Selasa, 09 September 2008

Sains Bukan Milik Barat


Sains Bukan Milik Barat

Ayat-ayat semesta, mungkin untuk sebagian umat Islam asing kedengarannya, karena yang terngiang selama ini adalah ayat-ayat cinta, judul sebuah buku yang sempat ngetrend di bumi Indonesia ini.

Tapi tidak bagi Agus Purwanto, lelaki jebolan Universitas Hiroshima Jepang jurusan Fisika ini, ia sosok yang peduli dengan ayat-ayat semesta, salah satunya dengan menuliskannya ke dalam sebuah buku. Bahkan ia membumikan kajian-kajian ayat-ayat semesta ini di kampusnya, ITS.

Saat ini sangat banyak penemuan-penemuan ilmiah baru di abad modern, ternyata sudah ditegaskan al-Qur’an sejak belasan abad silam. Dari soal garis dan waktu edar matahari, bulan, bumi, dan planet, susunan kimia manusia, gravitasi bumi, siklus hujan, dan lain sebagainya. Sayangnya tak banyak buku membahas tema ini, disebabkan keterbatasan ilmiah sumber daya manusia Muslim.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang ayat-ayat semesta dikaitkan dengan kehidupan kekinian, wartawan Majalah Gontor, Fathurroji NK mewancarai salah satu dosen ITS yang jebolan Jepang, Agus Purwanto. Berikut petikannya.

Bagaimana anda melihat ayat-ayat semesta (kauniyah) selama ini?

Ayat-ayat semesta dalam arti ayat-ayat kauniyah dalam al-Qur’an merupakan ayat-ayat yang merana karena dibaikan umat islam dan praktis tidak pernah dibahas di dalam pengajian-pengajian atau seminar-seminar islam.

Sejak kapan anda mulai mendalami ayat-ayat semesta?

Sejak SMA saya merasa penasaran terhadap misteri jagad raya, sedangkan tertarik dan ingin ngaji ayat-ayat kauniyah sejak mahasiswa jurusan fisika ITB. Saya masuk ITB tahun 1983. Tahun 1990 maunya beli kitab tafsir yang membahas ayat-ayat kauniyah dan atas rekomendasi dari seorang kyai saya beli tafsir Fakhrur Razi tulisan Imam Muhammad ar-Razi Fakhruddin Ibnul Allam Dhiyauddin, yang 16 jilid tebal. Tetapi ternyata tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Atas rekomendasi sekeretaris DDII pusat bapak Nabhan Husen yang hadir di masjid ITS penulis mendapat tafsir yang sesuai keinginan yaitu tafsir al-Jawahir, tulisan syekh Jauhari Thanthawi guru besar universitas Kairo. Kitab ini penulis dapatkan di toko kitab ABC Garut Jawa Barat. Kitab ini penuh gambar tanaman, obyek langit, nebula dan apolo bahkan juga tulisan kanji.

Mengapa anda tertarik dengan ayat-ayat semesta?

Awalnya tertarik pada banyak hal seperti sastra, sejarah, filsafat dan alam semesta tetapi kemudian menajam sesuai dengan minat bidang studi. Terlebih lagi ketika diterima di jurusan fisika ITB maka jalan formal untuk memahami fenomena jagad raya menjadi terbuka.

Bukankah mengkaji lebih dalam terhadap ayat-ayat semesta rumit?

Betul. Justru di sini saya merasa tertantang sekaligus ingin melengkapi kajian yang notabene jarang dilakukan orang atau ulama. Waktu SMA saya ingin melanjutkan studi di jurusan fisika sehingga teman-teman melihat saya sebagai orang aneh sebab fisika selain sulit, juga bidang kering yang paling-paling setelah lulus jadi guru. Saya masuk fisika selain tertarik pada peristiwa-peristiwa langit dan bom juga karena nama-nama ahli fisika yang saya tahu saat itu tidak ada yang muslim. Singkat kata, dulu ketika SMA saya ingin tercatat sebagai ahli fisika muslim yang dirujuk dan ditulis di buku-buku pelajaran supaya Islam tidak identik dengan keterbelakangan.

Pendekatan apa yang anda lakukan untuk mengkaji ayat-ayat semesta?

Pendekatan teks. Teks dipahami secara harfiah atau apa adanya terlebih dahulu. Lalu pemahaman harfiah itu coba dipahamami apa adanya. Misalkan, dalam surat an-Naml: 18 kata namlatu dipahami sebagai semut betina bukan sekedar seekor semut seperti pemahaman konvensional yang umum. Atau al-hadid 25 anzalnaa hadiida diartikan telah menurunkan besi bukan menciptakan besi seperti dalam terjemah al-Qur’an oleh Departemen Agama.

Kapan Anda mendapatkan ide untuk menulis buku ayat-ayat semesta?

Saya mendapat ide untuk menulis buku Ayat-Ayat Semesta (AAS) waktu itu saya sedang menulis buku ilmu falak dan telah mencapai sekitar 70 persen. Buku itu memang khusus untuk pecinta atau ahli falak. Penulisan buku ilmu falak ini tetap akan saya lanjutkan –meski tidak terikat waktu selesainya- dengan tujuan yang sedikit berbeda dari tujuan awalnya. Saya ingin ilmu falak menjadi mata pelajaran alternatif yang memadukan konsep ilmiah, filsafat dan metoda eksperimen di SMU islam. Syukur-syukur bila dilengkapi dengan teropong sehingga orang awam menjadi lebih tertarik dan apresiasi terhadap ilmu pengetahuan khususnya ilmu pengetahuan alam yang khusus membahas ayat-ayat semesta. Teropong juga akan merubah pandangan orang terhadap ilmu atau teori dan alam secara umum.

Anda minat sekali di bidang neutrino, teori medan temperatur hingga dimensi ekstra dan kelahiran jagad raya asimetrik atau baryogenesis, mengapa?

Untuk neutrino, pertimbangan awalnya barangkali sangat estetis. Kata neutrino enak saya dengar dan begitu mendengar kata neutrino terbayang sesuatu yang indah dan mempesona meski mulanya saya tidak tahu apa sesungguhnya neutrino itu. Sedangkan jagad raya dengan baryogenesis dan dimensi ekstranya membuat hati saya bergetar bila mendengarnya, mungkin seperti pengalaman mistis wihdatul wujudnya para sufi.

Apa efek yang anda rasakan dalam kehidupan sehari-hari, saat mendalami ayat-ayat semesta?

Semakin merasakan kebenaran dan kedalaman al-Qur’an sehingga ingin semakin akrab dengan al-Qur’an, dan semakin tahu bahwa al-Qur’an tidak mungkin selesai dipahami.

Berapa lama anda menulis buku tentang ayat-ayat semesta?

Sejak terlintas untuk menulis buku AAS sampai naskah dikirim ke penerbit perlu waktu hampir delapan bulan. Dengan catatan, sebagian naskah sudah ada dan tinggal merubah redaksi yang sesuai dengan misi AAS, sebagian sudah ada di kepala tetapi belum ditulis dan sebagian ide muncul ketika dalam proses menulis. Itupun ketika melacak ayat-ayat saya dibantu oleh dua mahasiswa bimbingan saya.

Apa pesan yang ingin anda sampaikan dalam buku tersebut?

Pesan agar orang islam berbondong-bondong mempelajari, mengembangkan dan menguasai sains eksakta seperti matematika, fisika, kimia dan biologi. Pesan bahwa penguasaan sains adalah tugas dari al-Qur’an, Sang Khalik. Sains bukan milik orang Barat. Kedua, melalui ayat-ayat kauniyah yang relatif lebih mudah diuji kebenarannya di lapangan, mari kita hidupkan lagi pemahaman aktual terhadap al-Qur’an seperti contoh-contoh yang akan saya sebut nanti soal semut dan diturunkannya besi dari langit. Kita tidak boleh terlalu terkungkung oleh pemahaman kata berdasar kamus yang dibuat para ahli sekian abad yang lalu.

Mengapa memilih ayat-ayat semesta sebagai bahan kajian anda?

Dalam perspektif masa lalu sudah saya sebutkan bahwa mulanya saya tertarik dalam banyak hal. Tetapi kemudian saya diterima di jurusan fisika ITB sehingga saya mulai meninggalkan hal-hal lain selain alam semesta terlebih lagi ketika saya telah menyelesaikan program pendidikan strata tiga. Saya bertekad untuk konsentrasi mendalami dan mengembangkan bidang yang telah saya pelajari yakni fisika partikel elementer. Latar belakang ini saya manfaatkan untuk memahami sisi-sisi al-Qur’an yang selama ini dilupakan umat islam yakni ayat-ayat kauniyah dan menyebarkannya kepada umat. Saya telah menolak beberapa tawaran jabatan seperti ketua jurusan, ketua pascasarjana, pembantu rektor bahkan running rektor. Fakta ini perlu saya sampaikan, ilmu eksakta tidak bisa dibuat sambilan kecuali hasilnya juga akan mencerminkan kedangkalan atau ecek-ecek.

Buku tentang ayat-ayat semesta sangat jarang. Bagaimana tanggapan anda?

Betul, bukan sekedar jarang malah hampir tidak ada. Kita dapat melihat di toko-toko buku, banyak sekali buku-buku tentang islam tetapi umumnya membahas masalah sosial, ekonomi, psikologi dan sastra. Buku-buku tentang motivasi hidup dan mencapai kebahagiaan hidup menjadi buku-buku laris. Patut kita syukuri meski juga harus dikritik kok bukunya cuma dengan tema itu-itu saja. Nah, kritik itu khan mengena kepada saya yang doktor fisika. Saya bisa apa dengan kenyataan tersebut? Saya bertekad bahwa saya harus menjelaskan hasil sains fisika kepada masyarakat luas, syukur-syukur sekalian bisa menghidupkan kembali (kajian) al-Qur’an yang mandeg.

Mengapa sangat minim dan jarang penulis yang mampu untuk mengupas ayat-ayat semesta?

Karena sedikit penulis yang menguasai matematika dan sains fisika kimia biologi apalagi ditambah filsafat dan sastra.

Apakah anda setuju dengan islamisasi sains?

Bukan hanya setuju tetapi saya pikir saya telah melangkah lebih jauh yakni merumuskan sains islam dalam satu sub bab di dalam buku AAS. Di dalam buku ini saya telah menurunkan ide sains islam sampai tataran operasional bukan lagi berputar-putar di kepala atau tataran filosofis-normatif.

Apakah yang diciptakan Allah ini terangkum semua dalam al-Quran?

Saya akhirnya meyakininya demikian, minimum dalam prinsip-prinsip. Al-Qur’an bukan kitab ilmu pengetahuan, bukan buku fisika, kimia, biologi, matematika, sastra, filsafat dan lainnya tetapi prinsip tentang semua itu ada di dalamnya.

Bagaimana anda mengkaji al-Quran dalam kehidupan anda?

Awalnya saya hanya membaca tanpa memahami secara serius. Ketika saya akan berangkat kuliah di Bandung, salah seorang guru saya berpesan agar jangan lupa membaca al-Qur’an. Nah, sejak mahasiswa saya selalu berusaha menyempatkan membaca al-Qur’an setiap hari khususnya setelah shalat malam seperti pesan surat al-Muzammil yakni agar membaca al-Qur’an dengan tartil. Jadi kalau dihitung sejak tahun 1983 ketika awal saya menjadi mahasiswa berarti sedikitnya saya telah khatam (tamat) al-Qur’an 25 kali, belum lagi ditambah khatam sekali setiap ramadhan dan khatam sekali untuk setiap anak saya yang baru lahir. Maklum saya meyakini berkah akibat membaca al-Qur’an.

Tahun 1984 saya pernah mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an yang diawali dengan seruan Yaa ayyuhal ladzina aamanu ... tetapi tidak tahu harus diolah bagaimana karena ilmu saya ternyata tidak memiliki ilmu untuk mengolahnya.

Dalam perkembangannya saya merasa tidak cukup hanya sekedar membaca sampai akhirnya merasa harus memberi kontribusi tentang bahasan al-Qur’an khususnya ide-ide yang sempat bersliweran ketika membaca al-Qur’an.

Al-Quran dalam kajian buku anda menerangkan sains matematika, astronomi, fisika dll. Ada berapa persen, kalau mungkin jumlah tentang ayat yang membahas tentang ayat-ayat semesta?

Kitab yang menjadi acuan saya adalah kitab tafsir al-Jawahir tulisan syekh Jauhari Thanthawi dari Mesir. Di dalam mukadimah kitab tafsir tersebut disebutkan bahwa di dalam al-Qur’an ada 750 ayat kauniyah dan hanya 150 ayat hukum. Sejak saya memiliki kitab tersebut tahun 1991 saya sering menyitir data tersebut sampai akhirnya tersentak mengapa kok Cuma menyitir tidak menghitung sendiri, mengumpulkan dalam satu buku lalu membahasanya. Jadi 15 tahun saya Cuma jadi tukang sitir, mirip keledai seperti sindiran kitab suci. Nah, tahun 2007 lalu mulailah saya menghitung dengan dibantu dua mahasiswa saya untuk pembanding. Hasilnya 1108 ayat, angka yang jauh lebih besar dari hasil syekh Thanthawi maka selanjutnya saya seleksi ulang sampai tujuh kali-an.

Saya pilah ayat-ayat mana yang merupakan ”ayat kauniyah” dan menuntun kepada konstruksi ilmu kealaman dan mana yang bukan. Tidak semua ayat yang memuat kata elemen alam seperti langit dan bumi merupakan ayat kauniyah yang membawa pada bangunan ilmu kealaman. Sebagai contoh, QS asy-Syuura 42:4. Di dalam ayat ini langit dan bumi menurut saya tidak memberi informasi dinamis apa-apa selain menerangkan kekayaan dan kepemilikan Allah swt. Ayat-ayat seperti ini di dalam klasifikasi abjad diberi tanda *) yaitu QS 42:4*) dan di dalam klasifikasi surat tidak ditampilkan.

Kita bandingkan ayat tadi dengan ayat 25 surat al-Ruum. Di dalam ayat ini terdapat spesifikasi dari langit dan bumi yang dapat dieksplorasi lebih lanjut yakni keadaan berdirinya dengan iradah Allah swt. Pertanyaan sederhana yang dapat diajukan adalah bagaimana proses dan mekanisme berdiri tersebut, memerlukan waktu berapa lama dan kapan, dan iradah Allah muncul dalam bentuk apa.

Beberapa ayat yang mendiskripsikan keadaan setelah kiamat juga penulis ambil tetapi sebagiannya tidak sehingga tampak ada inkonsistensi. Mulanya ayat-ayat tersebut memang tidak ada yang penulis ambil tetapi kemudian timbul pertanyaan mengapa Allah memilih penggambaran seperti itu bukan lainnya. Jelas, tetap terdapat rahasia yang mestinya kita selidiki di dunia ini. Sebagai contoh, QS al-Insan ayat 17. Saya tidak tertarik pada penggambaran surri ayat ini melainkan pada jahe sebagai campuran minuman. Apa keistimewaan jahe sehingga dipilih sebagai campuran minuman penghuni surga? Untuk mengetahuinya jelas diperlukan kajian terhadap jahe dan beberapa tanaman lain yang serumpun seperti kunyit, kencur dan temulawak. Pemilahan ini memberikan jumlah akhir ayat kauniyah yaitu 800 ayat.

Bagaimana anda melihat perguruan tinggi umum atau Islam mengkaji ayat-ayat semesta yang terdapat dalam al-Quran?

Tidak tahu. Apa ada? Jurusan-jurusan di FMIPA memang mempelajari fenomena alam tetapi tidak dikaitkan apalagi merujuk al-Qur’an. Mudah-mudahan Fakultas Sains dan Teknologi UIN nantinya memulai upaya ini, dan ketika menulis buku AAS saya membayangkan buku saya akan menjadi buku wajib atau rujukan utama mahasiswa FST UIN.

Bagaimana seharusnya perguruan tinggi kita?

Kembali ke jati dirinya sebagai institusi pengembang ide atau gagasan, sebagai tempat lahirnya ide-ide kreatif dan orisinil. Perguruan tinggi harus tumbuh sebagai mazhab pemikiran yang berarti harus diisi pemikir besar independen, bukan sekedar kumpulan kuli-kuli, buruh atau makelar sarjana.

Apakah anda mempunyai ide untuk mengajukan silabus atau konsep tentang ayat-ayat semesta ini kepada pihak Diknas, agar pendalaman di perguruan tinggi semakin inten?

Belum berfikir ke sana. Saya juga tidak tahu apakah Diknas memang mau ke sana.

Sejauh ini, bagaimana anda melihat kualitas perguruan tinggi di indonesia?

Sepertinya, kita sudah tahu sama tahu. Banyak perguruan tinggi bertekad mejadi perguruan tinggi tingkat dunia dan mendapat pengakuan internasional, sayangnya upaya ke sana masih begitu-begitu saja, artifisial tidak substansial.

Dari segi kualitas, pendidikan bangsa ini cukup menyedihkan ditingkat internasional, bagaimana menurut anda?

Betul. Kita ini kebingungan mau menerapkan model pendidikan jenis atau model apa. Akibatnya, saya setuju pendapat praktisi pendidikan Yogyakarta Darmaningtyas bahwa kita menerapkan pola Pendidikan Rusak-rusakan. Kasihan anak didik, kasihan bangsa kita.

Apa yang salah dengan perguruan tinggi kita?

Kecenderungan kita di Indonesia secara umum adalah kita masih mementingkan bungkus dari pada isi. Kita lebih suka memegahkan kantor tata usaha ketimbang laboratorium. Perguruan tinggi kita masih seperti rumah sakit, gedungnya megah tetapi penghuninya pusing sakit kepala dan bingung harus melakukan apa.

Di banding Jepang, sebagaimana anda pernah belajar di sana, bagaimana perbandingan pendidikannya?

Saya sangat terkesan dengan pola pendidikan di Jepang. Character building dan teamwork merupakan muatan utama pendidikan di sana, dan sederhana. Anak Sekolah Dasar harus berjalan kaki bersama-sama dalam kelompok pergi dan pulang sekolah. Siswa SMP dan SMA tidak boleh naik motor apalagi mobil ke sekolah. Ketika libur musim panas anak-anak SD akan secara sadar menggantikan pekerjaan ibu mereka di dapur seperti mencuci piring. Matematika anak SD masih menerapkan model seperti yang saya alami 37 tahun lalu yakni dengan menggunakan batang-batang yang diikat karet untuk proses penjumlahan, pengurangan maupun pengalian. Pendidikan kita overload dan hanya cocok untuk superboy anaknya superman.

Apa yang perlu diambil hikmah dari perguruan tinggi di jepang untuk Indonesia?

Kita bisa belajar tentang kesolidan teamwork dan keuletan Jepang. Perguruan tinggi di Jepang buka 24 jam per hari. Mahasiswa sering menginap di laboratorium seakan-akan laboratorium menjadi rumah kedua bagi para mahasiswa. Memang, penilaian baik-buruk mahasiswa di mata profesor di sana adalah seberapa betah mahasiswa tinggal di laboratorium. Di Jepang, profesor juga sering menginap di laboratorium. Mereka ulet dan gila kerja (workaholic). Sebabnya, mereka punya impian ”melampaui Amerika” yang pernah mengalahkan mereka.

Kita tidak punya impian mau menjadi bangsa apa akibatnya mengalami disorientasi. Orang tampak sangat aktif dan sibuk tetapi ibarat orang lari-lari di tempat, capek berkeringat banyak tetapi tidak beranjak kemana-mana. Di dalam fisika, kenyataan ini mirip elektron bebas di dalam logam yang bergerak acak tetapi tidak menghasilkan arus listrik yang menyalakan lampu sehingga tetap gelap. Drift velocity nol karena tidak ada medan listrik luar yang mengarahkan gerak elektron-elektron ini. Medan yang mengarahkan gerak elektron-elektron ini ibarat impian atau pimpinan yang visioner. Nah, di Indonesia kita tidak punya kedua hal terakhir ini.

Anda juga menulis buku tentang belajar dan memahami Bahasa Arab?

Betul. Tentang cara praktis belajar nahwu-sharaf ala mahasiswa yang katanya sibuk. Judulnya, Metoda Hikari, Arab Gundul Siapa Takut?

Apa yang ingin anda sampaikan dalam buku tersbut?

Bahasa Arab bisa dipahami oleh siapa saja yang mau, bukan hanya bisa dikuasai orang pesantren. Orang yang tidak pernah menjadi penghuni pondok pesantren alias tidak pernah nyantri seperti saya ini masih mungkin untuk memahaminya.

Mengapa anda menulis itu, bukankah anda fokus di fisika? Adakah kaitannya?

Ingin berbagi pengalaman. Saya ingin orang-orang non-pesantren yang ingin mempelajari nahwu-sharaf secara otodidak tidak mengulangi kesulitan seperti yang saya alami. Tidak ada kaitannya secara langsung dengan fisika tetapi pemahaman kita tentang al-Qur’an menjadi tidak utuh tanpa bahasa Arab. Terjemah saja sangat tidak memadai. Misalkan, di dalam kitab suci kadang digunakan fi’il madhiy kadang fi’il mudhari untuk menceritakan penciptaan-penciptaan. Jelas, pemilihan jenis kata kerja dalam cerita penciptaan bukanlah hal remeh yang dapat ditukar-tukar karena secara faktual memang menceritakan waktu peristiwa yang pasti juga berbeda.

Sejauh mana pentingnya belajar bahasa Arab?

Hubungan antara bahasa Arab dan al-Qur’an itu seperti hubungan antara matematika dan fisika. Matematika adalah bahasa alam atau bahasa fisika, tanpa matematika deskripsi tentang fisika menjadi sangat terbatas dan tidak akurat. Demikian juga bila orang mau mempelajari al-Qur’an tanpa bahasa Arab, sangat terbatas dan kurang akurat.

Bagaimana sebaiknya pesantren mempelajari bahasa Arab?

Tidak tahu. Saya tidak pernah menjadi santri di pondok pesantren kecuali pesantren kilat satu bulan selama Ramadhan tahun 1984 di Cintawana Singaparna Tasikmalaya. Yang jelas, dengan buku saya Metoda HIKARI sebenarnya saya yakin nahwu-sharaf bisa diajarkan di SMA Islam dan semua siswa mestinya dapat membaca tulisan Arab gundul atau kitab kuning begitu lulus SMA sehingga ketika mahasiswa sudah bisa mengkaji sesuatu yang lebih lanjut dan labih serius. Kalau di perguruan tinggi cukup satu atau maksimum dua semester. Selebihnya belajar secara gerilya (sa’sempatnya) dengan semangat tak pernah padam bahwa bahasa Arab merupakan keniscayaan bagi mereka yang mau berperan sebagai pimpinan umat Islam khususnya kaum intelektualnya.

Anda juga masih aktif di LaFTiFA?

Masih, LaFTiFA merupakan salah satu laboratorium di jurusan fisika ITS yang nama resmi atau formalnya adalah Laboratorium Fisika Teori. Saya adalah kepala laboratorium tersebut tetapi bila menulis artikel di media saya tulis sebagai Pekerja LaFTiFA buka Kepala LaFTiFA. Kesan kata Pekerja khan aktif meski kurang gagah.

Apa saja program andalannya?

Program rutinnya adalah membimbing mahasiswa yang berminat mendalami fisika teori. Program utama “non-akademis” adalah membangun tradisi ilmiah dan berfikir bebas. Di ITS saya sering mengadakan studium general dengan tema-tema filsafat dan kebudayaan, beyond sciences atau menurut istilah yang ngetren sekarang tema soft skill. Ke depan, karena jurusan fisika ITS telah punya program S3 maka LaFTiFA ingin mencetak doktor fisika teori sebanyak mungkin. Orang fisika teori sering dikategorikan sebagai orang gila, berarti saya ingin memperbanyak orang gila. Bila orang gilanya banyak khan tidak lagi merasa gila. Di Jepang R&D perusahaan-perusahaan seperti Hitachi, Nikon, Fujitsu dan lain-lainnya telah melibatkan doktor fisika teori.

Apakah anda selalu the best di sekolah?

Tidak. Sesekali saja, itu pun hal yang khusus misalnya matematika. Secara umum saya tidak pernah menjadi the best karena saya hanya tertarik pada hal-hal tertentu dan tidak tertarik pada hal-hal tertentu lainnya. Dan, bila sudah tidak tertarik ya saya tinggalkan.

Contoh, waktu SMA saya aktif di organisasi, sering keluar kota untuk ikut dan bahkan mengisi pengajian maka saya tinggalkan pelajaran yang saya kurang suka, dan dipelajari sekedarnya. Tetapi untuk matematika, fisika dan kimia saya masih berusaha untuk tetap terbaik apalagi bahan ujian masuk PTN juga mata pelajaran-pelajaran tersebut.

Waktu mahasiswa juga begitu, ketika teman-teman asyik belajar fisika matematika atau fisika modern saya malah asyik baca buku filsafat. Akibatnya, kuliah berantakan dan nilai hancur.

Sebagai ganti the best kepada mahasiswa saya sering katakan if you are not the best be the first. Jiwa kepeloporan perlu tetap ditumbuhkan.

Boleh disampaikan ke pembaca tentang cara belajar efektif anda?

Pilih buku yang menarik, misalnya tulisan tidak rapat dan banyak gambarnya. Dibaca berulang-ulang, saya ingat cerita tentang al-Ghazali bahwa dia kalau baca suatu subyek kadang sampai 40 kali kalau tetap tidak ngerti bari ditinggalkan. Ekstrim ya. Saya tidak sebanyak itu, tapi yang jelas harus diulang-ulang. Kalau bidang eksakta, harus secara motorik yakni dengan menulis baik menurunkan atau membuktikan rumus serta menyelesaikan soal-soal. Seperti saya tulis di buku AAS, sedikitnya 10 halaman setiap hari.

Mengapa anda dipanggil gus pur atau cak laurin?

Saya dipanggil Gus Pur oleh teman-teman Salman sejak aktif di Salman tahun 1983 karena nama saya Agus Purwanto dan berasal dari Jawa Timur.

Saya dipanggil cak Laurin sejak tahun 1984 oleh teman-teman jurusan fisika ITB tahun 1983 karena saya dikenal sebagai orang Jawa dengan logat Madura. Di dalam mata kuliah fisika matematika ada deret Mc Laurint, ketika teman-teman belajar fisika matematika untuk kuiz (setara ujian tengah semester) di tempat kos teman saya Dr Evi Kartini BATAN saya memecah keseriusan dengan bergurau dan bilang bahwa yang menemukan deret Mc Laurin adalah orang Madura yaitu cak Laurin yang di buku teks ditulis Mc Laurin. Sejak saat itu saya lebih dikenal sebagai cak Laurin di kalangan teman-teman fisika ITB.

Bagaimana anda mendidik mereka?

Secara konvensional. Tiga anak pertama kami ajari sendiri ngaji sampai tamat iqra 6, dua lainnya masih TK dan bayi. Dua anak terbesar kami simak sendiri dalam membaca al-Quran 30 juz sampai khatam. Semua anak saya pernah mendengar bacaan al-Qur’an 30 juz ketika bayi yakni sampai usia satu bulan. Dua anak pertama mendengar kaset tartil sedangkan tiga anak lainnya saya bacakan sendiri masing-masing dalam satu bulan. Sekarang kalau pagi saya berusaha membangunkan mereka untuk shalat subuh berjamaah ke masjid, selain maghrib dan isyak.

Sekilas Tentang Aktifitasnya

Nama : Agus Purwanto, D.Sc

Kelahiran : Jember, Agustus 1964

Hobi : Mancing, menulis dan baca puisi.

Istri : Hanifah.

Anak : Fauzan Atsari, Fathiyul Fahmi, Farisi Fahri, Fairuz Fuadi dan Fikri Firdausi.

Orangtua : Abdullah dan Ramiati.

Pendidikan: S1 (1989) dan S2 (1993) di jurusan fisika Institut Teknologi Bandung (ITB), S2 (1999) dan S3 (2002) di jurusan fisika Universitas Hiroshima Jepang.

Pengalaman & Pekerjaan : Staf pengajar jurusan Fisika FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Kepala Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) ITS

Anggota Himpunan Fisika Indonesia dan Physical Society of Japan.

Tidak ada komentar: