesantren ini menyelenggarakan pendidikan umum jenjang SD-SMP-SMA. Bahkan pada tahun 1964 membuka program perguruan tinggi. Pada perkembangannya, Pesantren Suryalaya selain sebagai lembaga pendidikan, juga membuka tempat rehabilitasi bagi orang-orang yang kecanduan narkoba. Pusat rehabilitasi ini dikelola oleh badan khusus yang diberi nama Pesantren Inabah.n rozi
|
Kamis, 21 Februari 2008
Terapi Narkoba Berbasis Masyarakat
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar