Jumat, 15 Februari 2008

Mengukir Rupiah di Atas Batu

Keahlian mengukir di atas batu ternyata mampu mendatangkan hasil yang menggiurkan jika mau menekuninya. Salah satunya adalausaha jasa grafir prasasti. Bagaimana kiatnya?

TIK... tik... tik! Suara palu terukur memukul pantat pahat. Sementara gigi pahat memakan granit yang keras. Itulah aktivitas Juanda sehari-hari. Jemarinya yang terampil mengukir untaian huruf menjadi kata. Medianya berupa batu granit, atau marmer. Pria yang akrab dipanggil Joni itu menekuni pekerjaan sebagai pengukir prasasti.

Bidang usahanya jasa grafir. Berbekal keterampilan mengukir, jasa grafir bisa menjadi pilihan usaha. Usaha ini bisa memberikan penghasilan yang lumayan. Termasuk untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Berkat usaha itu pula, Joni bisa menguliahkan anaknya.

Dengan modal Rp 5 juta, Joni memulai usahanya 15 tahun silam. Bermula dari belajar dari teman, kini dia telah membuka usaha sendiri lewat bendera Indah Prasasti. Dia mengambil tempat di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan. Menurut Joni, menerjuni bisnis grafir harus mengenal secara baik tekniknya. Jika tidak, hasil pahatan kurang maksimal.

Bisa-bisa hasil ukirannya dikembalikan konsumen karena tidak sesuai dengan pesanan. Kios Joni tidak jauh dari Taman Makam Pahlawan Kalibata. Alasan dia mengambil tempat dekat makam, karena biasanya jasa grafir banyak digunakan untuk batu nisan. Pesanan lain biasanya prasasti untuk peresmian masjid, atau gedung-gedung bertingkat.

Lapak Joni tidak pernah sepi dari pemesan. Setiap bulan, dia bisa menerima order prasasti antara 10-20 pesanan. Setiap prasasti digarap 2 hingga 4 hari. Tergantung besar kecilnya prasasti yang dipesan. “Tapi ada juga yang sehari jadi, tapi ini untuk ukuran-ukuran yang kecil,” katanya.

Untuk ukuran mungil, 40 x 60 sentimeter, tarif yang dipatok di bawah Rp 1 juta. Untuk ukuran gede, 60 x 90 sentimeter, di atas Rp 1 juta. Harga juga disesuaikan dengan tingkat kesulitan huruf yang akan dipahat. Misalnya, kalau ada logo yang rumit, atau tulisan Arab. “Semakin rumit semakin mahal,” ujarnya.

Dalam sebulan, Joni mengaku meraup untung bersih antara Rp 4 juta hingga Rp 7 juta. Bahkan kalau masuk Ramadhan, dan tahun baru, labanya meningkat dua kali lipat. Pada Ramadhan, banyak orang yang merenovasi batu nisan. Sedangkan pada tahun baru banyak perusahaan yang meresmikan gedung.

Bahan baku yang digunakan Joni adalah batu granit dan marmer. Dua jenis batu itu selain fisiknya kuat, juga memiliki image yang tinggi. Batu-batu yang dia gunakan sudah berupa lempengan dengan berbagai ukuran.

Untuk menghasilkan tulisan yang apik, Joni menggunakan tulisan print out komputer. Tulisan komputer disalin di lempengan batu yang akan diukir. Hasil ukiran sama seperti yang ada di tulisan komputer. Teknik yang sama digunakan untuk tulisan Arab dan logo perusahaan.

Selain prasasti batu nisan, order prasasti gedung kerap diperoleh Joni. Pemesannya perusahaan-perusahaan besar di Jakarta maupun dari daerah. Misalnya, dari Makassar, Papua, Bengkulu, Yogjakarta, Palembang dan lain-lain. Banjir order membuat Joni membuka “cabang” satu lapak lagi. Dengan papan nama “Cahaya Prasasti”, tidak jauh dari kios lamanya.

Dalam memasarkan jasa, Joni mengaku memasarkannya secara pasif. Dia hanya mengandalkan ramainya jalan raya Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Dari ribuan pengendara yang lewat, dia berharap ada yang mampir. Dia tidak pernah keliling menjajakannya jasanya ke perusahaan-perusahaan. “Ya, memang tenaga untuk memasarkan itu tidak ada. Jadi ya pasif menunggu pembeli. Alhamdulillah ada saja yang memesan,” ujarnya.

Ramainaya pemesan karena tempat yang dipilih Joni cukup strategis. Selain berdekatan dengan makam, keramaian lalu lintas bisa menjadi alat promosi gratis. Selain itu, tempat usaha harus memiliki tempat yang lapang untuk memarkir kendaraan konsumen.

Joni memiliki dua syarat, kecuali tempat parkir. Kiosnya yang mepet ke jalan, tidak memungkinkan pengendara mobil parkir di sana. “Tapi biasanya mereka yang pesan ke kami mengendarai motor,” paparnya sambil tersenyum lebar.

Kisah serupa juga dialami Suhartono. Setelah menimba ilmu selama dua tahun dari seorang pengusaha grafir di Tanah Kusir, Jakarta Pusat, dia menguasai teknik memahat batu dengan oke. Kini dia membuka usahanya di Jalan Ciputat Raya, Tangerang, Banten, yang disewanya Rp 6 juta setahun. Karena kiosnya masih baru, dia belum banyak menerima pesanan.

Suhartono mematok tarif grafir batu granit berukuran 20x30 sentimeter seharga Rp 100 ribu. Sedangkan dengan ukuran yang sama, untuk batu marmer bisa lebih murah. Cukup Rp 75 ribu saja. ''Ini karena batu granit lebih keras sehingga menyulitkan pengukiran,'' ujarnya.

Untuk menuntaskan pesanan, Suhartono tidak butuh waktu terlalu lama. Prasasti batu nisan berukuran kecil tuntas dalam sehari. Bila berukuran besar, pengerjaannya memerlukan waktu dua hari.

Suhartono mengaku tidak banyak berstrategi untuk menarik konsumen. Dengan memilih lapak di pinggir jalan besar, dia berharap konsumen bakal datang sendiri. Selain itu, dia menjalin kerja sama dengan pengelola tempat pemakaman umum.

Meskipun pesaing bisnis grafir terbilang banyak, toh Suhartono tidak kapok. Bahkan dia optimistis akan prospek bisnisnya. ''Yang namanya rezeki ada saja,'' ujarnya.

Hal senada disampaikan Rizal, salah satu pekerja kios grafir Karya Baru, di Pasar Jum’at, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Menurut dia, banyak saingan tidak terlalu mengkhawatirkan. ''Pokoknya jangan sampai mengecewakan pemesan saja. Kalau pahatannya bagus pasti pemesan balik lagi,'' katanya optimistis.

Hanya saja, berbeda dengan usaha prasasti yang lain, Rizal tidak menjalin kerja sama dengan pihak TPU. Boleh jadi ini karena Karya Baru telah diuntungkan dengan lokasi yang terbilang strategis karena dilalui berbagai bus yang keluar dari Terminal Lebak Bulus.

Di tempat kerjanya, Rizal tidak hanya menggrafir batu nisan, tapi juga pesanan prasasti peresmian gedung. Untuk menarik perhatian konsumen, dia memajang sekitar 20 batu nisan dengan aneka bentuk.

Karya Baru, kata pemiliknya, Edi Kusnadi, berdiri sejak 1990. Menurut Edi, sejak Sekolah Dasar dia sudah dapat menggrafir. Keahlian itu dia warisi dari keluarganya secara turun-temurun.

Dengan modal Rp 10 juta rupiah, Edi membangun usahanya. Modal itu untuk menyewa lapak, dan membeli perangkat pendukung lainnya. Sedangkan untuk bahan bakunya, Edi mengaku telah memiliki stok.

Namun Edi enggan membicarakan seberapa besar omzet usahanya. ''Sulit dipastikan,'' katanya. Yang jelas, dia pernah mengerjakan proyek pesanan Kedutaan Besar Arab Saudi. Saat itu kedutaan memesan 300 prasasti masjid di seluruh Indonesia.

Edi memasang harga Rp 950 ribu untuk prasasti granit berukuran 60 x 90 centimeter. Untuk marmer putih dipatok Rp 750 ribu untuk ukuran yang sama. Edi sanggup menuntaskan pesanan dalam waktu seminggu. Senada dengan Joni, Edi mengaku dagangannya akan meningkat ketika Ramadhan dan bulan haji.


Tips Memulai Usaha Jasa Grafir

1. Pilih tempat usaha yang strategis, misalnya berdekatan dengan jalan raya atau dekat taman pemakaman umum .

2. Setidaknya Anda mengerti teknik grafir, meskipun Anda sebagai pemilik perusahaan tidak terjun langsung mengukir batu.

3. Sediakan contoh-contoh hasil grafir terbaik untuk dipajang sebagai etalase kios dengan berbagai ukuran .

4. Aturlah tata letak hasil grafir dengan semenarik mungkin. Hindari kesan kotor karena debu bekas ukiran batu.

5. Sediakan tempat parkir yang memadai untuk memberikan kenyamanan calon pembeli.

  1. Karena ini bisnis jasa, maka berikan senyuman dan berkomunikasilah dengan santun dan sopan kepada calon pembeli.

2 komentar:

rief mengatakan...

Hallo gan.... bolehkah sambungkan dgn mereka para pemahat.... bolehkah saya menimba ilmu dr mereka. InsyaAllah, tentunya akan kupersiapkan maharnya sbg penghargaan. Rief-Ambon

Unknown mengatakan...

Saya menjual air keras untuk batu granit. Silahkan hub saya dinomor 085258006666 atau fb @adzkia prasasti
Wa0811617786
Hasil sangat dalam. Media pendukung dengan menggunakan cutting sticker