Harsha Edwana Joesoef
”Berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian,” demikian pribahasa yang cocok untuk menggambarkan kesuksesan Harsha Edwana Joesoef , CEO PT Republic Express Wahana (RPX) ini. Bagaimana tidak, bermula dari sebuah garasi mobil milik ayahnya, Harsha memulai bisnis jasa pengiriman ini.
Perusahaan jasa kurir yang ia geluti dimulai pada tahun 1985 dan telah mendapatkan lisensi Federal Express (FedEx) dari negeri paman sam, Amerika Serikat. Awalnya, ia dibantu oleh delapan karyawan. Kini, perusahaan yang sudah menjadi holding dengan bendera RPX Group ini telah memiliki 1400 karyawan dan jangkauan pengirimannya telah merambah kota-kota di Indonesia dan dunia.
Harsha mengakui bahwa modal utama dari bisnisnya ini selain bekerja keras adalah kepasrahan, tawakal, dan nasib baik. Berkah dari Allah memang tak bisa diduga kapan datangnya. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Garasi sebagai awal bisnisnya ternyata menyimpan berkah sebagai titik awal kesuksesannya.
Setelah mengalami masa-masa berat di saat awal mengembangkan bisnisnya, kini pria kelahiran Jakarta, 30 Januari 1959 ini berhasil memiliki delapan anak perusahaan, yakni RPX International, RPX Domestic, RPX Airlines, RPX Warehouse, RPX Air For¬warding, RPX Consolidator, RPX Freight, dan RPX Clearance. Semuanya saling bersinergi untuk menjadi perusahaan logistik dengan konsep one-stop logistic.
Menurut pria lulusan jurusan teknik sipil Universitas Indonesia tahun 1977 ini, dirinya menyiapkan infrastruktur logistik, kualitas layanan, dan jaringan global RPX Holding lebih dari sepuluh tahun, “Awalnya melayani enam kiriman saja per hari. Alhamdulillah, kini ada ribuan paket dokumen atau barang kami kirim setiap hari,” kata pria lulusan Program Bachelor of Science dan Program Master of Science, University of Texas at El Paso ini.
“Kelak RPX Holding Companies akan menjadi perusahaan logistik dengan mitra usaha internasional dan nasional,” kata Harsha di kantornya, di lantai 16, Gedung RPX, di bilangan Pondok Pinang, Jakarta Selatan.
Menurut Harsha, saat ini volume barang yang dikirim RPX, baik yang di dalam negeri maupun ke luar negeri, berkisar 70 hingga 100 ton setiap harinya. Dan omzetnya berkisar US$70 juta per tahun.
Untuk mengembangkan jangkauan layanan pengiriman ini, RPX Group didukung fasilitas yang cukup lengkap. Saat ini aset dan infrastruktur yang dimiliki perusahaan ini memang tak main-main. Ada gedung 17 lantai, gudang, tiga pesawat kargo Boeing 737-200, 160 armada darat berupa truk, van, dan sepeda motor yang tersebar di 108 kantor cabang pada 58 kota di seluruh Indonesia, mulai dari Banda Aceh sampai Jayapura.
“Tahun ini saya akan menambah lima pesawat Boeing 737-200,” kata Harsha, mantap. Hal ini untuk mendukung sukses bisnis inti RPX di bidang logistik, yang menguasai pasar lokal, namun mempunyai jaringan global.
Bermitra dengan UKM
Setelah sarana infrastruktur disiapkan dan jaringan RPX merambah ke kota-kota besar, Harsha pun mulai membidik target pengusaha kecil di seluruh pelosok perkotaan. Salah satunya adalah membuat jaringan gerai authorized ship center (ASC) untuk pengusaha kecil di perkotaan yang sudah terdapat kantor cabang RPX-nya.
Gerai ASC sendiri didesain khusus untuk para pengusaha kecil dan menengah (UKM). “Lebih diutamakan lagi adalah pengusaha UKM yang sudah mempunyai usaha, seperti wartel, warnet, atau usaha fotokopi,” ungkap Harsha. Sebab, dengan memiliki usaha yang sudah berjalan, diharapkan tertanam mental pebisnis yang teruji.
ASC ini kelak fungsinya adalah sebagai tempat penerimaan bagi konsumen yang hendak memakai jasa pengiriman RPX. Meski kapasitasnya lebih kecil dibanding kantor cabang RPX yang sudah ada, ke depan, ASC tak hanya menjadi tempat penerimaan barang atau dokumen saja. Rencananya, ASC juga bisa menjadi tempat pengiriman uang, penjualan polis asuransi, sampai penjualan sepeda motor. “Dengan keberadaan ASC, saya ingin RPX bisa menjadi tambahan pendapatan bagi para pengusaha UKM,” ujar penggemar olahraga golf ini.
Untuk membuka ASC ini, hanya dibutuhkan modal sebesar Rp17 juta, para pengusaha UKM bisa mendapat semacam lisensi RPX. Uang itu sebagian besar digunakan untuk membeli peralatan dan menata ruangan agar sesuai dengan standar ASC. Misalnya, membeli komputer, jaringan telepon atau internet, AC, membuat papan nama, serta renovasi ruangan.
Menurut perhitungan Harsha, investasi Rp17 juta ini dalam 1—2 tahun diperkirakan sudah kembali. Sebab, sang pemilik gerai ASC akan memperoleh bagian 30% dari total pendapatan dari jasa pengiriman setiap bulannya. “Sebanyak 250 gerai ASC bakal beroperasi pada 2006 ini,” kata Harsha.
Berkah Pendekatan Religius
Kesuksesan yang Harsha nikmati saat ini, tak lepas dari kiprahnya untuk syiar Islam. Karena lewat pendekatan relijius inilah, gerbang kesuksesan terbentang lebar.
Saat itu, ketika Harsha akan mendatangkan pesawat FedEx ke bandara di Indonesia mengalami kesulitan. Pasalnya, pesawat FedEx tidak boleh mendarat di Indonesia oleh pemerintah. Sehingga untuk mengambil barang-barangnya, RPX mesti menjemput ke Singapura, bekerja sama dengan perusahaan kargo milik pemerintah. “Ini jelas tidak efisien dan memakan biaya yang mahal,” tandas Harsha.
Oleh karena itulah Harsha lantas berniat mengajukan izin ke pemerintah pada 1996. Hanya, Harsha selalu terganjal “aturan main” yang disodorkan oleh pemerintah. “Dahulu, kalau tidak dekat dengan sumber kekuasaan, mana ada yang mau kasih izin,” selorohnya. Dan, masih banyak “aturan” para penguasa yang menghambat bisnis RPX. Misalnya, soal izin penyewaan gudang di Bandara Soekarno-Hatta, pembelian pesawat, dan sebagainya. Semua itu membuat Harsha tak berkutik.
Namun Harsha tetap berusaha dan pasrah serta tawakal dengan apa yang telah ia lakukan, mendekatkan diri kepada Sang Pencipta adalah jalan yang paling tepat agar terhindar stres. Harsha mengaku, cara ini bisa membuatnya lebih sabar dan bertahan melewati cobaan. Ia tidak menjadi stres atau sampai menyerah dalam berbisnis logistik.
Justru lewat pendekatan relijius inilah Harsha mulai merasakan hikmahnya dan sebagai titik awal perubahan bagi perusahaan yang ia kelola. Hal itu terjadi pada 1998. “Entah mengapa, sewaktu menghadap ke pejabat pemerintah dan berbicara dengan membawa sedikit nuansa relijius, mulailah saat itu pesawat FedEx boleh datang ke Indonesia,” akunya. Suatu berkah yang tak terkira.
Akhirnya, sejak 1998, mulailah nasib Harsha dan RPX berubah. Setahun kemudian, izin memiliki gudang di Bandara Soekarno-Hatta juga ia kantongi. Padahal, dahulu, itu rasanya sesuatu yang tak mungkin. Terakhir, seiring dibukanya regulasi pembelian pesawat, pada 2001 Harsha membeli pesawat kargo Boeing 737-200. “Emang kalo udah rezeki kagak bakal ke mane-mane deh,” ucapnya dengan logat Betawi yang kental, sembari bersyukur atas karunia Yang Maha Kuasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar