Kamis, 21 Februari 2008

Sekolah Islam di Segitiga Emas

SDIT Al-Mughni

Di tengah hiruk pikuk Jakarta, ternyata nafas keislaman tidak terhenti berkat keberadaan SDIT Al-Mughni.

Masjid Al-Mughni nampak riuh oleh suara anak-anak yang mengaji al-Qur’an. Beberapa siswa duduk melingkar dan dipandu oleh seorang guru, satu persatu siswa menghadap guru untuk melantunkan ayat-ayat al-Qur’an tanpa melihat kitab yang dipegangnya. Sementara itu, sang guru menilainya dengan seksama.

Itulah satu dari beberapa kegiatan di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Al-Mughni. Kegiatan menghafal al-Qur’an merupakan kurikulum wajib bagi semua siswa, dari kelas satu hingga kelas enam. Dan dilakukan setiap pagi sekitar satu jam sebelum memulai pelajaran lain.

Pada siang hari usai mengikuti pelajaran, diajarkan cara baca al-Qur’an yang benar beserta tajwid. Tenaga pengajarnya digunakan dua orang //hâfidz// dan //hâfidzah// yang teruji kualitasnya.

Dengan luas 1.540 m2 terletak di wilayah segitiga emas Jakarta, SDIT Al-Mughni mencoba memberi nuansa sekolah islami. Kegiatan siswanya sarat dengan nilai-nilai keilmuan dan ibadah. Mulai dari keterampilan komputer, berbahasa Arab dan Inggris, penguasaan saintek, kesenian, praktek shalat, membaca al-Qur’an, hingga cara berpakaian.

Menurut Ketua Yayasan Al-Mughni, Dr Luthfi Fathullah, sekolah yang dikelolanya ini sengaja memberi nuansa lain dibanding sekolah-sekolah lain. Pendiriannya dilandasi pemikiran setelah melihat kondisi pendidikan Islam saat 90-an, terutama Madrasah Ibtidaiyah, yang kurang memuaskan dan bermutu di bawah standar. Karenanya, sepulang studi di Malaysia, Luthfi mulai membuka SDIT Al-Mughni pada 16 Februari 1995.

Saat awal membuka SDIT, masyarakat masih belum begitu tertarik. Pasalnya saat itu SDIT masih sangat jarang dan belum terlihat kualitasnya. Tahun pertama hanya meraih 13 murid. Namun setelah satu tahun berjalan, masyarakat mulai melirik, dan bertambahlah 20 murid baru. “Dan pada tahun ketiga terjadi lonjakan. Jumlah siswa yang mendaftar sampai 60 calon siswa,” katanya.

Namun Luthfi sadar, untuk memberi pendidikan intensif, tidak dibutuhkan jumlah murid yang banyak, melainkan rasionalisasi antara jumlah murid, guru dan fasilitas sekolah. Karena itu, ia hanya menampung dua kelas setiap tahun ajaran baru. Dengan maksimal 20 hingga 25 anak, dengan dua orang guru dalam setiap kelasnya. “Sejak berdirinya, kami sudah konsekuen dengan //small class//, maksimal 20 sampai 25 dengan dua guru,” ujarnya.

Rasionalisasi kelas ini dimakudkan agar intensitas pengajaran dan pendidikan kepada anak didik terjamin. Setiap anak akan mendapatkan perhatian yang sama sesuai dengan kebutuhan mereka.

Tak hanya itu, untuk memberikan kualitas anak didik, sekolah menambah guru bidang studi bagi siswa kelas empat hingga kelas enam.

Dalam pembelajarannya, SDIT Al-Mughni menggunakan kurikulum nasional dengan penyelarasan kurikulum Depag dan lokal, diperkaya dengan pendekatan Islam melalui materi-materi tambahan. Seperti menghafal dan membaca al-Qur’an dengan metode //qirâah//, menghafal Hadis-hadis Nabi SAW, bahasa Arab dan Inggris, pendidikan kesehatan, ekskul kepanduan, klub ilmu pengetahuan, olahraga dan seni, serta keputerian dan analisa penelitian.

Selain itu, mulai tahun ajaran baru 2007, untuk kelas satu dan dua, SDIT Al-Mughni sudah menerapkan pembelajaran materi matematika menggunakan buku panduan berbahasa Inggris. Buku ini, menurutnya, sengaja didatangkan dari London. “Seluruh diktatnya dan penyampaiannya juga berbahasa Inggris,” jelasnya.

Selain pendalaman terhadap materi pelajaran di kelas, SDIT Al-Mughni juga memberi keterampilan komputer kepada para siswa sejak kelas satu. Ini untuk mengenalkan kecanggihan sistem komputer. Di antaranya dengan mengajarkan cara browsing internet, membuat email, menulis sepuluh jari, dan hal-hal berkaitan dengan seluk beluk komputer dan internet.

Untuk menunjang kelancaran praktek komputer, telah disediakan 24 unit komputer, yang selalu tersambung dengan internet hingga para siswa pulang. Melalui fasilitas ini, para siswa diharapkan terbiasa menjelajahi internet untuk mengakses aneka informasi.

Selain kemampuan di bidang saintek, SDIT Al-Mughni juga menekankan kepada para siswanya untuk menghafal sebagian juz dalam al-Qur’an dan Hadis. Untuk al-Qur’an, setiap tahunnya dituntut untuk menghafal satu juz mulai dari juz ‘Amma. “Dari juz yang ayat-ayatnya pendek dan mudah dihafal ke juz berikutnya,” ujarnya.

Luthfi mengatakan, setiap setahun sekali sekolah mewisuda lima hingga enam siswa yang hafal lima juz al-Qur’an. Sedangkan untuk hafalan Hadis, para siswa tidak hanya dituntut menghafal hadis //arba’în// yang hanya 40 Hadis. Tetapi, selama belajar di SDIT Al-Mughni, siswa akan mendapatkan kurikulum Hadis dengan hafalan 120 hadis.

“Di sekolah ini, kami tidak menciptakan kiai. Tapi menciptakan cendekiawan ilmuawan yang berbekal agama kuat,” tegasnya.

Untuk memberi nuansa pembelajaran yang kondusif, rencananya yayasan Al-Mughni akan membangun gedung lantai delapan di belakang SDIT Al-Mughni. Gedung itu rencananya akan menjadi Al-Mughni Center, dengan SMP dan SMU Al-Mughni, bahkan perguruan tinggi.

SDIT Al-Mughni yang ada kini, telah ditunjang oleh fasilitas yang cukup lengkap untuk kebutuhan para siswanya. Seperti gedung berlantai lima, masjid berlantai tiga, halaman yang luas untuk upacara dan olaraga, laboratorium komputer, perpustakaan, kebun IPA, aula serba guna, ruang UKS, ruang media dan kelas ber–AC.

Full day school

Di kota-kota besar, sekolah yang menerapkan sistem //full day school// (sekolah penuh hari) cukup banyak diminati oleh keluarga berada yang kesehariannya sibuk bekerja. Pasalnya dengan //full day school//, orangtua murid bisa lebih tenang dan nyaman meninggalkan anaknya di lingkungan sekolah yang terjaga dan terdidik.

Menurut Wakil Kepala SDIT Al-Mughni, Ijad Sudrajat S.Ag, keberadaan sekolah dengan sistem ini cukup memberi solusi bagi orangtua pekerja yang sibuk. “Hampir 80 persen orangtua murid di sekolah ini mempunyai pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan,” katanya.

Rasa khawatir atau cemas orang tua terhadap anaknya bisa terkurangi. Dan mereka juga tidak harus sibuk seharian mengawasi di sekolah, atau tidak perlu repot mengantar ke sekolah karena pihak sekolah memberi fasilitas antar jemput.

SDIT Al-Mughni menerapkan waktu belajar yang cukup panjang. Untuk kelas satu berakhir hingga pukul 14.00 WIB, dan kelas dua sampai kelas enam berakhir pada pukul 15.30 WIB. Selain mendapat bimbingan belajar di kelas, dengan waktu belajar seperti ini para siswa juga bisa mengikuti satu jam kegiatan ekstra kurikuler guna menambah wawasan, pengembangan minat dan bakat dengan mengikuti klub ilmu pengetahuan dan seni.

Menurut Ijad, klub ilmu pengetahuan diperuntukkan bagi siswa yang menyenangi program bahasa Inggris, Matematika, dan Sains. Sedangkan klub seni diperuntukkan bagi siswa yang menyenangi kaligrafi, gambar dan nasyid.

Waktu yang cukup panjang untuk belajar di lingkungan sekolah, juga memberi peluang kepada anak didik untuk menanyakan kembali beberapa pelajaran yang kurang dipahaminya. Karenanya, para guru diharuskan untuk selalu siap bersama anak-anak di kelas.

SDIT Al-Mughni juga mempunyai program //fieldtrip//, yaitu program kunjungan studi ke beberapa instansi pemerintahan atau perusahaan di sekitar Jakarta. Seperti kunjungan ke museum, gedung DPR, perbankan, stasiun TV dan radio, atau perusahaan-perusahaan besar di Jakarta.

Tidak ada komentar: