Selasa, 09 September 2008

MembangunJubilee School

Ibrahim Abdullah Assegaf


Perbedaan adalah rahmat, Ibrahim berhasil memetik hasil dari perbedaan melalui Jubilee School. Meski pemilik sekolah ini Muslim, 95 persen peminat sekolah ini non Muslim. Bagaiamana kiatnya?

Gedung warna biru langit dipadu dengan warna kuning serta silver nampak menjulang tinggi di sekitar danau yang ada di bilangan Sunter, Jakarta Utara. Saat perpulangan sekolah, gedung itu nampak riuh oleh suara anak-anak dari kalangan etnis China sedang menunggu jemputan. Mobil-mobil mewah pun berantrian menjemput mereka.

Begitulah pemandangan sehari-hari di Jubilee School, baik saat jam masuk maupun pulang sekolah. Hampir 95 persen para siswa yang sekolah di gedung berlantai delapan ini dari etnis China. Namun siapa sangka, pemilik sekolah ini adalah seorang Muslim taat keturunan Makasar bernama Ibrahim Abdullah Assegaf (61).

Ibrahim, begitulah panggilan akrabnya. Terpanggil bergerak di dunia pendidikan ketika melihat kualitas pendidikan bangsa ini yang kurang menggembirakan. Terutama pasca kerusuhan tahun 1998 yang menyebabkan kalangan etnis Tionghoa ketakutan dan lari ke luar negeri.

Lelaki kelahiran Makasar 27 November 1947 ini mengatakan, padahal mereka yang lari atau menyekolahkan anaknya ke luar negeri merupakan aset bangsa yang harus dilindungi dan mendapatkan perlakuan sebagaimana warga Indonesia. Akhirnya tercetuslah ide untuk menjembatani kesenjangan ini melalui pendidikan. ”Kalau mereka bisa sekolah di dalam negeri dalam situasi yang kondusif, kenapa tidak?” paparnya.

”Harmoni dalam Perbedaan” itulah salah satu motto sekolah yang berdiri pada tahun 2000 ini. Dengan motto tersebut, pendiri lembaga ini berusaha menyatukan kembali perbedaan yang ada, baik itu perbedaan etnik, agama, ras, dan lainnya.

“Guru-guru di sini beragam latar belakangnya. Ada yang beragama Islam, Katolik, Protestan, Hindu dan Buddha. Demikian pula ada dari suku Jawa, Batak, Cina,” ujarnya saat ditemui di JS CafĂ© sekolah.

Ibrahim menyatakan bahwa bangsa Indonesia itu bangsa yang heterogen. ”Kita berbeda akidah ya, keyakinan berbeda, tapi masih banyak persamaan lain yang bisa mengikat kita untuk membangun generasi bangsa ini,” jelas lelaki yang hobi renang ini.

Bersemi dari Gedung Kontrakan

Gedung seluas satu hektar di bilangan Kampung Sunter Muara ia sewa untuk mendirikan sekolah bernama Jubilee School. Beruntung, sang istri yang memang sudah puluhan tahun bergerak di dunia pendidikan memahami niat baik sang suami.

Tak hanya itu, sang istri sebelum berniat mengembangkan lembaga pendidikan bersama suami adalah mantan direktur sekolah ternama saat itu, yaitu Gandhi Memorial International School. Karenanya, konsep yang diterapkan pun banyak terinspirasi dari sekolah garapannya. Namun tak berhenti dari satu sekolah, sang suami juga kerap memberi ide-ide segar untuk pengembangan sekolahnya.

Berbekal pengalaman dan modal yang tak sedikit dari hasil menabung, Ibrahim akhirnya membuka Jubilee School tahun 2000. ”Kalau maju alhamdulillah kalau tidak maju saya tidak ngutang sama orang. Namun Allah berkehendak lain ternyata sekolah ini terus berkembang hingga memiliki lokasi sendiri. Semua Allah yang menghendaki,” kata lelaki yang pernah menjadi guru kursus Bahasa Inggris ini.

Di luar dugaan, ketika pendaftaraan siswa baru dibuka, Jubilee School diminati oleh sekitar 4.000 calon murid baru. Padahal saat itu lembaga ini hanya membutuhkan siswa sekitar 1.200 siswa. ”Subhanallah, ternyata animo msyarakat cukup baik,” tutur lulusan Akuntansi, Universitas Jayabaya tahun 1986.

Dengan banyaknya jumlah pendaftar, hal ini mampu mendatangkan pundi-pundi rupiah yang tak sedikit. Tak heran, jika uang ngontrak berjumlah Rp 550 juta per tahun bisa ia lunasi dalam waktu singkat. ”Memang, mayoritas para wali murid dari golongan kelas menengah ke atas,” papar bapak dari tiga anak ini.

Ibrahim menyadari, kalau saat itu masih belum ada sekolah yang menjadi model percontohan di bilangan Sunter. Dengan semangat tinggi dan dibarengi dengan kemampuan serta pengalaman di bidang pendidikan, sekolah ini terus mencari jati dirinya.

Sebagaimana latar belakang sekolah ini dibangun, yakni harmonis dalam perbedaan. Maka konsep ini pula yang terus ia kembangkan. ”Peluang inilah yang coba saya angkat untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang kondusif dengan memberikan hak-hak mereka untuk belajar, menjaga harmonisasi dalam perbedaan,” ujar suami dari Farida ini.

Ibrahim sebagai sosok yang lahir dari keluarga beragama, yakni Islam, merasa terpanggil untuk memberikan teladan kepada siapa saja, baik itu dari kalangan Muslim maupun non Muslim. Anggapan sementara dari non Muslim bahwa Islam itu agama kekerasan ia tepis. Salah satunya dengan memberikan contoh kepemimpinannya di Jubilee School ini. Bahwa Islam memberikan kedamaian dan menjadi rahmatan lil alamien.

”Istri saya di sini sebagai direktur, dan ia mengenakan jilbab, begitu juga ada beberapa guru yang mengenakan jilbab, para wali murid tak mempermasalahkan itu,” papar lelaki yang pernah mengelola penerbitan Mario Grafika ini.

Jubilee Bangun Gedung Bertingkat

Tahun ketiga sejak berdirinya Jubilee School, Ibrahim Abdullah Assegaf akhirnya bisa menikmati hasil jerih payah yang selama ini ia kerjakan. Di tepi Kali Sentiong atau berdekatan dengan Waduk Sunter Barat, ia menancapkan gedung berlantai sembilan sebagai sentra pendidikan terpadu.

Lelaki yang juga pengurus Yayasan Citra Bangsa (YCB) membangun gedung sekolah nasional plus dengan investasi sedikitnya Rp 60 miliar. Selaku pengelola Jubilee School, ia mengatakan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikannya yang dikelolanya cukup tinggi dan terbukti sejak didirikan pada tahun 2000, kini jumlah muridnya lebih 2.000 orang siswa mulai pra sekolah, TK, SD, SMP dan SMU.

Atas kepercayaan tersebut, pihaknya membangun gedung sekolah Jubilee School berlantai delapan. Ia mengatakan, pembangunan sekolah itu seluas 12.000 meter persegi dan luas bangunan mencapai 23.000 meter persegi. Bangunan baru itu terdiri 130 kelas, ruang komputer, auditorium, sinema, kantin dan berbagai fasilitas pendukung.

Pada awalnya, perkembangan Jubilee School pada tahun pertama jumlah muridnya sudah mencapai 1.250 orang, dan kini jumlah muridnya mencapai 2.050 orang dengan tenaga pengajar 200 guru dan 150 staf administrasi.

Lingkungan sekolah yang baru ini awalnya daerah rawan kejahatan dan kumuh. Karenanya, dalam pelaksanaan pendidikan kami tetap menyertakan warga sekitar sebagai karyawan. Misalnya mereka bekerja sebagai cleaning service, tukang, dan lain sebagainya. Ada lebih dari 70 orang yang ikut bekerja di sekolah ini. “Mereka menjadi penjaga secara tidak langsung,” jelasnya.

Selain memberdayakan warga sekitar, Ibrahim juga ikut peduli dengan orang-orang yang membutuhkan. Tak heran, jika ia banyak memberikan bantuan finansial kepada anak-anak kurang mampu atau yatim piatu. Di Palu, ia memiliki anak asuh sebanyak 27 anak. Sedangkan di Jawa Timur ada 2 anak.

Sekolah Lokal Standar Global

Sekolah nasional berstandar internasional, demikian misi yang didengungkan Jubilee School ini. Lembaga pendidikan ini tak hanya terfokus pada satu kurikulum asing. Sekolah ini juga memadukan kurikulum nasional dan internasional. Bagi Ibrahim, tak ada satu metode pun yang benar-benar bisa diterapkan seratus persen. Jadi perlu penggabungan berbagai metode dan disesuaikan kebutuhan.

Ibrahim juga menjelaskan sebagai sekolah nasional plus, pihaknya membagi program belajar dalam dua bagian, yakni pertama, program pendidikan Indonesia yang mengikuti kurikulum nasional, disampaikan dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris mulai dari kelas pra sekolah hingga DMA (grade 2).

Program kedua, adalah full English Program, yang berdasarkan pada kurikulum nasional yang disampaikan sepenuhnya dalam bahasa Inggris. Program ini menggunakan buku-buku panduan dan materi internasional dengan penekanan pada metode intruksi yang digunakan sekolah internasional terbaik.

Saat ini Jubilee School sudah menjalin kerja sama dengan dua universitas terkemuka yakni Cambridge University dari London dan University of Wollongong dari Australia. Tak heran, jika lulusan sekolah ini bisa meneruskan ke dalam negeri maupun luar negeri.

Selain kerja sama dengan pihak luar negeri, Jubilee School juga dipercaya pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasional menjadi pilot project penggunaan sistem perguruan tinggi atau memakai sistem SKS. ”Kelebihannya anak-anak tergantung dari kredit yang dia peroleh, jadi mereka bisa menyelesaikan lebih cepat yaitu 2 tahun,” katanya.

Jubilee dan Pergantian Milenium

Dalam sebuah perbincangan dengan orang Betawi, Ibrahim pernah mendapatkan lelucon tentang nama Jubilee yang ia pilih sebagai nama sekolahnya. Suatu hari, orang Betawi mengatakan kepada dirinya, ”Ji (pak haji-red), ente ini emang pinter milih nama, Jubilee, ini kan dari A’ujubilee,” senyum lebar Ibrahim sambil menirukan sang Betawi berkelakar.

Hati Ibrahim terantuk dengan nama Jubilee lantaran ia pernah berkunjung ke sebuah lembaga pendidikan yang ada di Yordan. Saat itu, ia akan menyekolahkan anaknya, Ali. Namun sayang, sekolah itu hanya menyaratkan warga negara sendiri dan tidak bagi warga negara lain, termasuk Indonesia.

Alasan sang kepala sekolah yang saat itu dipegang Dr Taufik adalah ingin menciptakan generasi penerus dari negeri sendiri yang handal. ”Kalau kita tidak memiliki SDM yang baik, one day kita ini hilang di muka bumi,” tiru Ibrahim yang mengaku sangat terkesan dengan kalimatnya.

Dalam sebuah diskusi pernah sekolah ini diberi nama Millenium tapi ia tak ingin kesannya seperti hotel di Jakarta. Bahkan juga pernah muncul nama Metropolitan, tapi ia tak setuju karena mirip nama taksi. ”Lalu saya ingat sekolah yang ada di Yordan yaitu Jubilee. Lalu kami memakai nama itu,” jelas lelaki yang pernah mondok di pesantren Al-Khairat, Palu ini.

Nama Jubilee berasal dari bahasa Ibrani yang juga kerap dipakai ketika memperingati pergantian yang sukses. Selain itu, Jubilee juga dipakai ketika zaman Nabi Musa saat membebaskan para budak. Selain itu juga tak asing bagi orang-orang Katholik. ”Kebetulan berdirinya jubilee bergantian antara milenium baru dari abad 19 ke 20,” papar bapak yang pernah belajar di SMU Katholik, Cendrawasih ini.

Bagi Ibrahim, hidup adalah perjuangan. Ia mencontohkan bagaimana para kekasih Allah seperti para Nabi zaman dahulu tak lepas dari cobaan berat. Tapi melalui perjuangan yang tak kenal lelah, para Nabi mendapatkan tempat mulia di sisi-Nya.

”Allah tidak memanjakan para Nabi ketika usahanya mentok, baru Allah akan menurunkan jalan keluar setelah ada usaha,” kisahnya. Ia mencontohkan, bagaimana Maryam memperoleh air zam-zam setelah melalui perjuangan panjang yang melelahkan.

”Adanya Jubilee ini saya yakin ada misi yang Allah selipkan dari besarnya sekolah ini, wallahua’lam,” tutur lelaki yang gemar mengikuti pengajian di kalangan habaib ini.

Bodyguard jadi Konglomerat

Muhammad Ali Ahmad

Kurun 7 tahun, Muhammad Ali Ahmad sukses membangun kerajaan bisnisnya di bidang pengadaan security berbendera PT Security Phisik Dinamika (SPD). Kini, ia memiliki karyawan tetap 120 orang dan pasukan security siap pakai sebanyak 3000 personil. Bagaimana kiatnya?

Muhammad Ali Ahmad (41) atau yang akrab dipanggil Alex adalah pendiri dan Direktur Utama PT Security Phisik Dinamika (SPD). Sebuah perusahaan jasa pengamanan yang dirintis sejak November 2000.

Alex muda, anak yang punya keinginan keras masuk dunia militer, namun keinginan itu tak tercapai lantaran sejak duduk di bangku sekolah menengah, ibunya, Zainab, tak mengijinkan putra bungsunya terjun ke dunia militer. ''Zaman dulu militer itu identik dengan perang, itu yang melekat dalam pemikiran ibu saya. Kalau ibu mau anaknya itu berhasil dalam bidang yang tidak usah menyangkut perang-perangan,'' kisahnya.

Kendati dilarang, tak membuat pria kelahiran Makassar, 18 Februari 1966 ini meninggalkan berbagai aktifitas yang identik dengan dunia kemiliteran. Bermodalkan hobi membentuk tubuh dan mengamankan orang lain, Alex yang bertubuh macho ini suatu ketika diajak temannya untuk menjadi bodyguard di bawah payung Consolidated Service International (CSI) tahun 1997—Sebuah perusahaan jasa pengamanan yang berpusat di Amerika dan memiliki puluhan cabang di dunia, termasuk Indonesia. Awalnya ia hanya sebagai physical security assistant, namun berkat kemampuannya ia menjadi chief security.

Tak lama di CSI, Alex pindah ke Bina Escorta Dinamika dengan jabatan terakhir Deputi Operasional (akhir 1998). Dari situ, Alex pindah lagi ke Sentral Security Fisik Indonesia hingga tahun 2000. Sampai tahun 2004, Alex tercatat pernah “mengawal” beberapa orang-orang penting di negeri ini. Sebut saja Menteri Perdagangan RI Fahmi Idris, mantan Pangkostrad Prabowo Subianto dan mantan Pangab Wiranto.

“Sejak awal saya memang pengawal. Ini memang sesuai dengan karakter dan jiwa saya,” tandas Alex mantan aktivis pecinta alam di Universitas Muslim Indonesia (UMI), Makassar ini.

Merasa sudah cukup mengetahui seluk beluk bisnis pengamanan, suami tujuh anak ini akhirnya mendirikan sendiri perusahaan di bidang pengamanan pada 22 Agustus 2000 dengan nama PT Security Phisik Dinamika (SPD). Dan ia pun menjabat sebagai Panglima di perusahaan yang ia rintis.

Tak semudah membalikkan telapak tangan, demikian kata bijak yang pas untuk menggambarkan usaha jasa keamanaan ini. Meski cukup mengetahui seluk beluknya, tak berarti bisnis yang dirintisnya ini tidak menemui kendala. ''Dari tahun 2001 hingga 2003 SPD mengalami perkembangan yang tak bagus, banyak cobaan. Baru tahun 2004 dan seterusnya mengalami perkembangan yang pesat,'' papar suami T Dilla Meiperina.

Menurut Ali, ada beberapa faktor penyebab kurang berkembangnya bisnis jasa ini, di antaranya izin resmi yang tak kunjung keluar dari pemerintah, kerja yang belum maksimal, dan fokus bisnis yang terlalu sempit. Yakni hanya mengandalkan order VIP protection yang orderannya sangat jarang. Untunglah, Alex menekuni bisnis ini bukan karena alasan bisnis semata. Tapi karena ia menyukai hal-hal yang berkaitan dengan olah tubuh dan pengamanan. “Karena hobby, bisnis ini tetap bisa bertahan dan berkembang seperti sekarang,” ucapnya.

Di tangan Alex-lah SPD yang semula hanya mengandalkan order VIP protection, kemudian memperluas jasa pengamanannya hingga meliputi pengamanan reguler dan manajemen parkir. Sejak itu SPD makin banyak anggotanya dan berkembang pesat.

Adapun visi yang dipegang oleh SPD ini adalah menyiapkan kader-kader security yang berkualitas dan profesional guna menunjang tugas pokok di bidang pengamanan yang berdaya guna dan berhasil. Sedangkan misinya adalah menjadikan Pusdiklat SPD sebagai sarana untuk mendukung kelancaran tugas pokok tenaga security yang profesional dan siap pakai. Ali menambhakan misi SPD yaitu menyiapkan kader security yang mempunyai disiplin tinggi, tanggap, loyalitas, dan bertanggung jawab demi menghadapi tantangan di bidang pengamanan, secara profesional.

Dengan visi dan misi yang jelas, karenanya tak heran SPD memiliki anggota yang tidak sedikit. Kini, anggota terdaftar di SPD sudah mencapai 3000 personil siap pakai. Sedikitnya terdapat 20 konsumen yang menggunakan jasa SPD saat ini.

Para pengguna jasa SPD tersebut antara lain Sampoerna Strategic Square, Lion Tower Building, Bapindo Plaza, Gedung Cyber, Pertani Housing, Villa Ampera Kemang, Penerbangan Wings Air, Gudang Bandara Mas, Gajah Mada Plaza, Mal Lippo Cikarang, Water Boom Lippo, Permata Berlian Reality, Taman Ria Senayan, Kawasan Bukit Sentul Real Estate Bogor, Jubilee International School, para anggota DPR dan MPR, tamu khusus Kedutaan Negara, pengusaha dan para ekspatriat.

Sarana prasarana SPD juga makin lengkap. Perusahaan yang mengantongi izin dari Kapolri tahun 2001 dan 2006 itu kini memiliki 20 mobil operasional kantor, 3 mobil pengawalan, 5 mobil pengamanan khusus VIP, 2 mobil patroli, 15 motor patwal, 7 mobil angkut pasukan Unimog dan Reo, 2 mobil anti huru-hara, mobil canon sebanyak 1 buah, 2 mobil ambulans emergency dan mobil Pusdiklat SPD 2 unit.

Begitu juga peralatan pengamanan security dan parkir, seperti detektor logam dan bom, CCTV, tongkat T, sistem alarm, CCTV, handy talkie, sangkur, borgol, dan lain-lain. Bahkan keberadaan Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) SPD di atas tanah seluas 3 Ha juga dilengkapi sarana halang-rintang layaknya pelatihan militer.

Untuk pengembangan bisnisnya kedepan, Alex tengah menyiapkan sebuah pusdiklat terpadu di atas lahan seluas 6 hektare di daerah Citereup, Bogor. Saat ini SPD memang masih menggunakan lahan sewa di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, untuk dijadikan sebagai tempat pusdiklat para calon personel security.

Pusdiklat terpadu ini, jelas dia, akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Antara lain ruang kelas yang memadai, perlengkapan aral lintang, fasilitas outbound, fitness center, kolam renang, asrama dengan daya tampung 2 ribu orang.

Di atas lahan tersebut, juga akan dibangun sebuah akademi security untuk jenjang diploma satu (D1). Setiap calon tenaga security yang akan dididik di akademi ini, kata Alex, tidak akan dipungut biaya apapun. ''Saat ini dalam proses pembangunan, dan Insya Allah akan dioperasikan akhir 2008 nanti,'' ungkapnya lelaki yang suka warna hitam ini.

Menurut Alex, pusdiklat itu sudah ada sejak satu setengah tahun lalu. Setiap calon tenaga security akan digembleng kurang lebih dua bulan oleh pelatih-pelatih yang didatangkan dari kalangan militer, polisi, maupun sipil terlatih. “Paling cepat 1,5 bulan. Materi kelas 35%, sisanya materi lapangan,” jelas Alex.

Di SPD ada tingkatan jenjang pelatihan. Untuk tingkat dasar butuh waktu 8 minggu; diklat lanjutan I, 5 minggu; diklat lanjutan II, 5 minggu; dan diklat penyegaran, 5 minggu. Untuk pendaftaran awal, seorang calon security dikenai biaya Rp 700 ribu guna membeli perlengkapan pribadi. Tapi begitu lulus, ia akan segera ditempatkan di berbagai instansi yang sudah bekerjasama dengan SPD.

Menurut Alex, keunggulan yang dimiliki SPD adalah memiliki ijin resmi dari Kapolda dan Kapolri, memiliki prasarana dan sarana yang cukup lengkap, didukung oleh tim instruktur terlatih dan berpengalaman di bidangnya, dipandu dengan kurikulum dan modul-modul diklat yang baku dan lengkap, selalu melakukan kerja sama dengan Polda Metro Jaya dalam penerbitan sertifikat dan KTA, security yang dihasilkan telah disalurkan ke berbagai instansi dan perusahaan di seluruh wilayah Jabotabek.

Setelah sukses membesarkan SPD, Alex pun mulai membentuk satu perusahaan lagi di bidang serupa dengan nama PT Setai Waspada Tanggap dan Tangguh (SWATT). ''Nantinya SWATT ini dikhusukan untuk mencetak tenaga security kelas B. Sedangkan SPD khusus untuk yang kelas A,'' ujarnya.

Meskipun perusahaan yang dikelolanya sudah cukup besar, Alex tetap tidak meninggalkan hal-hal prinsip dalam menjalankan tugas, yakni melakukan perencanaan, kerja keras, siap menderita, jujur dan ulet serta mendasari aktifitasnya dengan niat baik.

Ke depan, image security yang hanya bekerja menjaga di pos penjagaan harus berubah. Seorang security harus memiliki skill dalam berbagai hal, yaitu kemampuan memberikan layanan protection, melakukan investigasi, pengenalan bom, komputer, dan peralatan canggih lainnya.

Karenanya, tak jarang sekarang banyak gedung bertingkat yang memiliki teknologi canggih banyak dioperasikan oleh security. ”Security bukan lagi profesi pinggiran melainkan profesi yang bisa dibanggakan,” tandasnya. Obsesi Alex satu: menjadikan SPD perusahaan security kebanggaan bangsa Indonesia!

BOKS

Panglima yang Rajin Puasa

Matahari kian condong ke ufuk Barat. Pria dengan setelan safari hitam dengan rambut dikuncir sebahu nampak asyik dengan tasbih kecilnya, sesekali ia berkisah sembari menunggu kumandang azan maghrib dari televisi yang ada di kantornya.

Segelas air putih dan teh hangat menghiasi mejanya, nampak beberapa makanan ringan juga tertata rapi. ”Ayo mas sambil dimakan...” pintanya kepada Majalah Gontor yang saat itu bertandang ke kantornya.

Saat azan berkumandang, segelas air pelepas dahaga dan makanan ringan pun menjadi menu utamanya. Setelah seharian penuh tak makan dan minum karena berpuasa. Itulah salah satu tradisi yang sudah mengakar dalam diri Alex. Setiap hari Senin hingga Kamis, ia menjalani ibadah puasa sunnah.

Kebiasaan yang dilakukan Alex ini tak lepas dari didikan orangtuanya sejak kecil. Orangtuanya kerap memberikan contoh teladan dengan cara menjalankan puasa Senin-Kamis. Namu berbeda apa yang dilakukan oleh Alex, dirinya tak hanya puasa Senin-Kamis melainkan puasa Senin hingga Kamis setiap pekannya.

Selain puasa sunnah, Alex kerap mendapatkan didikan disiplin tinggi dari orangtuanya. Misalnya, ketika waktu antara maghrib dan isya’. Di antara dua waktu ini, Alex tidak diperbolehkan keluar atau beranjak dari rumah, pasalnya ia harus mengikuti acara pengajian atau wiridan.

Menurut Alex, dengan menjalankan puasa sunnah, dirinya merasa hidupnya ada yang mengontrol. Ada rambu-rambu yang menjadi pedoman bagi dirinya untuk tetap melakukan hal yang dianjurkan dalam agama.

”Dengan puasa hidup saya agar tidak lari tanpa arah. Hidup ini harus punya arti, karena hidup di dunia hanya sekali dan selanjutnya ke akhirat. Maka rugi sekali jika kita tidak memanfaatkan waktu dengan baik,” tegasnya.

Raup Rezeki dari Kue Lebaran

Beberapa wanita muda nampak sibuk menghiasi puluhan kue yang ada dalam nampan, ada yang memoleskan coklat di atas kue, ada yang memotong kue, ada yang merapikan ke sebuah toples ada juga yang asyik dengan adukan adonan kue kering.

Itulah pemandangan sehari-hari karyawan di tempat workshop Puspasari di bilangan Batu Tulis Jakarta Pusat. Aktifitas ini semakin ramai ketika pada hari-hari tertentu, misalnya menjelang lebaran, hari raya Imlek atau Natal.

Menurut pemilik usaha kue kering ini, Musa Yahya, usaha yang dilakoninya ini sudah ada sejak tahun 1970-an. Musa yang meneruskan usaha orangtuanya ini mulai berkiprah tahun 1984. Satu hal yang menjadi prioritas dari kue Puspasari ini adalah kualitasnya. Karena itu, tak heran jika kue kering ini masih banyak penggemarnya.

Awalnya, selain kue kering, Puspasari juga menjajakan kue basah namun melihat perkembangannya, kue basah ia tinggalkan karena produknya tidak bisa tahan lama sebagaimana kue kering yang bisa bertahan hingga setengah tahun. “Kue basah paling hanya bisa bertahan seminggu,” paparnya saat ditemui di kantornya.

Musa menyadari kalau usaha kue kering ini tak selamanya laris manis, ada momen-momen tertentu yang menjadikan kue kering ini digemari di masyarakat, misalnya ketika datang waktu lebaran, hari raya imlek atau natalan.

Menurut Musa, kebiasaan masyarakat yang mengonsumsi kue kering di waktu-waktu tertentu membuatnya harus pandai mencari solusi penjualan lain. Salah satunya dengan cara mengemas bungkus kue kering lebih menarik, dan tidak mengesankan sebagai kue lebaran. “Kami terus mencoba membangun image bahwa kue kering bukan untuk lebara saja,” katanya.

Selian membuat kemasan menarik, Musa juga mencoba melakukan ekspansi usahanya ke luar negeri, misalnya Singapura. Bagi Musa, pasar Singapura ternyata cukup baik untuk penjualan kue kering ini. Pasalnya, tak jarang pembeli Singapura memesan 120 karton atau sekitar 1000 toples.

Kue kering yang menembus pasar Singapura ini ternyata banyak dijajakan di supermarket, selain itu juga dijajakan di pinggiran jalan. ”Hasilnya lumayan bisa menutupi ketika hari-hari biasa,” katanya.

Bagi Musa, kue kering yang menjadi andalan usahanya ini cukup menggiurkan, tak heran jika dalam sehari ia bis amenghabiskan bahan-bahan roti sebanyak 60 kg atau omset yang ia miliki bisa mencapai Rp 25 juta per hari. Dari keseluruhan omset ini, ia bisa menyisihkan keuntungan sekitar 10 hingga 30 persen.

Saat ini, Musa mempekerjakan sekitar 100 karyawan, para karyawan menempati lahan seluas 1000 m2, dan sebagian karyawan juga menginap di mes. Para karyawan sebagian besar adalah karyawan musiman, hal ini untuk mengantisipasi menurunya penjualan di hari-hari biasa.

Pemasaran yang dilakukan perusahaan kue Puspasari ini awalnya hanya dari mulut ke mulut. Misalnya melalui beberapa saudara, tetangga dan lama-lama mulai merambah pertokoan. Bahkan Indomaret dan pasar swalayan lainnya juga menjajakan kue Puspasari ini.

Untuk mengenalkan produk kue Puspasari ini, Musa mendapatkan bantuan dari beberapa departemen dalam bentuk pembinaan UKM. Di antaranya Departemen Perdagangan, Kementerian Koperasi, Departemen Perindustrian, dan Departemen Tenaga Kerja.

Alhasil, usaha berbendera Puspasari ini kerap mengikuti pameran yang digelar pemerintah, baik tingkat lokal maupun global. ”Sejak tahun 2006, kami aktif mengikuti berbagai pameran, di antaranya Malaysia dan Singapura,” ujarnya.

Musa mengatakan, dampak dari pameran yang ia ikuti cukup memberikan perkembangan terhadap produknya. Di antaranya, produk Puspasari lebih dikenal oleh khalayak ramai, terutama dari pasar manca negara. Selain itu juga pasar domestik.

Momen mengikuti pameran tak ia sia-siakan, di antaranya menyebarkan brosur produk kuenya, melihat-lihat produk makanan lain sebagai bahan inspirasi produknya, mengikuti kegiatan seminar yang diadakan di pameran. ”Banyak manfaatnya ketika ikut pameran,” paparnya.

Selain pemasaran di pameran, Musa juga memberikan peluang kepada siapa saja yang ingin menjadi agen dengan diskon khusus. Ke depan, model pemasaran yang akan dikembangkan layaknya mirip Multi Level Marketing (MLM). Tapi semua itu masih mencari format yang tepat.

Bagi Musa, tampilan produk sangat mempengaruhi penjualan kuenya. Sebab jika tampilan luarnya bagus akan bisa menarik pembeli untuk mencobanya, tentunya diimbangi dengan kualitas bahan bakunya.

Untuk mengembangkan model produknya, Musa kerap melihat-lihat produk kue dari luar negeri, misalnya melalui majalah-majalah, internet dan lain sebagainya. Ketika ada yang baru dan memungkinkan untuk dicoba, maka Musa akan mencobanya.

Saat ini Musa memiliki banyak model jenis roti, misalnya model kipas, panda, black forest, putri laut, nastar daun, keju pita, lidah kucing, playboy, bangkit animals dan lain sebagainya. Berbagai ragam model kemasan ini bertujuan untuk menarik pembeli.

Produk yang dikeluarkan Puspasari ada empat model, yaitu ekonomis, reguler, spesial dan istimewa. Menurut Musa, produk yang banyak digemari pembeli adalah produk reguler. Sedangkan untuk produk spesial dan istimewa justru penggemarnya dari Singapura.

Adapun untuk harga per toplesnya, Musa mematok harga antara Rp 20 ribu hingga Rp 65 ribu. Merek milik Musa ini juga dilengkapi dengan sertifikasi halal dari badan POM guna menjamin produknya aman untuk dikonsumsi umat Islam.

Terkait dengan melonjaknya bahan baku pembuatan kue kering, Musa berharap kenaikan bahan baku kue bisa stabil sampai menjelang Ramadhan. Saat ini, kata Musa, hampir semua bahan baku kue naik. Namun kenaikan harga kue per toples tidak sampai 20 persen, kecuali kue-kue untuk segmen premium bisa naik sampai 25 persen.

Pengusaha yang sudah memulai usahanya sejak 1970 ini mengaku was-was jika harga bahan baku masih tetap tinggi, ketika pesanan kue mulai ramai. Kalau sudah begitu mau tidak mau harga jual naik dan konsumen akan mengurangi belanja kue ketika harga jual tinggi.

"Memang saya sudah siap jika sampai nantinya harga bahan baku kue tinggi. Caranya dengan menurunkan produksi. Artinya saya mengutamakan pesanan pelanggan tetap dulu," ujar Musa.

Sementara itu penghasil kue kering di Bandung Dedi Hidayat dan Diah Susilo ini berawal dari industri rumahan biasa. Tahun 1996, Diah mengembangkan hobinya membuat kue kering macam cheese stick, kastengel sampai nastar. Melihat kepiawaian sang istri, Dedi yang kala itu belum memiliki pekerjaan tetap lantas menawarkan kue buatan istrinya ke kerabat, tetangga serta koleganya.

Ternyata usaha ini mendapat respon positif. Perlahan tetapi pasti usaha kue kering Dedi-Diah mulai dikenal. Oleh sebab itu kemudian usaha ini diberi label Joicy.

Untuk memenuhi permintaan pelanggan, Diah merekrut warga sekitar rumah sebagai pekerja. Jumlah pekerjanya bisa bertambah apabila permintaan meningkat. Ini biasanya terjadi menjelang Lebaran dan Natal. Di saat puncak permintaan itu mereka bisa mempekerjakan sampai 120 orang.

Jenis produk kue keringnya juga terus bertambah. Bila sebelumnya hanya memproduksi cheese stick, kastengel dan nastar, maka produknya makin variatif. Ada kue corn flake cokelat, lidah kucing, mexicano cookies, strawbery bull hingga brownies. Agar cita rasa tak berubah, Dian tetap terlibat langsung dalam produksi.

Harga setiap kue keringnya variatif. Yang termurah adalah Rp 22.500 per toples. Sementara yang termahal adalah Rp 40 ribu per toples. Para pelancong yang datang berlibur di Bandung rasanya tak lengkap bila pulang tanpa membawa buah tangan kue kering Joicy.

Sebagaimana yang dirasakan Musa, Diah juga merasakan bahwa masyarakat belum menjadikan kue kering sebagai kudapan setiap hari. Lazimnya kue kering menjadi suguhan hanya saat Lebaran maupun Natal. “Memang puncak penjualan terjadi ketika Lebaran. Terkadang sampai Natal. Kalau pada bulan-bulan biasa tak terlalu banyak pembeli,” ungkapnya.

Kala Lebaran lalu produksi yang dihasilkan sampai 50 ton. Atau setara dengan sekitar 8000 lusin. Selama bulan puasa omset yang diperoleh sampai mencapai Rp 2 miliar. Omzet ini jauh lebih besar di bandingkan omzet rata-rata.

Usaha Jilbab Online


Bagi kaum hawa, berbisnis tak harus seharian di luar rumah. Di dalam rumah pun bisnis bisa dijalankan. Mungkin bisnis yang satu ini boleh dijajal, yakni bisnis jilbab via online. Mau tau? Ikuti kisahnya.

Lihat saja semangat kedua ibu rumah tangga Agustina Udayasari dan Sukmasari ini. Sebelum terjun di bisnis online, keduanya bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan besar, namun karena pertimbangan ingin mengasuh anak lebih intensif, akhirnya keduanya memilih bisnis yang bisa dijalankan dari rumah, yakni membuka toko online, alias via internet.

Tak pelak, keduanya pun bisa fokus mengasuh anak, bisnis pun berkembang. Keduanya memilih jilbab dan busana muslimah sebagai ladang bisnisnya, karena keduanya tak akan pernah basi dipasarkan.

Agustina Udayasari atau yang akrab dipanggil Tina ini menjalankan bisnisnya melalui dua jalur, yakni jalur toko offline dan online. Ibu dua anak ini memulai usahanya sejak tahun 2006. Modal awal yang disiapkan hanya Rp 6 juta.

Saat ini toko online yang dibangun Tina ada tiga buah, yaitu omahkerudung.com, rumahmuslim.com, dan azkacollections.com begitu juga toko offline yang dikembangkan sudah ada tiga tempat, yaitu rumah kerudung lamara, rumah baju lamara dan azka collections, semuanya berada di ITC Cempaka Mas, Jakarta.

Sebelum mengambil keputusan berbisnis jilbab, Tina yang lulusan Elektro Univesitas Indonesia jurusan komputer ini pernah berdagang produk selimut sisa ekspor, batik, dan bantal cinta. Produk-produk itu ia pasarkan ke beberapa teman yang ada di perkantoran. Namun hanya bertahan tiga bulan, setelah itu ia beralih ke produk jilbab.

”Waktu itu benar-benar memulai dari nol tanpa memiliki background bisnis sama sekali,” kisahnya.

Alasan memilih jilbab, karena jilbab sekarang sudah menjadi barang yang biasa digunakan Muslimah. Bahkan tampilannya yang modis membuat jilbab banyak diminati Muslimah. Selain itu, karena modis, maka pemakaiannnya pun juga cepat. Alias cepat ganti-ganti. Hal ini berbeda dengan jenis pakaian.

Produk jilbab yang dijajakan Tina berasal dari produsen ternama seperti Lamara, bahkan di Jakarta hanya ada di dua tempat, yakni di outletnya dan pusat grosir Cililitan. ”Saya bersyukur bisa menjadi distributornya, dan alhamdulillah sekarang berkembang, ” paparnya.

Dengan bermodal keyakinan bahwa bisnis yang dijalaninya bisa berkembang, akhirnya ia tekuni bisnis ini menjadi lebih besar. Pangsa pasarnya pun mampu merambah ke manca negara. Seperti Singapore, Malaysia, Brunei, dan Australia. Sedangkan untuk wilayah Indonesia, mulai dari Sabang hingga Papua.

Tak heran jika dalam sebulam sekitar 5.000 buah lebih jilbabnya bisa dijual ke konsumen. Tina mengaku dalam sebulan omsetnya bisa mencapai angka Rp 300 juta. Sedangkan keuntungannya, Tina mengambil sekitar 10 persen.

Tina membandrol jilbabnya kisaran harga mulai Rp 25 ribu hingga Rp 75 ribu, namun kelebihan dari jilbabnya bahan yang digunakan dari bahan Lycra produksi China, yang kualitasnya halus dan nyaman dipakai.

Melihat pemasaran yang cukup baik, ibu yang pernah menjadi karyawan Indofood ini berencana membuka satu toko offline lagi di tempat yang terpisah. Rencananya sesudah lebaran, toko tersebut sudah bisa beroperasi.

Untuk memaksimalkan pelanggan, Tina menempuh jalur dunia internet untuk pengembangan pemasaran. Jika sudah mengenal lewat online, tak jarang para konsumen beralih ke offline untuk melihat langsung produknya.

Ibu dua putra ini mengaku kalau dirinya banyak terbantu dengan model online, pasalnya pangsa pasarnya bisa menembus lintas batas, hingga ke manca negara. Inilah yang menjadi alasan mengapa ia memiliki tiga toko online. ”Dalam sebulan bisa mencapai lebih dari 2.000 orang pengunjung online,” paparnya.

Menurut istri dari Teguh Atmajaya ini, untuk mendapatkan pengunjung yang banyak di webistenya, ia berusaha mengoptimalkan Search Engine Optimization (SEO) di google supaya mendapatkan rating tinggi, melalui email-email dan milis.

SEO menurut Tina merupakan salah satu trik bagi para penjual online, bukan hanya untuk goods tapi juga untuk services, sehingga ketika seseorang mencari kata kunci tertentu via mesin pencari (search engine) seperti google atau yahoo, maka webnya akan tampil di halaman awal.

Dalam menjalankan bisnisnya, Tina merasa mengalami kendala di bidang sumber daya manusianya. Karena untuk sistem online, tenaga yang mengoperasikan dirinya sendiri bersama suami. Karena belum ada delegasi yang tepat untuk sistem online ini. Sedangkan di toko offline, ia masih mencari tim yang lebih baik.

Untuk sistem online, Tina hanya mengeluarkan kocek sebesar Rp 300 ribu per tahun untuk membayar domain dan hosting. Sedangkan untuk IT-nya dirinya mengandalkan sang suami yang juga orang IT.

Bagi Tina, berwirausaha itu tidak sesulit yang dibayangkan orang. Siapa pun bisa menjadi pebisnis ulung. Modalnya adalah keyakinan dan semangat dalam menjalankannya. ”Siap action !" tegasnya.

Selain itu, seseorang harus memiliki keyakinan atas apa yang difikirkan atau yang diimpikan. Artinya, dengan keyakinan yang kita bentuk dalam fikiran, akan menarik dan mendekatkan kita kepada impian yang kita bentuk dalam fikiran.

Menurut Tina, sebagian orang mengatakan bahwa bisnis ibarat pisau bermata dua, yakni satu sisi menghadirkan kegagalan dan sisi lainnya mendatangkan kesuksesan. Memang ada benarnya, karena bisnis memiliki dua resiko, untung dan rugi.

Tapi ingat, tambah Tina, bahwa bukan hanya bisnis yang memiliki dua resiko yang bertolak belakang namun hampir seluruh aspek kehidupan ini akan menemui dua kutub yang berbeda, misalnya kaya dan miskin, sehat dan sakit, tua dan muda surga, dan seterusnya.

So, saran saya jangan pernah takut terhadap pilihan yang kita buat saat ini. Pilihan ini akan mewujudkan mimpi menjadi kenyataan,” tegasnya.

Berbeda dengan Tina, Sukmasari memilih toko online karena lebih mudah menjalankannya. Sukma memulai usaha bisnis sejak Juli 2007. Awalnya ia sebagai pegawai kantoran yang menerima gaji bulanan. Namun jiwa wirausahanya yang terus muncul membuatnya harus melepas pekerjaannya dan beralih ke usaha jilbab.

Dengan modal hanya Rp 700 ribu, ia memanfaatkan internet dalam rumahnya untuk menjaring pelanggan dari berbagai penjuru di Nusantara bahkan manca negara. Bagi Sukma, pemasaran melalaui internet memudahkannya untuk menampilkan berbagai macam produk dan modelnya kepada customer.

Ibu satu anak ini memasang produknya di nadirahouse.blogspot.com ini merasa setiap bulannya ada peningkatan pengunjung yang mampir ke bloggernya. Pada desember 2007 pengunjungnya sudah mencapai 1.985 orang. Dan akhir Mei 2008 pengunjung nadirahouse meningkat menjadi 4.638 orang.

Setelah tetangga mengetahui kalau Sukma hanya mengakses internet dalam pemasaran usahanya, para tetangga pun mulai belajar internet dan ada beberapa yang mencoba melakukan pemasaran produk lain via internet. ”Bersyukur tetangga jadi melek internet,” paparnya.

Saat ini Sukma belum memikirkan membuka toko offline, ia lebih suka toko online, pasalnya selain cost bulanan yang cukup ringan, pemasaran juga mudah dan murah. Karena tidak membutuhkan tenaga pemasaran. ”sebenarnya banyak yang menyarankan buka offline, tapi nanti dulu,” paparnya.

Sukma menceritakan, dari hasil riset yang ia lakukan di salah satu mall grosir di Cililitan, bahwa sewa tokonya mencapai Rp 20 - 30 juta per tahun. Selain itu juga harus memerhitungkan gaji karyawan, biaya kebutuhan listrik atau kebersihan.

Kendati pemasarannya bergerak di dunia maya, omset yang ia raup dalam sebulan tak kalah dengan toko-toko offline, yaitu Rp 50 juta per bulan. Dari total nilai omset, Sukma mengambil untung antara 10 hingga 25 persen. ”Ini cukup membesarkan hati saya untuk lebih fokus kepada bisnis online ini,” paparnya.

Bagi istri M Zenial Budiman ini, bisnis online ini tantangan buat dirinya, ”Saya ingin membuktikan bisnis online tidak kalah omsetnya dengan bisnis offline. Kalau orang lain buka toko offline ke dua, ketiga, dst...saya rencanakan buka toko online kedua, ketiga, ...” paparnya.

Sukma memang tidak membuat sendiri jilbab yang dipasarkan. Tapi ia mengambil dari beberapa produsen jilbab seperti Maiara, Zatta, el Zoya, dan Arrina. Model-model jilbab yang layak jual, ia tampilkan di bloggernya. Jika ada pesanan dari pelanggan, ia tinggal mengambil barangnya.

Harga yang dipatok pun berfariasi, harga eceran mulai Rp 34 ribu hingga Rp 70 ribu. Sedangkan untuk harga grosir lebih murah. Misalnya yang harga Rp 34 ribu menjadi Rp 24 ribu.

Kini, pelanggannya sudah merambah pasar luar negeri, misalnya ke Malaysia, Singapore, Australia, Denmark, dan Seattle USA. Sedangkan untuk pasar dalam negeri mulai dari Aceh hingga Papua. ”Alhamdulillah bisnis saya jalan, saya juga bisa mengasuh anak sendiri di rumah,” ungkapnya. [] roji

BOKS

10 Tips Mengelola Toko Online

Beberapa tips bagi Anda yang akan atau sudah membuka bisnis online khususnya toko online:

1. Tumbuhkan kepercayaan pada toko online Anda. Misalnya menunjukkan indentitas jelas. Mencantumkan nama, alamat lengkap bahkan foto pelaku usahanya, jadilah orang yang gaul di internet dengan cara aktif dalam mills ataupun blog-blog agar dikenal.

2. Rajin memberi tips dan trik. Jangan hanya mengisi toko dengan pajangan produk jualan saja tetapi juga dengan newsletter unik dan bermanfaat yang berkaitan dengan produk jualan yang ditawarkan.

3. Bergaul dengan google, caranya sering mengupdate data-data dalam toko online Anda. Karena google juga akan mengupdate data Anda secara otomatis.

4. Bangunlah kredibilitas dengan cara tidak hanya menjual produk tapi juga mengenali produk. Misanya, jika menjual baju sebaiknya juga menyediakan newsletter yang berkaitan dengan tips.

5. Tampilkan testimoni dari pembeli, hal ini menggambarkan bahwa banyak yang menyukai toko online Anda.

6. Buatlah pengunjung dan permbeli merasa nyaman, dengan nilai lebih dari toko online seperti newsletter yang menarik, isi yang sering di-update dan situs yang interaktif terhadap pengunjung.

7. Bangunlah komunitas, karena dengan menciptakan pelanggan yang loyal, ke depannya bila menjual produk lain maka pembeli akan langsung percaya.

8. Membangun sistem afiliasi, dengan membiarkan orang lain menjadi salah satu agen kita.

9. Hindari spam yaitu mengirim email yang mengenalkan toko kita ke sembarangan email orang lain tanpa diminta. Hal ini hanya akan menurunkan kredibilitas toko online Anda.

10. Beriklan lewat artikel. Dalam arti buatlah bahasa iklan seperti membaca artikel karena tidak ada satu pun orang suka membaca iklan. [] berbagai sumber

Curug Gentong Membawa Untung


Awalnya sekedar hobi membuat miniatur taman, akhirnya hobi pun menjadi lahan bisnis baru bagi Rery Endrico, yaitu bisnis curug gentong. Bagaimana kiatnya?


Menghadirkan nuansa alami di lingkungan rumah tak perlu biaya mahal. Pasalnya, nuansa alami itu bisa dikemas dalam sebuah gentong. Melalui tangan kreatif pasangan suami istri Rery Endrico dan Rita Apriyanti ini gentong yang biasa digunakan sebagai tempat air beralih menjadi hiasan rumah atau perkantoran. Tak hanya keindahannya yang menggoda tapi juga rezeki dari hasil gemericik air dalam gentong.

Waktu itu, tahun 2003, dengan modal awal Rp 5 juta, Rico membuat landscape yang dinamai curug gentong. “Curug dalam Bahasa Sunda berarti air terjun, sedangkan gentong merupakan medianya. Jadi, curug gentong berarti air terjun di dalam gentong,” paparnya.

Untuk menciptakan nuansa alam di dalam gentong, Rico menggunakan berbagai macam bahan baku seperti limbah batu apung, kerikil, semen, dan kayu yang dibentuk sedemikian rupa. Selanjutnya, dengan lem khusus, bahan-bahan tersebut direkatkan ke dalam “perut” gentong. Untuk membuatnya lebih indah, curug gentong ini dihiasi dengan lampu air berkekuatan 10 watt sampai 25 watt atau lampu bohlam berkekuatan 5 watt.

Rico mengakui, untuk membuat curug gentong ini, Rico mengeluarkan budget sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta setiap bulannya. Dana tersebut untuk membeli 100 gentong dalam berbagai ukuran dan bentuk.

Untuk mendapatkan hasil gentong yang berkualitas, ia menjalin kerja sama dengan perajin gentong di Plered, Purwakarta. “Dalam sebulan, rata-rata terjual 50 gentong,” kata lelaki yang rata-rata meraup omset Rp 5 juta hingga Rp 15 juta per bulannya ini.

Adapun harga yang dipatok oleh Rico untuk setiap gentongnya berkisar antara Rp150 ribu hingga Rp 750 ribu.

Mulanya, gentong curug yang ia rintis ini diminati para tetangga yang silaturrahmi ke rumahnya. Dari situlah, tetangga membeli gentong garapannya. Hingga akhirnya menyebar dari mulut ke mulut.

Kini, pemasaran curug gentong ini telah merambah sampai wilayah manca negara, misalnya Malaysia, Singapura, Jepang, Filipina dan Newzeland. Sedangkan untuk wilayah dalam negeri, hiasan gentong ini telah masuk ke wilayah Batam, Pekanbaru, Samarinda, Lampung, Sumatera Barat, Malang, Surabaya, dan Ternate. “Sedangkan untuk mancanegara dilakukan oleh buyer,” ungkapnya.

Selain dari mulut ke mulut, Rico juga melakukan pemasaran melalui pameran-pameran yang diikutinya. Keberhasilan ini bukan hanya mengangkat nama Rico sebagai pengusaha sekaligus pembuat curug gentong tapi juga Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Depok, Jawa Barat. Akhirnya, instansi pemerintah Depok itu menetapkan karya Rico sebagai salah satu produk unggulan kota Depok.

Rico mengaku tidak memasukkan produknya ke beberapa art shop atau gallery. Bukannya tak ada permintaan untuk hal tersebut, namun menurut Rico karena produk yang dijualnya ‘bukan barang biasa’, yang bisa dibiarkan begitu saja tanpa ada perawatan.

Curug gentong ini perlu perawatan rutin agar tidak rusak. Misalnya, harus menambahkan air setiap dua pekan sekali atau membersihkannya sebulan sekali. Hal ini mungkin sulit dilakukan secara rutin oleh petugas toko tempat barang ini dititip. ”Bisa-bisa barang saya jadi rusak. Kalau sudah begitu, kan, bisa sia-sia kerja saya. Makanya saya putuskan tidak menitipkan di art shop atau gallery, meski ada permintaan untuk itu,” tandasnya.

Saat ini, Rico membangun ruang pameran di rumahnya sendiri. Jika ada pembeli datang, bisa langsung memilih sesuai yang diinginkan. Seiring makin derasnya permintaan, dia merekrut enam karyawan yang masing-masing menghasilkan enam curug gentong per tiga harinya.

“Saya mengajarkan pembuatan curug gentong ini pada istri dan ketiga anak saya. Boleh dibilang merekalah murid saya pertama. Sekarang mereka sudah menguasai pembuatannya dan aktif membantu. Selain itu istri saya juga terlibat dalam manajemen usaha ini,” tuturnya.

Bagaimana jika produknya dijiplak. Rico menanggapinya dengan santai, dan tak merasa khawatir dengan penjiplakan. “Kalau ada yang menjiplak, ya bagus lah, berarti ikut mengentaskan pengangguran. Saya tidak merasa tersaingi, saya sudah siap kok,” ujarnya.

Baginya persaingan justru lebih bagus semakin memacu kreativitas. Kuncinya kreatif, inovatif dan desain harus terus diperbaharui. Misalnya, curug gentong yang tampak seolah mengeluarkan asap, curug gentong aromatherapy, curug gentong yang bisa digantung dan curug dalam pigura.

Untuk meningkatkan penjualan, ia aktif berpromosi. Di samping itu, juga melayani mereka yang membeli untuk dijual kembali dengan sistem beli putus. “Tapi, setelah satu bulan curug gentong yang mereka ambil ternyata tidak laku, mereka boleh mengembalikannya untuk tukar model,” ujarnya.

Servis seperti itu tidak hanya diberikan Rico kepada para distributor, tetapi juga kepada para konsumennya. Pasalnya, tak jarang karena berbulan-bulan terkena air, catnya memudar. Karenanya, konsumen bisa meminta untuk dilakukan pengecatan ulang dengan charge 50 ribu hingga Rp100 ribu. Tapi, hal ini hanya boleh dilakukan setelah enam bulan curug gentong itu dibeli.

Bahkan bila konsumen merasa bosan dengan model curug gentongnya, mereka dapat menggantinya dengan menukar tambah sebesar Rp 50 ribu. “Syaratnya, barang tidak dalam kondisi rusak atau cacat,” lanjut bapak lima anak yang juga hobi melukis dan teater ini.

Selain curug gentong, Rico juga membuat berbagai miniatur taman berikut air terjunnya untuk digantung dengan media kayu, sehingga mirip dengan lukisan. Selain itu, juga membuat taman dan air terjun mini dalam pot bonsai, kaleng biskuit, atau guci.

Untuk meningkatkan bisnisnya ini, Rico rela melepaskan status karyawan di perusahaan swasta dan kini bahu membahu bersama sang istri membesarkan usahanya ini.

Event-event pameran ia ikuti mulai dari pameran yang digelar Dekransda Depok, SMES’CO, Indonesia Expo, ICRA atau Inacraft. Bahkan beberapa media mengangkat bisnis curug gentong ini. Gayung pun bersambut, melalui tayangan berbagai media baik elektronik maupun cetak, usahanya kian dikenal masyarakat.

Produk curug gentong yang ia geluti ternyata mendapatkan perhatian dari pemerintah kota Depok, hingga akhirnya ia mendapatkan penghargaan karena menjadi juara ketiga Kreatifitas Terbaik se-Jawa Barat tahun 2006.

Untuk menjadi agen syaratnya sangat mudah. Menurut Rico, calon agen harus membeli minimal 6 buah curug gentong dengan berbagai model. Penamaannya pun diserahkan kepada si agen. ”Agen punya hak untuk memberi nama outletnya,” katanya.

Selain membuka pendaftaran agen, Rico ternyata peduli dengan generasi muda. Lihat saja, kegiatan rumahan ini juga ia tularkan kepada mahsiswa di wilayah Depok, seperti kampus Gunadarma.

Setiap tahunnya, ia membuka kursus gratis untuk mahasiswa atau siswa. Namun tiket gratis tak berlaku bagi calon peserta dari kalangan umum. Untuk 60 jam pertemuan, peserta dikenai biaya Rp 2.5 juta. ”Alhamdulillah, rata-rata mereka pulang dengan membawa hasil karyanya sendiri dan bisa menjualnya ke orang lain,” paparnya.

Menggali Bakat di Dunia Iklan


Nur El Yakin

Ia pernah nyantri, ia hidup di dunia entertainment yang cenderung bebas. Bagaimana ia tak terpengaruh bahkan mempengaruhi? Ikuti kisahnya.

Siang itu, suasana kampus Interstudi di bilangan Panglima Polim, Jakarta Selatan nampak riuh oleh para mahasiswa. Mereka ada yang diskusi, buka-buka buku, ngobrol seputar materi di kampus, ada juga yang sekadar nongkrong menunggu jam masuk kuliah.

Adalah Nur El Yakin yang biasa dipanggil teman-temannya Nanang, mahasiswa jurusan Desain Grafis ini nampak berbeda dengan teman sekampusnya, terutama nasibnya. Pasalnya, meski sebagai mahasiswa, ia bisa mengatur waktunya untuk kegiatan mencari rezeki, yakni menjadi bintang iklan dan pemeran film anak-anak.

Nanang, lajang kelahiran Tangerang 27 September 1979 ini suka tampil dengan kaos oblong berbalut jaket, celana ketat, tas kecil di pahanya, kalau anak sekarang menyebut ’tampil gaul’.

Tampilannya yang gaul suka dipadu dengan jock-jock yang menyasar teman-teman sekampusnya. Tak heran, jika tawa pun sering pecah di antara kerumunan mahasiswa Interstudi.

Humoris tapi kreatif. Inilah yang melekat pada diri Nanang. Maklum saja, Nanang sejak belajar di pesantren Gontor memang suka menggambar karikatur, baik untuk konsumsi sendiri atau dipajang di majalah dinding. Makanya tak heran jika gambar-gambar yang dibuatnya terkadang mewakili imajinasinya yang kocak.

Suatu hari, di tahun 2001, sikap kocak, humoris, yang dipunyai Nanang menjadi senjata ampuh untuk mengembangkan bakatnya. Saat itu, ketika sebuah perusahaan besar yang memproduksi baterai bermerk ’National’ membutuhkan sosok kocak untuk memerankan iklan produknya.

Melihat peluang ini, Nanang tak tinggal diam. Ia pun mencoba ikut daftar menjadi peserta casting. Saat itu, kebetulan tes castingnya berada di kampus, jadi ia bisa leluasa mempersiapkan dirinya. Dengan kemampuan seadanya ditambah bisa acting kocak, ia pun harus bersaing dengan 200-an peserta. ”Awalnya saya nggak yakin bisa kepilih karena pesaingnya banyak sekali,” paparnya.

Dari 200-an peserta yang diambil hanya satu orang. Nanang pun hanya bisa berusaha semaksimal mungkin memberikan apa yang dibutuhkan oleh penguji tes. Baginya, kapan lagi bisa ikut tes kalau tidak dimulai. Kesempatan mahal harganya. Akhirnya dengan niat mencari rezeki Allah, ia pun memantabkan dirinya ber’tarung’ dengan para peserta lain. Alhasil, setelah sepekan menunggu hasilnya menggembirakan, ia pun terpilih.

Haru, syukur, dan senang perasaan Nanang saat itu. Ia lalu sujud syukur atas kelulusannya. Ia merasa, bahwa apa yang dihasilkan itu berkat doa kedua orangtuanya dan izin Allah. ”Alhamdulilah, berkat doa orangtua, saya lolos,” kenang putra dari pasangan Lahmudin dan Ena Roslainah ini.

Sebelum dinyatakan lolos oleh panitia, selama itu ia pernah berangan-angan, bagaimana rasanya bisa masuk televisi. Angan-angan itu pun terwujud. Dirinya berkali-kali muncul di layar televisi meski hanya beberapa detik, baginya hitungan detik menjadi sangat berarti ketika ia memasarkan sebuah produk.

Gayung pun bersambut, tampilannya dalam beriklan ternyata mengundang orang-orang di bidang advertising berminat memakai jasa Nanang. Bahkan produk baterei ini pun memercayakan sosoknya untuk yang kedua kalinya.

Permintaan untuk menjadi bintang iklan, akhirnya datang silih berganti. Ia pun kadang tak sendirian memerankan acting dalam iklan, ia pernah bersanding dengan orang-orang yang selama ini hanya ia lihat di layar kaca. Seperti Komeng, Bajuri, Basuki (alm), dan lain sebagainya.

Menurut hitungan Nanang, hingga saat ini sudah ada 25 tayangan iklan yang memakai jasa kekocakannya. ”Alhamdulillah jadi pemeran terus dan tak pernah ecek-ecek, I am sorry...” ucapnya sambil mengekspresikan kekocakannya.

Mujur, dari aktivitas iklan ini ia bisa meringankan beban orangtuanya dalam membiayai kuliahnya, yang saat ini dalam proses skripsi.

Tak hanya dunia casting ia jalani, ia juga mengembangkan bakatnya di dunia layar lebar. Masih sebagai tampilan yang kocak, di film anak-anak dengan judul ’Liburan Seru’ ini, ia memerankan seorang penjahat.

Film besutan sutradara Sofyan D Surza ini akan digelar perdana di Planet Hollywood, Jakarta Selatan pada bulan Juli mendatang. Film berdurasi 90 menit ini bercerita tentang petualangan seorang anak ketika menikmati liburan sekolah. Di situlah, ia perankan sosok penjahat culun. ”Namanya film anak-anak jadi penjahatnya cari yang culun-culun, seperti saya,” terangnya sambil mengulas senyum.

Bermain di dunia layar lebar, bagi Nanang pengalaman pertamanya. Karenanya, ia terus beradaptasi dengan karakter yang ia perankan. Sebagai penjahat culun, tentunya ia harus bisa memainkan mimik atau sikap sebagaimana orang culun, bodoh, alias bloon. Awalnya, merasa sulit, tapi dengan usaha keras akhirnya karakter itu bisa ia lakukan. ”Tonton aja filmnya lucu loo,” katanya.

Apakah tertarik dengan dunia sinetron? Saat pertanyaan itu meluncur, Nanang hanya menjawab, ”Tertarik sih, kalau ada tawaran, semua bisa dicoba,” katanya. Nanang juga memberi syarat jika mau main sinetron, asal perannya tidak yang cabul-cabul karena urusannya bisa panjang.

Namun, ia lebih menikmati layar lebar daripada sinetron, pasalnya prosesnya kalau film lebih pendek, sedangkan untuk sinetron terlalu panjang waktu yang dipergunakan untuk syuting.

Untuk film barunya itu, ia hanya menghabiskan waktu sebulan, itu pun sudah menjadi tayangan film. Berbeda dengan sinetron yang membutuhkan waktu berbulan-bulan, karena waktu tayangnya juga panjang.

Nanang mengakui, kalau dirinya tidak terlalu ngoyo di dunia entertainment. Ke depan, imbuhnya, dirinya akan fokus pada dunia desain grafis yang sekarang jadi studinya. ”Saya mau fokus ke desain aja. Casting sambil menyelam minum air,” ujar putra kelima dari enam bersaudara ini.

Dunia desain grafis yang ia tekuni selama ini juga sudah membuahkan hasil, padahal skripsinya hingga tulisan ini diturunkan masih dalam penyelesaian. Salah satu karyanya adalah interior kantor Doraemon di bilangan Kemang, Jakarta Selatan.

Selain itu juga masih banyak order dari perusahaan-perusahaan kontraktor perumahan yang memakai jasa grafisnya. Begitu juga sebuah warung betawi yang ada dekat rumahnya, juga garapan Nanang.

3 Kiat Jaga Diri

Tak dipungkiri, aktivitasnya di dunia advertising membawanya pada lingkungan pergaulan bebas. Bagi Nanang yang juga jebolan pesantren Gontor, hal ini menjadi ujian paling berat.

Dunia glamour para selebriti maupun calon selebriti yang kerap menghiasi kehidupannya menjadi tantangan tersendiri baginya. Apalagi, ia juga aktif dalam kegiatan mencari bibit-bibit menarik untuk sebuah iklan produk, yakni aktivitas casting.

Bahkan saat ditemui Majalah Gontor pun, ia terlihat sibuk menyeleksi orang-orang yang layak dan pantas menjadi pemeran iklan minuman berenergi sekelas Mizon di rumah susun di bilangan Tebet, Jakarta Selatan. Jumlahnya, imbuhnya, bisa mencapai ratusan orang.

”Kalau tak bisa menjaga diri, bisa saja saya menyalahgunakan peran saya untuk hal-hal yang tak pantas,” katanya.

Sekelilingnya boleh kehidupan glamour dan poya-poya, wanita-wanita cantik yang haus popularitas, tapi bagi Nanang semua itu hanya semu dan menyenangkan sesaat. Menurutnya banyak orang yang mengejar-ngejar bisa acting dan terkenal di televisi, lalu menggunakan segala macam cara.

Menurut pengakuannya, banyak peserta yang kelebihan uang, tapi karena ingin dikenal, maka ia menggunakan cara yang tak pantas. Dan kejadian seperti ini, kerap ia temui saat menjaring para peserta casting. ”Apa pun dilakukan sampai menjual diri,” ungkapnya.

Ada beberapa kiat yang ia pakai dalam menghadapi lingkungan yang cenderung bebas. Pertama, ia selalu ingat yang menciptakan dirinya. Bagi Nanang, dirinya tak berarti tanpa campur tangan Yang Kuasa, Allah. Kedua, ingat orangtua. Orangtua, bagi Nanang sosok yang banyak memberikan arti dalam kehidupannya, karenanya ia selalu meminta doa orangtua dan mendoakan orangtua. Ketiga, ingat pesantren Gontor. Bagaimana pun juga, sosok Nanang adalah pernah nyantri di sebuah pesantren besar bernama Darussalam, Gontor.

”Saya selalu teringat wejangan-wejangan yang kerap disampaikan saat belajar di Gontor, salah satunya, hidup sekali hiduplah yang berarti,” kenangnya.

Selain itu, ia juga mencoba menerapkan kandungan sebuah mahfudlat yang berbunyi ’man jadda wa jadda’ barang siapa bersungguh-sungguh maka akan memetik hasilnya. Bukan omong kosong, Nanang pun membuktikan hikmah dalam kalimat sakti tersebut.

Kendati ia terkenal dengan produk-produk iklannya, Nanang merasa itu hal yang biasa. Baginya, aktivitasnya ini akan menjadi luar biasa ketika dirinya bisa pergi ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji.

Obsesi Mempekerjakan Preman

Kehidupannya yang dekat dengan dunia bebas, membuatnya kerap bertemu dan kumpul dengan para preman, semisal di wilayah Blok M. Tak jarang, ia disapa secara tiba-tiba oleh preman terminal atau pasar. Meski awalnya Nanang tak kenal. ”Sempet kaget sih, tapi setelah lama akhirnya akrab,” ungkap tamatan Madrasah Aliyah Pondok Labu ini.

Tak jarang, Nanang pun harus ikut di kelompok para preman meski tak melakukan apa yang biasa mereka lakukan, seperti ngedrag, cimeng, diskotik atau lainnya. Kuncinya, imbuh Nanang, harus tegas saat pertama kali bertemu mereka. ”Jika plin-plan, mereka akan mencekoki kita dengan kebiasaan mereka,” jelasnya.

Bahkan, kata Nanang, kalau preman sudah mengenal seseorang yang tidak memakai ngedrug, cimeng sejak awal, maka ia akan konsisten untuk tidak menawarkan kepada yang dari awal bersih.

Nanang sebenarnya memiliki misi suci ketika ia berhadapan pada segerombolan preman yang ia temui. Misi itu adalah memberikan pekerjaan yang layak agar mereka produktif, namun dengan syarat mereka harus shalat lima waktu. ” Mabuk gak apa-apa yang penting shalat dulu,” tegasnya.

Sebagai seorang yang pernah nyantri, ia kerap menyindir teman-temannya untuk shalat. ”Ayo shalat ntar di shalati mau nggak?” begitu sindiran yang kerap meluncur dari bibir Nanang.

Bersyukur, meski dengan sindiran singkat namun sering, ia bisa mengajak sebagian preman beralih jalur ke arah yang lebih baik, misalnya sudah mau menjalankan shalat meski pun masih ngedrag. Bagi Nanang, semua butuh waktu dan proses. ” Ya semua kembali ke hati masing-masing dan jika bersamaan dengan hidayah Allah akan ikut juga,” tuturnya. [] roji