Awalnya sekedar hobi membuat miniatur taman, akhirnya hobi pun menjadi lahan bisnis baru bagi Rery Endrico, yaitu bisnis curug gentong. Bagaimana kiatnya?
Menghadirkan nuansa alami di lingkungan rumah tak perlu biaya mahal. Pasalnya, nuansa alami itu bisa dikemas dalam sebuah gentong. Melalui tangan kreatif pasangan suami istri Rery Endrico dan Rita Apriyanti ini gentong yang biasa digunakan sebagai tempat air beralih menjadi hiasan rumah atau perkantoran. Tak hanya keindahannya yang menggoda tapi juga rezeki dari hasil gemericik air dalam gentong.
Waktu itu, tahun 2003, dengan modal awal Rp 5 juta, Rico membuat landscape yang dinamai curug gentong. “Curug dalam Bahasa Sunda berarti air terjun, sedangkan gentong merupakan medianya. Jadi, curug gentong berarti air terjun di dalam gentong,” paparnya.
Untuk menciptakan nuansa alam di dalam gentong, Rico menggunakan berbagai macam bahan baku seperti limbah batu apung, kerikil, semen, dan kayu yang dibentuk sedemikian rupa. Selanjutnya, dengan lem khusus, bahan-bahan tersebut direkatkan ke dalam “perut” gentong. Untuk membuatnya lebih indah, curug gentong ini dihiasi dengan lampu air berkekuatan 10 watt sampai 25 watt atau lampu bohlam berkekuatan 5 watt.
Rico mengakui, untuk membuat curug gentong ini, Rico mengeluarkan budget sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta setiap bulannya. Dana tersebut untuk membeli 100 gentong dalam berbagai ukuran dan bentuk.
Untuk mendapatkan hasil gentong yang berkualitas, ia menjalin kerja sama dengan perajin gentong di Plered, Purwakarta. “Dalam sebulan, rata-rata terjual 50 gentong,” kata lelaki yang rata-rata meraup omset Rp 5 juta hingga Rp 15 juta per bulannya ini.
Adapun harga yang dipatok oleh Rico untuk setiap gentongnya berkisar antara Rp150 ribu hingga Rp 750 ribu.
Mulanya, gentong curug yang ia rintis ini diminati para tetangga yang silaturrahmi ke rumahnya. Dari situlah, tetangga membeli gentong garapannya. Hingga akhirnya menyebar dari mulut ke mulut.
Kini, pemasaran curug gentong ini telah merambah sampai wilayah manca negara, misalnya Malaysia, Singapura, Jepang, Filipina dan Newzeland. Sedangkan untuk wilayah dalam negeri, hiasan gentong ini telah masuk ke wilayah Batam, Pekanbaru, Samarinda, Lampung, Sumatera Barat, Malang, Surabaya, dan Ternate. “Sedangkan untuk mancanegara dilakukan oleh buyer,” ungkapnya.
Selain dari mulut ke mulut, Rico juga melakukan pemasaran melalui pameran-pameran yang diikutinya. Keberhasilan ini bukan hanya mengangkat nama Rico sebagai pengusaha sekaligus pembuat curug gentong tapi juga Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Depok, Jawa Barat. Akhirnya, instansi pemerintah Depok itu menetapkan karya Rico sebagai salah satu produk unggulan kota Depok.
Rico mengaku tidak memasukkan produknya ke beberapa art shop atau gallery. Bukannya tak ada permintaan untuk hal tersebut, namun menurut Rico karena produk yang dijualnya ‘bukan barang biasa’, yang bisa dibiarkan begitu saja tanpa ada perawatan.
Curug gentong ini perlu perawatan rutin agar tidak rusak. Misalnya, harus menambahkan air setiap dua pekan sekali atau membersihkannya sebulan sekali. Hal ini mungkin sulit dilakukan secara rutin oleh petugas toko tempat barang ini dititip. ”Bisa-bisa barang saya jadi rusak. Kalau sudah begitu, kan, bisa sia-sia kerja saya. Makanya saya putuskan tidak menitipkan di art shop atau gallery, meski ada permintaan untuk itu,” tandasnya.
Saat ini, Rico membangun ruang pameran di rumahnya sendiri. Jika ada pembeli datang, bisa langsung memilih sesuai yang diinginkan. Seiring makin derasnya permintaan, dia merekrut enam karyawan yang masing-masing menghasilkan enam curug gentong per tiga harinya.
“Saya mengajarkan pembuatan curug gentong ini pada istri dan ketiga anak saya. Boleh dibilang merekalah murid saya pertama. Sekarang mereka sudah menguasai pembuatannya dan aktif membantu. Selain itu istri saya juga terlibat dalam manajemen usaha ini,” tuturnya.
Bagaimana jika produknya dijiplak. Rico menanggapinya dengan santai, dan tak merasa khawatir dengan penjiplakan. “Kalau ada yang menjiplak, ya bagus lah, berarti ikut mengentaskan pengangguran. Saya tidak merasa tersaingi, saya sudah siap kok,” ujarnya.
Baginya persaingan justru lebih bagus semakin memacu kreativitas. Kuncinya kreatif, inovatif dan desain harus terus diperbaharui. Misalnya, curug gentong yang tampak seolah mengeluarkan asap, curug gentong aromatherapy, curug gentong yang bisa digantung dan curug dalam pigura.
Untuk meningkatkan penjualan, ia aktif berpromosi. Di samping itu, juga melayani mereka yang membeli untuk dijual kembali dengan sistem beli putus. “Tapi, setelah satu bulan curug gentong yang mereka ambil ternyata tidak laku, mereka boleh mengembalikannya untuk tukar model,” ujarnya.
Servis seperti itu tidak hanya diberikan Rico kepada para distributor, tetapi juga kepada para konsumennya. Pasalnya, tak jarang karena berbulan-bulan terkena air, catnya memudar. Karenanya, konsumen bisa meminta untuk dilakukan pengecatan ulang dengan charge 50 ribu hingga Rp100 ribu. Tapi, hal ini hanya boleh dilakukan setelah enam bulan curug gentong itu dibeli.
Bahkan bila konsumen merasa bosan dengan model curug gentongnya, mereka dapat menggantinya dengan menukar tambah sebesar Rp 50 ribu. “Syaratnya, barang tidak dalam kondisi rusak atau cacat,” lanjut bapak lima anak yang juga hobi melukis dan teater ini.
Selain curug gentong, Rico juga membuat berbagai miniatur taman berikut air terjunnya untuk digantung dengan media kayu, sehingga mirip dengan lukisan. Selain itu, juga membuat taman dan air terjun mini dalam pot bonsai, kaleng biskuit, atau guci.
Untuk meningkatkan bisnisnya ini, Rico rela melepaskan status karyawan di perusahaan swasta dan kini bahu membahu bersama sang istri membesarkan usahanya ini.
Event-event pameran ia ikuti mulai dari pameran yang digelar Dekransda Depok, SMES’CO, Indonesia Expo, ICRA atau Inacraft. Bahkan beberapa media mengangkat bisnis curug gentong ini. Gayung pun bersambut, melalui tayangan berbagai media baik elektronik maupun cetak, usahanya kian dikenal masyarakat.
Produk curug gentong yang ia geluti ternyata mendapatkan perhatian dari pemerintah kota Depok, hingga akhirnya ia mendapatkan penghargaan karena menjadi juara ketiga Kreatifitas Terbaik se-Jawa Barat tahun 2006.
Untuk menjadi agen syaratnya sangat mudah. Menurut Rico, calon agen harus membeli minimal 6 buah curug gentong dengan berbagai model. Penamaannya pun diserahkan kepada si agen. ”Agen punya hak untuk memberi nama outletnya,” katanya.
Selain membuka pendaftaran agen, Rico ternyata peduli dengan generasi muda. Lihat saja, kegiatan rumahan ini juga ia tularkan kepada mahsiswa di wilayah Depok, seperti kampus Gunadarma.
Setiap tahunnya, ia membuka kursus gratis untuk mahasiswa atau siswa. Namun tiket gratis tak berlaku bagi calon peserta dari kalangan umum. Untuk 60 jam pertemuan, peserta dikenai biaya Rp 2.5 juta. ”Alhamdulillah, rata-rata mereka pulang dengan membawa hasil karyanya sendiri dan bisa menjualnya ke orang lain,” paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar