Selasa, 07 April 2009

Perjuangkan Kualitas Madrasah


Menteri Agama RI Muhammad Maftuh Basyuni

Pemerintah, melalui Departemen Agama mendorong perkembangan dan peningkatan mutu madrasah. Keberadaan madrasah pada hakikatnya merupakan wujud dari kesadaran keberagamaan masyarakat Muslim terhadap pentingnya mempersiapkan generasi masa depan yang memiliki kompetensi dan pemahaman agama yang baik. Karenanya perkembangan madrasah tergantung pada seberapa besar perhatian umat Islam dalam mendukung keberlangsungan madrasah.

Depag pada tahun ini mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 23,4 triliun. Naiknya anggaran ini berdampak pada bantuan kepada anak didik, salah satunya bantuan beasiswa kepada 1.198 juta siswa dan 66.7 ribu mahasiswa di Indonesia.

Anggaran pendidikan itu jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Misalnya saja, pada tahun 2008 Depag memperoleh Rp 7,9 triliun, Rp 6,6 triliun (2007), Rp 4,8 triliun (2006), dan pada 2004 Rp 2,4 triliun.

Selain itu, Depag juga berencana pada tahun ini merehabilitasi semua ruang kelas belajar yang rusak di Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang jumlahnya anggarannya mencapai Rp 2.6 triliun.

Berikut petikan wawancara Wartawan Majalah Gontor, Fathurroji NK dan Ahmad Muhajir dengan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni di kantor Depag pada Kamis, 2 April 2009.

Anggaran pendidikan naik menjadi 20 persen, bagaimana bapak melihatnya?

Pemerintah sangat menyadari pentingnya bidang pendidikan untuk menciptakan bangsa ini menjadi bangsa yang mandiri. Namun, untuk sampai ke tujuan itu harus dilakukan secara bertahap sesuai dengan rencana jangka panjang hingga tahun 2025 mendatang.

Bagaimana Bapak melihat pendidikan Islam saat ini?

Pendidikan adalah salah satu pilar-pilar kewajiban dari Departemen Agama yang tidak bisa dipisahkan. Bahkan saya bisa menganggap bahwa pendidikan itu nomor satu sebelum yang lain sebagaimana dalam al-Qur’an pun kalimat Iqra’ ini menjadi kata pertama yang di turunkan Allah SWT.

Bagaimana bapak melihat peran umat Islam untuk negeri ini?

Kalau kita melihat secara jujur bahwa republik ini yang paling banyak andilnya adalah para santri dan para kiai. Mereka selalu berupaya membentengi Indonesia dari kehancuran. Misalnya ketika peristiwa 10 November, kalau tidak ada mereka yang menggelorakan perjuangan, 10 November tidak akan dikenal oleh dunia. Setiap ada persoalan di negeri ini yang menjadi soko guru adalah mereka. Tetapi sayangnya ketika keadaan mulai membaik, mereka hanya menjadi penonton. Lihat misalnya 17 Agustus, pemberontakan tahun 1948, pemberontakan tahun 1965 dan Malari. Dalam semua persoalan mereka terlibat. Begitu persoalannya selesai, mereka kembali termarjinalkan.

Apakah itu indikasi bahwa pendidikan umat Islam terbelakang?

Satu sisi mungkin karena sifat kita. Namun disisi yang lain adalah keterbelakangan pendikan kita. Karenanya sebagai orang yang tahu balas budi maka mereka harus diberdayakan. Maka program dari Depag adalah mengejar ketertinggalan itu. Pondok pesantren dengan segala masalahnya, madrasahnya dengan segala ketertinggalannya. Ini yang harus kita tingkatkan.

Apa langkah kongkrit dari Depag?

Kita membantu madrasah-madrasah dengan memberikan bantuan pendidikan sebesar-besarnya, utamanya swasta. Karena kalau negeri kan sudah ada anggaran pendidikan dalam APBN sedangkan kalau swasta ini baru, setelah ada UU tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, kita harus ikut memperhatikan pendidikan madrasah. Sebelum itu maaf, tidak ada yang mau memperhatikan. Karena itu kita harus berani untuk meningkatkan mutu pendidikan madrasah yang kemampuan finansialnya tidak ada. Semua program kan akan berjalan dengan anggaran dana. Setelah ada UU itu dan ada anggaran dana yang bergerak baik, maka tinggal niat baik kita.

Bagaimana dengan madrasah atau pesantren yang banyak milik pribadi?

Kita tahu bahwa pesantren dan madrasah kebanyakan milik pribadi. Kalau sudah milik pribadi, intervensi dari pemerintah akan sangat sulit. Makanya kita memberi bantuan saja, kepada mereka, kalau persyaratannya harus ada pertanggungjawaban. Bahkan mereka ada yang mengatakan, kalau bantuannya tidak ikhlas ambil saja!. Kemudian kalau kita mau menyempurnakan kurikulum, mereka juga mengatakan, ini kan lembaga pendidikan punya saya sendiri!.

Lalu bagaimana bapak menyikapi respon seperti itu?

Oleh karena itu upaya yang kita lakukan adalah menyekolahkan kader-kader mereka yang berkualitas, setelah selesai kita suruh kembali ke madrasahnya. Persis seperti cara almarhum KH Imam Zarkasyi. Kalau pak Zarkasyi dikirim ke padang, Gontor tidak akan menjadi seperti saat ini. Dari sinilah kita mendapatkan ide itu. Maka guru-guru madrasah itu kita kirim ke UGM, IAIN dan UIN. Nanti ketika mereka sudah pulang akan memperbaiki madrasahnya. Dengan demikian maka tidak ada perlawanan. Cara ini memang lama tapi pasti. Nanti kalau sudah ada orang yang begitu, masing-masing akan mengejar ketertinggalan.

Apakah Depag ingin menegerikan madrasah swasta?

Kita tidak ingin menegrikan sekolah madrasah semuanya. Malah kalau mau menegerikan, kita akan katakan, nanti bendera anda akan berubah, tenga pendidik juga akan berubah, dan tidak menutup kemungkinan para pengurusnya juga akan berubah. Jika sudah demikian maka mereka yang lama hanya akan menjadi penonton.

Tapi kalau dia tetap swasta dengan benderanya, mereka tetap bisa fastabikhul khairat. Dan menurut UU pendidikan sudah tidak ada dikotomi lagi. Mereka boleh meminta bantuan. Persoalannya memang tergantung ada dan tidaknya dana yang tersedia.

Kalau sekolah swasta itu di negerikan, aset yang selama ini menjadi milik mereka akan menjadi milik negara. Kalau selama ini mereka berjuang lalu kemudian di negerikan kan nanti hanya menjadi penonton saja.

Lalu tujuan menegrikan madrasah itu apa?

Beberapa sekolah swasta yang dinegerikan itu karena untuk meningkatkan mutu pendidikannya. Kalau Anda melihat, sekolah yang dinegerikan itu adalah sekolahan yang berada di daerah yang gersang. Yang kita lakukan juga karena ingin menyelamatkan sekolahan yang terancam bubar. Sekarang kami mencoba daerah yang pembangunannya tertinggal. Jadi sekali lagi bahwa di negerikan itu akan merubah milik pribadi menjadi milik negara. Lalu pengurusnya tidak menjamin menjadi pegawai negeri karena ada persyaratan yang banyak. Para pengurusnya juga bisa berubah kecuali kalau mereka masih muda dan dapat memberikan kontribusi sesuai dengan pendidikan yang ia miliki.

Jadi program penegrian sekolah madrasah itu untuk menyelamatkan sekolahan?

Ya. Kita lebih banyak ingin menyelamatkan lembaga pendidikan swasta yang dalam kondisi mau ambruk. Saya sendiri pribadi, kalau sekolahan itu bisa berdiri kenapa tidak dinegerikan? Padahal kalau dinegerikan kan akan memiliki standar pendidikan yang sama. Mereka yang punya pendidikan sendiri ini karena ingin memiliki suatu pendidikan yang lebih. Misalnya Pondok Gontor, ingin memiliki pendidikan yang lebih baik dari yang sudah ada. Pemerintah yang menyesuaikan pendidikan tersebut.

Ada contoh madrasah yang mau tutup dinegerikan?

Salah satunya pesantren di Nunukan. Belum ada ceritanya pesantren itu negeri. Yang kita ingin lakukan adalah menampung anak-anak yang ditinggal orangtuanya menjadi TKI. Karena disana ada pesantren dan ada madrasahnya, maka madrasahnya akan kita negrikan. Sistemnya bording school ala pesantren. Program ini sudah mulai kita bangun tahun kemarin. Saya tidak ingin mereka ini akan menjadi kader-kader kuli.

Jenjang pendidikannya dari MI, MTs dan MA. Kita pun sudah ada pembicaraan dengan gubernur untuk mendapatkan tanah untuk membuat perkebunan yang menghasilkan sehingga dapat meringankan biaya pendidikannya.

Bagaimana untuk membangun image bahwa sekolah madrasah kualitasnya hanya menjadi nomor dua?

Sekarang sudah banyak madrasah yang unggulan. Seperti madrasah di Malang atau Kudus. Disana orangtua lebih senang menyekolahkan siswa-siswa ke madrasah dari pada ke sekolah umum. Hal ini karena madrasah adalah sekolah plus. Apa yang diajarkan di sekolah umum sudah tentu diajarkan di madrasah sementara pendidikan sekolahan madrasah belum tentu diajarkan di sekolah umum.

Kalau madrasah ini sudah tertib kemudian gurunya juga sudah bisa mendapatkan dana sosial yang memadai, pasti akan bagus. Karena apa? Masih ada upaya untuk mengejar ketertinggalan sekolah madrasah terhadap umum.

Apa memang benar madrasah kualitasnya nomor dua setelah sekolah umum?

Madrasah sendiri pun tidak bisa dikatakan lebih rendah dari sekolah umum. Mendiknas sendiri memberikan pengakuan pendidikan madrasah. Faktanya, nilai ujian nasional MTs terus meningkat dan bahkan lebih bagus dari SMP pada tahun 2008 lalu. Ini karena sekolah madrasah, terlebih di pesantren, jumlah waktu belajarnya lebih banyak dibanding dengan sekolah umum.

Anak madrasah yang di pondok, pulang sekolah, mereka belajar di pondoknya. Dari hari ke hari yang dikerjakan hanya itu-itu saja. Sementara anak sekolah umum banyak yang membuang waktu belajarnya. Inilah bedanya sekolah umum dengan madrasah.

Oleh karena itu kita cenderung mendirikan sekolah madrasah Internasional boarding school. Saya ingin menunjukkan bahwa santri itu bisa berkiprah di masyarakat. Persoalannya adalah, apakah santri diberi kesempatan itu? Jika ada kesempatan maka santri harus bisa melakukan dengan baik.

Caranya bagaimana?

Caranya, kalau si A bisa mengerjakan sesuatu kenapa kita tidak. Otak diberi sama, anggota tubuh diberikan sama. Jika masih tidak bisa melakukan tugas dengan baik, rajin-rajinlah menutupi kekurangan itu.

Sekedar intermezo. Saya juga dari pesantren. Ketika dulu saya menjadi kepala protokoler kepresidenan, saya tidak memiliki bekal sama sekali. Hanya pengalaman beberapa kali saja dan ilmunya tidak ada. Setiap hari saya pelajari buku-buku agar saya bisa.

Namun ada hasilnya. Misalnya ketika perayaan 17 Agustus, dulu ketika presiden datang semua harus berdiri minimal dua jam sampai selesai. Akhirnya kita rubah hanya waktu-waktu tertentu saja untuk berdiri. Demikian juga ketika penyerahan surat kepercayaan duta besar. Delegasi duta besar sering menggunakan bahasanya sendiri. Sementara orang kita menggunakan bahasanya sendiri. Siapa yang paham? Akhirnya cara seperti itu saya hapus.

Bagaimana upaya Depag meningkatkan mutu pesantren?

Kita melakukan beasiswa dalam rangka meningkatkan mutu pesantren. Melalui program ini kita akan mencari bibit-bibit unggul. Nanti kalau sudah tamat akan diberikan beasiswa dan mereka akan kembali ke madrasahnya. Program beasiswa santri berprestasi ini sudah berjalan sejak 2005 dimulai dari dua perguruan tinggi (PT) yaitu IPN dan UIN Syarif Hidayatullah dengan jumlah siswa 37 orang. Dan ini terus berkembang sekarang menjadi 9 PT dengan jumlah keseluruhan santrinya 1.035 orang.

Tahun 2009 bagaiamana?

Tahun ini akan dilaksanakan tes peserta seleksi 5.773 santri. Dari jumlah ini yang akan diambil 450 santri terbaik. Dengan denikian jumlah keseseluruhan santri yang kuliah di 9 PT tadi adalah 1.485 santri.

Bidang apa saja yang diambil santri?

Ada berbagai macam jurusan yang diambil mereka, ada yang teknik, MIPA, Islamic studies, pertanian, manajemen, ekonomi, hukum, sastra, sosial dan politik.

Bagaimana hasil sementara dari kualitas mereka?

Indeks prestasi (IP) mereka tercatat 69 persen mengukir nilai 3.0 ke atas dengan rincian sanagt memuaskan 41 persen, dan cumlaude sebanyak 28 persen. Dan khusus santri yang kuliah di UIN dan IAIN mereka memiliki IP cumlaude di atas 57 persen.

Apakah hanya santri, bagaimana dengan guru-gurunya?

Program yang kita berikan ada yang disediakan untuk ustadz. Sekarang ini dalam waktu 2014 nanti guru harus S1 atau D IV. Maka kita memberikan fasilitas untuk menyekolahkan mereka. Namun karena jumlah uangnya lebih kecil daripada kebutuhan maka ada proses seleksi.

Berkah daripada anggaran pendidikan 20% ini tidak kita berikan dalam bentuk kesejaheraan secara menyeluruh karena bisa mengakibatkan guncangan bagi pegawai-pegawai lain. Pertama kita akan merenovasi seluruh Madrasah Ibtidaiyah yang jumlahnya 28.400. Anggarannya 2,6 triliun. Kemudian juga menyekolahkan guru-gurunya.

Bagaimana pendapat bapak jika pesantren harus mengikuti UAN?

Kalau tanya pendapat saya, saya justru setuju diberlakukan UAN. Karena dulu ketika melakukan pelulusan, guru-guru seenaknya sendiri meluluskan siswa-siswinya. Terkesan bahwa guru-guru itu hebat dan berhasil dalam pendidikan.

Setelah diberlakukan UAN, akan ketahuan bagaimana pendidikan yang sebenarnya. Namun ada juga kelompok yang tidak setuju jika UAN ini diberlakukan untuk pesantren. Kenapa? Secara otomatis kualitas pendidikan ini akan naik sehingga akan menyempitkan gerakan mereka untuk menguasai wilayah tenaga kerja.

Ini adalah persaingan yang hebat. Dalam hal ini sebenarnya ada kepentingan dan penguasaan di bidang pekerjaan dan perekonomian bagi kelompok lain. Nah dengan adanya rencana peraturan itu nanti kualitas pendidikan pesantren akan lebih baik di bidang yang lain. Ini akan menimbulkan persaingan di dunia kerja yang selama ini dikuasai oleh kelompok yang lain.

Terkait perguruan tinggi Islam. Bagaimana bapak melihat IAIN berubah menjadi UIN?

Pertama UIN tidak akan ditambah lagi, cukup yang ada saja dikembangkan. Semasa kepemimpinan saya tidak ada lagi IAIN bertambah. Ini harga mati. Kalau mau ditambah, langkahi dulu saya (Ha...ha...ha..). Karena ini hanya akan membuang-buang energi.

Sekarang sudah banyak perguruan tinggi umum dengan berbagai level bidang studi. Mau bidang kedokteran, pertanian, politik semua sudah tersedia. Kalau mau menambah lagi kan hanya itu-itu juga dosennya.

Apalagi yang namanya UIN kan ada pendidikan agama Islam yang ditekankan. Jika melihat Al-Azhar maka berbeda. Di Al-Azhar selain mahasiswa belajar ilmu umum di sana diwajibkan mahasiswa menghafal al-Qur’an, di sini tidak. Dan mereka selalu mengaitkan pendidikan umum dengan Islam. Misalnya ilmu kedoktean dilihat dari Islam dan lain sebagainya. Maka tidak perlu UIN lagi. Mereka yang minatnya ke pendidikan agama, ya cukup ke IAIN atau UIN saja, tidak perlu pendidikan UIN lain.



BIODATA

Nama : Muhammad Maftuh Basyuni

Tempat/Tanggal Lahir : Rembang, 04 November 1939

Istri : Ny Wiwik Zakiah

Anak: Empat (4) orang, yaitu Eko Ahmad Ismail Basyuni SH LLM, Mouna Fakhriani Basyuni, SPd MA, Nabil Basyuni, SH, dan Irfan Fakhrianto Basyuni

Pendidikan :

1. S1 Universitas Islam Madinah, Arab Saudi, 1968

2. Pondok Pesantren Modern Gontor, Jawa Timur

Karir :

1. Sekretaris Pribadi Dubes Ri di Jeddah, 1976-1979

2. Sekretaris Negara pada Pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid

3. Kepala Rumah Tangga Kepresidenan saat Presiden Soeharto

4. Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Arab Saudi dan Kesultanan Oman, 2002 s/d sekarang

5. Ketua Delegasi Republik Indonesia pada Pertemuan Tingkat Menteri Organisasi Konferensi Islam (OKI), 2004

6. Menteri Agama Kabinet Indonesia Bersatu, 2004-2009

Muhammad Maftuh Basyuni, SH. adalah Menteri Agama Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu di bawah pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Basyuni dilahirkan di Rembang, 4 November 1939. Basyuni menyelesaikan pendidikan sarjananya di Universitas Islam Madinah, Arab Saudi pada tahun 1968.

Periode masa bakti 1976-1979, Basyuni menjabat sebagai Sekretaris Pribadi Duta Besar Indonesia di Jeddah. Selain sebagai kepala rumah tangga kepresidenan Soeharto, Basyuni juga pernah menjabat Sekretaris negara pada pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Sejak tahun 2002, Basyuni adalah Duta Besar Indonesia untuk kerajaan Arab Saudi dan kesultanan Oman. Pada tahun 2004, Basyuni terpilih sebagai ketua Delegasi Indonesia pada Pertemuan Tingkat Menteri Organisasi Konferensi Islam (OKI).

Duta Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi, ini mengatakan, Departemen Agama (Depag) harus menjadi contoh bagi departemen lainnya. Menurutnya, Depag sangat lekat dengan kata agama yang berarti mengajak orang untuk berbuat kebaikan. Karena itu, Depag harus enjadi contoh bagi departemen lainnya. Hal itu dikemukakan setelah menjalani uji kelayakan sebagai calon menteri di kediaman presiden terpilih Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Puri Cikeas, Bogor, 18 Oktober 2004.