Selasa, 09 September 2008

Raup Rezeki dari Kue Lebaran

Beberapa wanita muda nampak sibuk menghiasi puluhan kue yang ada dalam nampan, ada yang memoleskan coklat di atas kue, ada yang memotong kue, ada yang merapikan ke sebuah toples ada juga yang asyik dengan adukan adonan kue kering.

Itulah pemandangan sehari-hari karyawan di tempat workshop Puspasari di bilangan Batu Tulis Jakarta Pusat. Aktifitas ini semakin ramai ketika pada hari-hari tertentu, misalnya menjelang lebaran, hari raya Imlek atau Natal.

Menurut pemilik usaha kue kering ini, Musa Yahya, usaha yang dilakoninya ini sudah ada sejak tahun 1970-an. Musa yang meneruskan usaha orangtuanya ini mulai berkiprah tahun 1984. Satu hal yang menjadi prioritas dari kue Puspasari ini adalah kualitasnya. Karena itu, tak heran jika kue kering ini masih banyak penggemarnya.

Awalnya, selain kue kering, Puspasari juga menjajakan kue basah namun melihat perkembangannya, kue basah ia tinggalkan karena produknya tidak bisa tahan lama sebagaimana kue kering yang bisa bertahan hingga setengah tahun. “Kue basah paling hanya bisa bertahan seminggu,” paparnya saat ditemui di kantornya.

Musa menyadari kalau usaha kue kering ini tak selamanya laris manis, ada momen-momen tertentu yang menjadikan kue kering ini digemari di masyarakat, misalnya ketika datang waktu lebaran, hari raya imlek atau natalan.

Menurut Musa, kebiasaan masyarakat yang mengonsumsi kue kering di waktu-waktu tertentu membuatnya harus pandai mencari solusi penjualan lain. Salah satunya dengan cara mengemas bungkus kue kering lebih menarik, dan tidak mengesankan sebagai kue lebaran. “Kami terus mencoba membangun image bahwa kue kering bukan untuk lebara saja,” katanya.

Selian membuat kemasan menarik, Musa juga mencoba melakukan ekspansi usahanya ke luar negeri, misalnya Singapura. Bagi Musa, pasar Singapura ternyata cukup baik untuk penjualan kue kering ini. Pasalnya, tak jarang pembeli Singapura memesan 120 karton atau sekitar 1000 toples.

Kue kering yang menembus pasar Singapura ini ternyata banyak dijajakan di supermarket, selain itu juga dijajakan di pinggiran jalan. ”Hasilnya lumayan bisa menutupi ketika hari-hari biasa,” katanya.

Bagi Musa, kue kering yang menjadi andalan usahanya ini cukup menggiurkan, tak heran jika dalam sehari ia bis amenghabiskan bahan-bahan roti sebanyak 60 kg atau omset yang ia miliki bisa mencapai Rp 25 juta per hari. Dari keseluruhan omset ini, ia bisa menyisihkan keuntungan sekitar 10 hingga 30 persen.

Saat ini, Musa mempekerjakan sekitar 100 karyawan, para karyawan menempati lahan seluas 1000 m2, dan sebagian karyawan juga menginap di mes. Para karyawan sebagian besar adalah karyawan musiman, hal ini untuk mengantisipasi menurunya penjualan di hari-hari biasa.

Pemasaran yang dilakukan perusahaan kue Puspasari ini awalnya hanya dari mulut ke mulut. Misalnya melalui beberapa saudara, tetangga dan lama-lama mulai merambah pertokoan. Bahkan Indomaret dan pasar swalayan lainnya juga menjajakan kue Puspasari ini.

Untuk mengenalkan produk kue Puspasari ini, Musa mendapatkan bantuan dari beberapa departemen dalam bentuk pembinaan UKM. Di antaranya Departemen Perdagangan, Kementerian Koperasi, Departemen Perindustrian, dan Departemen Tenaga Kerja.

Alhasil, usaha berbendera Puspasari ini kerap mengikuti pameran yang digelar pemerintah, baik tingkat lokal maupun global. ”Sejak tahun 2006, kami aktif mengikuti berbagai pameran, di antaranya Malaysia dan Singapura,” ujarnya.

Musa mengatakan, dampak dari pameran yang ia ikuti cukup memberikan perkembangan terhadap produknya. Di antaranya, produk Puspasari lebih dikenal oleh khalayak ramai, terutama dari pasar manca negara. Selain itu juga pasar domestik.

Momen mengikuti pameran tak ia sia-siakan, di antaranya menyebarkan brosur produk kuenya, melihat-lihat produk makanan lain sebagai bahan inspirasi produknya, mengikuti kegiatan seminar yang diadakan di pameran. ”Banyak manfaatnya ketika ikut pameran,” paparnya.

Selain pemasaran di pameran, Musa juga memberikan peluang kepada siapa saja yang ingin menjadi agen dengan diskon khusus. Ke depan, model pemasaran yang akan dikembangkan layaknya mirip Multi Level Marketing (MLM). Tapi semua itu masih mencari format yang tepat.

Bagi Musa, tampilan produk sangat mempengaruhi penjualan kuenya. Sebab jika tampilan luarnya bagus akan bisa menarik pembeli untuk mencobanya, tentunya diimbangi dengan kualitas bahan bakunya.

Untuk mengembangkan model produknya, Musa kerap melihat-lihat produk kue dari luar negeri, misalnya melalui majalah-majalah, internet dan lain sebagainya. Ketika ada yang baru dan memungkinkan untuk dicoba, maka Musa akan mencobanya.

Saat ini Musa memiliki banyak model jenis roti, misalnya model kipas, panda, black forest, putri laut, nastar daun, keju pita, lidah kucing, playboy, bangkit animals dan lain sebagainya. Berbagai ragam model kemasan ini bertujuan untuk menarik pembeli.

Produk yang dikeluarkan Puspasari ada empat model, yaitu ekonomis, reguler, spesial dan istimewa. Menurut Musa, produk yang banyak digemari pembeli adalah produk reguler. Sedangkan untuk produk spesial dan istimewa justru penggemarnya dari Singapura.

Adapun untuk harga per toplesnya, Musa mematok harga antara Rp 20 ribu hingga Rp 65 ribu. Merek milik Musa ini juga dilengkapi dengan sertifikasi halal dari badan POM guna menjamin produknya aman untuk dikonsumsi umat Islam.

Terkait dengan melonjaknya bahan baku pembuatan kue kering, Musa berharap kenaikan bahan baku kue bisa stabil sampai menjelang Ramadhan. Saat ini, kata Musa, hampir semua bahan baku kue naik. Namun kenaikan harga kue per toples tidak sampai 20 persen, kecuali kue-kue untuk segmen premium bisa naik sampai 25 persen.

Pengusaha yang sudah memulai usahanya sejak 1970 ini mengaku was-was jika harga bahan baku masih tetap tinggi, ketika pesanan kue mulai ramai. Kalau sudah begitu mau tidak mau harga jual naik dan konsumen akan mengurangi belanja kue ketika harga jual tinggi.

"Memang saya sudah siap jika sampai nantinya harga bahan baku kue tinggi. Caranya dengan menurunkan produksi. Artinya saya mengutamakan pesanan pelanggan tetap dulu," ujar Musa.

Sementara itu penghasil kue kering di Bandung Dedi Hidayat dan Diah Susilo ini berawal dari industri rumahan biasa. Tahun 1996, Diah mengembangkan hobinya membuat kue kering macam cheese stick, kastengel sampai nastar. Melihat kepiawaian sang istri, Dedi yang kala itu belum memiliki pekerjaan tetap lantas menawarkan kue buatan istrinya ke kerabat, tetangga serta koleganya.

Ternyata usaha ini mendapat respon positif. Perlahan tetapi pasti usaha kue kering Dedi-Diah mulai dikenal. Oleh sebab itu kemudian usaha ini diberi label Joicy.

Untuk memenuhi permintaan pelanggan, Diah merekrut warga sekitar rumah sebagai pekerja. Jumlah pekerjanya bisa bertambah apabila permintaan meningkat. Ini biasanya terjadi menjelang Lebaran dan Natal. Di saat puncak permintaan itu mereka bisa mempekerjakan sampai 120 orang.

Jenis produk kue keringnya juga terus bertambah. Bila sebelumnya hanya memproduksi cheese stick, kastengel dan nastar, maka produknya makin variatif. Ada kue corn flake cokelat, lidah kucing, mexicano cookies, strawbery bull hingga brownies. Agar cita rasa tak berubah, Dian tetap terlibat langsung dalam produksi.

Harga setiap kue keringnya variatif. Yang termurah adalah Rp 22.500 per toples. Sementara yang termahal adalah Rp 40 ribu per toples. Para pelancong yang datang berlibur di Bandung rasanya tak lengkap bila pulang tanpa membawa buah tangan kue kering Joicy.

Sebagaimana yang dirasakan Musa, Diah juga merasakan bahwa masyarakat belum menjadikan kue kering sebagai kudapan setiap hari. Lazimnya kue kering menjadi suguhan hanya saat Lebaran maupun Natal. “Memang puncak penjualan terjadi ketika Lebaran. Terkadang sampai Natal. Kalau pada bulan-bulan biasa tak terlalu banyak pembeli,” ungkapnya.

Kala Lebaran lalu produksi yang dihasilkan sampai 50 ton. Atau setara dengan sekitar 8000 lusin. Selama bulan puasa omset yang diperoleh sampai mencapai Rp 2 miliar. Omzet ini jauh lebih besar di bandingkan omzet rata-rata.