Lelaki itu nampak asyik berada di taman bunganya. Tangannya yang terampil terlihat bergerak lincah diantara bunga-bunga dan kotornya tanah dalam pot. Demikian kesibukan sehari-hari lelaki bernama Hermansyah ini. Dari tanaman hias yang dirawatnya, ia bisa mengais rezeki yang tidak sedikit.
Herman memulai bisnisnya sejak tahun 1988. Tepatnya di daerah Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Modal yang dipersiapkan saat itu relatif sedikit hanya Rp 3 juta. Modal itu ia gunakan untuk membeli beberapa tanaman hias sepereti bunga karet merah, palem, rumput-rumputan dan sebagainya.
Selain itu modal yang ia punya digunakan untuk pendukung perawatan tanaman, di antaranya untuk pembelian pot bunga, pupuk, cangkul, plastik, sabit, rak bunga dan lain sebagainya.
Namun sayang, usaha yang digelutinya tak bisa bertahan lama di tempat yang dianggapnya strategis itu. Karena saat itu lahan yang ditempatinya tergusur oleh pembuatan jalan tol Lebak Bulus. “Apa boleh buat, akhirnya saya pindah tempat meski berat,” paparnya kepada Majahal Gontor saat ditemui di tamannya.
Setelah terkena gusuran pada tahun 1992, Herman diberi fasilitas tempat oleh Dinas Pertamanan Kota, tepatnya di bilangan Srengseng Sawah, samping kampus Universitas Indonesia, Depok. Di tempat inilah ia mulai usahanya lebih besar lagi dengan nama Tanaman Hias Bougenvile. Berbagai jenis tanaman ia punya, mulai jenis tanaman perdu, tanaman air dan tanaman pelindung.
Menurut Herman, untuk membuka usaha tanaman hias dibutuhkan ketekunan dalam perawatan tanaman. Tak hanya itu, pengetahuan tentang karakter tanaman juga harus dikuasai, di antaranya dengan cara membaca buku tentang tanaman dan langsung latihan di lapangan. Sebab jika tidak menguasai jenis tanaman yang dirawatnya, bisa jadi keliru dalam perawatan yang menyebabkan matinya tanaman.
Selain itu, menurut Herman, lokasi usaha diusahakan berada di tempat yang strategis, yaitu berada di pinggir jalan dan mudah dijangkau oleh pembeli, parkir yang cukup, dekat dengan aliran sungai, dan dekat dengan perumahan warga sekitar. “Karena bagaimana pun juga tempat sangat berpengaruh terhadap jalannya bisnis tanaman hias ini,” katanya.
Taman Bougenvile yang ia kelola mencoba menjaring konsumen dari berbagai kalangan masyarakat, mulai dari masyarakat kelas bawah hingga kelas atas. Harga yang ditawarkan pun sangat beragam, mulai dari harga Rp 1.500 – Rp 1.5 juta per tanaman. Biasanya tanaman yang punya harga tinggi adalah tanaman impor yang masih baru. Seperti tanaman Lady Valentine yang mempunyai daun kemerah-merahan berasal dari Thailand berharga di atas seratus ribu hingga jutaan rupiah.
Jenis tanaman perdu harganya relatif murah, yaitu Rp 1.500 - Rp 15.000 per tanaman. Jenis tanaman air seperti pisang-pisangan, pavirus, lotus, tratai harganya minimal Rp 25 ribu per tanaman. Sedangkan untuk jenis tanaman pelindung seperti rumput, kamboja, flamboyan, pinus, atorium dan lain sebagainya, biasanya dihargai minimalh Rp 30 ribu per tanaman. Ada juga Jenis tanaman yang relatif mahal harganya seperti cemara, bambu, palem, dan bonsai. Harganya kisaran antara Rp 50 ribu hingga Rp 100 ribu per pohon. “Harga standar seperti itu, tapi jika sudah berumur dan kondisinya bagis bisa lebih harganya,” katanya.
Herman mengatakan semua jenis tanaman yang ia dapat diperoleh dari berbagai macam cara, di antaranya adalah lewat mencari tanaman sendiri lalu ditanam dan dirawat, melalui pembibitan sendiri dan lewat perantara antaran dari para pembibit bunga.
Kendati tanaman yang dirawat Herman banyak jenisnya, namun ia mengakui mengalami kendala dalam hal pemasaran. Selama ini ia hanya mengandalkan pemasaran di pinggir jalan, alias pasif menunggu pembeli yang melihat tanamannya. Sementara itu untuk menggunakan jasa pemasaran dirinya belum siap dananya. “Saat ini hanya menunggu pembeli saja, pemasarannya tidak ada,” paparnya.
Meski pun dirinya tidak memiliki tenaga pemasaran, Herman tetap yakin kalau usahanya akan jalan dan berkembang. Saat ini usaha yang digelutinya beromzet Rp 10 juta hingga Rp 20 juta perbulannya. Dengan keuntungan bersih rata-rata Rp 3 juta hingga Rp 6 juta.
Selain menjual tanaman hias, Herman juga menjual beberapa bahan yang berkaitan dengan tanaman, di antaranya adalah pot bunga, pupuk kompos, rak bunga, batu-batuan, hiasan taman dan lain sebagainya. “Biasanya pembeli membeli bunga dengan potnya atau dengan pupuknya, jadi sekalian saja,” katanya.
Lain halnya dengan Samsul, ia sudah menggeluti usaha tanaman hias di bilangan Senayan sejak tahun 1998. Sejak tahun 80-an, kawasan Senayan memang banyak didapati penjual tanaman hias yang ada di trotoar pinggir jalan, selain untuk tujuan bisnis, tempat ini juga sebagai tempat penghijauan wilayah Senayan.
Samsul membuka usahanya pada pukul 08.00 pagi dan tutup pada jam 05.00 sore. Di taman seluas 3 x 6 meter ini, ia menjajakan bunganya setiap hari. Dalam sehari pun, jumlah bunga yang terjual tak mesti. Biasanya berkisar antara 5 hingga 20 buah tanaman. Namun Samsul mengaku kalau lagi ramai bunganya bisa terjual hingga 50 buah. “Gak mesti mas, kadang banyak, kadang sedikit, biasanya kalau ramai itu pas musim kemarau, kalau musim hujan sepi,” paparnya saat ditemui di bilangan Senayan.
Taman bunga yang dikelola Samsul memang hanya mengkhususkan bunga-bunga jenis anggrek, hal ini berbeda dengan usaha tanaman hias di sekitarnya yang menjual segala macam bunga. Hal ini ia maksudkan agar pembeli punya pilihan dalam membeli.
Harga yang dipatok pun berfariasi, mulai dari Rp 25 ribu hingga Rp 500 ribu. Dalam sebulan, Samsul mengaku bisa mengantongi hasil Rp 9 juta, dan yang bisa masuk ke kantongnya berkisar Rp 5 juta hingga Rp 6 juta sebulan. “Ya lumayan menambah jenis-jenis bunga di taman,” katanya.
Bunga anggrek yang dijual Samsul berasal dari berbagai daerah, seperti Cikampek, Pamulang, Ciputat, Bogor bahkan Sukabumi. Biasanya, bunga didatangkan oleh tengkulak bunga. Bagi Samsul, hal ini bisa memudahkan dirinya fokus pada usaha dan perawatan saja, dan tidak repot membibit atau menanam sendiri. “Saya tingga; memajang dan merawat sekadarnya untuk menunggu pembeli yang datang,” katanya.
Bagi Samsul, waktu yang tidak menguntungkan dalam usaha bunga adalah ketika musim hujan. Pasalnya, tanaman kebanyakan tidak tahan dengan air yang berlimpah apalagi sampai tergenang dalam pot. Tapi jika musim kemarau, dirinya merasa senang karena selain perawatannya mudah, para pembeli juga banyak.
Para pembeli yang datang ke usahanya, rata-rata adalah keluarga menengah ke atas. Hal ini bisa dilihat saat membeli mereka mengendarai mobil pribadi. Selain itu, wialayah Senayan memang jauh dari pemukiman penduduk, karenanya tak heran jika pembelinya rata-rata mengendarai kendaraan roda empat.
Selain menjual bunga jenis anggrek, Samsul juga menjual beberapa perlengkapan seperti pupuk dan pot bunga. Hal ini untuk mengantisipasi jika pembeli membutuhkannya. “Biasanya, para pembeli menanyakan pupuk yang pas untuk bunga yang dibelinya,” ujarnya.
Lain halnya Samsul, Islamil yang sudah menempati wilayah Senayan sejak tahun 1984 banyak memajangkan bunganya mulai dari jenis rumput-rumputan hingga tanaman pelindung. Sedangkan jenis tanaman anggrek tidak ia jual. Alasannya, perawatan anggrek lebih beresiko di banding tanaman hias biasa.
Ismail menjual bunganya berkisar antara Rp 1500 hingga Rp 1.5 juta. Misalnya bunga yang paling murah bernama bunga Gandarusa yang hanya dipatok Rp 1.500, Langtanah dan bunga Taiwan seharga Rp 3.500, sedangkan untuk tanaman Beringin Putih kecil dihargai Rp 500 ribu, bunga Yasmin bisa mencapai Rp 850 ribu hingga Rp 1 juta.
Dalam sebulan, Ismail mengaku mendapatkan keuntungan antara Rp 2 juta hingga Rp 5 juta. “Jualan bunga sifatnya pasif, menunggu pembeli aja, kalau gak ada yang beli ya saya buat merawat bunga,” katanya.
Bunga yang dijajakan oleh Ismail berasal dari wilayah Rawa Belong, Kebun Jeruk, Bogor bahkan Sukabumi. Sebagaimana Samsul, bunga-bunga yang dijual Ismail didatangkan oleh para tengkulak. Namun Ismail juga melakukan pembibitan kembali bunga-bunga yang dibelinya. “Setengahnya saya jual dan setengahnya saya bibit kembali,” ujarnya.
Untuk pembibitan, Ismail butuh waktu 3 bulan sampai 12 bulan. Lama pembibitan tergantung jenis tanaman yang dibibit. Namun, semua dilakukan dengan penuh kesabaran hingga akhirnya ia menuai hasilnya. “Ya sambil menunggu saya membibit tanaman agar tidak beli lagi,” paparnya.
Sebagaimana Herman, Samsul dan Ismail ketiganya dalam menjual tanaman hiasnya sama sekali tidak mengandalkan tenaga marketing untuk menjualnya. Mereka hanya sebatas menunggu pembeli yang datang. Menunggu saja untung, apalagi ada marketingnya? Selamat mencoba.
Tips Bisnis Tanaman Hias
- Tempatnya mudah dijangkau oleh pengunjung, baik yang memakai roda dua maupun roda empat.
- Tempatnya dekat dengan aliran air, misalnya sungai. Hal ini untuk memudahkan proses penyiraman bunga.
- Lahan parkir yang cukup untuk memarkir kendaraan pembeli.
- Usahakan jenis tanaman hias yang dipajang berfariasi agar pembeli yang datang bisa memilih bunga yang dicarinya.
- Selain tanaman hias, usahakan tersedia pupuk, tanah, pot, rak bunga dan hal-hal yang berkaitan dengan tanaman hias.
- Usahakan mempunyai strategi marketing, hal ini bisa lewat brosur atau pun internet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar