Rabu, 13 Februari 2008

Hukum Harus Ditegakkan



Mahendradata

TPM, Tim Pembela Muslim, kumpulan beberapa pengacara muslim yang tak puas dengan keadaan keadilan yang diperankan oleh kejaksaan, kepolisian terhadap penanganan masalah hukum di Indonesia, terutama menyangkut kasus-kasus yang dialami muslim.

TPM hadir setelah peristiwa Ambon pecah, dan peneggakkan keadilan yang selalu mengalami jalan buntu. Untuk mengetahui bagaimana sepak terjang TPM yang diketuai oleh Mahendradata ini, ikuti petikan wawancara Fathurrozi NK dan Sofyan Badrie dengan Mahendradata.

Bagaimana awal Bapak menjalani sebagai pengacara?

Semula saya tidak pernah berpikir untuk menjadi pengacara dan saya tidak mau saat itu. Niat saya sebenanrnya masuk teknik karena saya ingin menjadi insinyur elektro atau arsitek. Akhirnya saya ikut ujian masuk UI ikut teknik dan social, kemudian ternyata di teknik tidak diterima dan di terima di fakultas hukum UI. Mau gak mau saya harus jalani, tahun-tahun pertama saya jalani seenaknya bahkan sampai saya pernah drop out karena sering tidak masuk kuliah.

Kapan mengikuti jejak pengacara?

Karena saya merasakan kebutuhan semakin banyak dan berat, akhirnya pertengahan perkuliahan saya harus mencoba mencari makan sendiri dan hal yang paling mudah saya harus ikut ke beberapa kantor pengacara. Waktu itu di kantornya Didik Iskandar, yaitu ketua Dewan wilayah PPP Jawa Barat. Namun di tempat itu saya tidak ditugasi yang berkaitan dengan pengacara melainkan kerja biro jasa, seperti mengurusi SIM, STNK, IMB, ijin dagang, SIUUP, dari situ saya melihat beberapa kasus dan mau tidak mau saya harus terlibat. Bahkan sekolah saya sempat berhenti selama dua tahun karena bekerja. Akhirnya pada 1988 selesai kuliah, saya menjadi pengacara dengan bahasa yang koplak-kaplik atau dengan bahasa indoensia saja, dan saat itu hanya dibayar dengan gaji rupiah sedangkan pengacara yang bahasanya seperti ular yang mendesis, yaitu yesss dan ok dengan ‘S’ terlalu banyak maka saya katakan bahasannya seperti ular bayarannya dolar, di mana satu rupiah tidak sama dengan satu dolar.

Menghadapi persaingan antarpengacara, langkah yang Bapak tempuh?

Lalu saya berpikir bagaimana pun juga saya harus menambah wawasan dan bahasa, lalu saya jual rumah dan barang yang ada bersama istri saya berangkat ke Amerika Serikat. Dengan modal nekat untuk mencari wawasan tentang pengacara. Karena saya yakin awalnya saya beranggapan bahwa hidup di masyarakat itu hanya butuh lebel, namun sesampai di AS saya menjadi malu sendiri kalau cuma sekedar lebel untuk apa? akhirnya saya di AS dapat diterima di salah satu perguruan tinggi terrnama di sana yaitu university of california of Los Angles, untuk menempuh program S2 di universitas no 3 di AS, waktu saya mengambiol hukum.

Selain pendidika, pengalaman apa yang Bapak dapat dari AS?

Dengan uang yang semakin sedikit saya mulai kerja magang di kantor-kantor pengacara di sana selama 3 – 4 tahun. Bahkan istri saya sampai menjual ikan di pasar. Saya juga pernah menjadi loper koran dengan mobil setiap usai sholat shubuh saya mengantarkan koran untuk disebar ke perusahaan yang ada di Amerika atau para pelanggan koran.

Selama magang di kantor pengacara di AS, bapak sebagai apa?

Selama magang, saya tidak pernah menjadi pengacara. Malah saya menjadi office boy untuk membantu melakukan kerja photo kopi, menata berkas-berkas, mengetik surat hingga akhirnya saya menjadi asisten pengacara di Amerika Serikat. Terus terang, saya banyak belajar dari berkas-berkas yang saya bawa dan saya kopi dari kantor, demikian juga banyak membaca banyak literatrur yang ada di kantor pengacara. Hingga akhirnya saya kembali ke Indonesia dan mendapatkan gaji dalam bentuk dolar sebagaimana mereka yang berbahasa seperti ular.

Setelah dari AS?

Setelah lulus dari Amerika, saya buka sendiri pengacara, bisa ngomong seperti ular, pengetahuan dari AS dan dalam waktu dua minggu langsung mendapat client besar karena mereka melihat ijazah saya sari Amerika dan dari perguruan tinggi ternama.

Apa kasus yang pertama Bapak tangani?

Pertama saya terjun pun langsung menerima berkas kasus tentang korporate, merger, akuisisi dan lain sebagainya. waktu kasus yang saya tangani merger perusahaan rokok besar yaitu rokok British American Tobacco. Demikian seterusnya banyak dari perusahaan asing yang mempercayakan kepada tim kami untuk menanganinya.

Kapan Bapak mulai bersinggungan dengan kasus yang menyangkut keagamaan?

Saat itu ada kasus namanya kasus Polmall yaitu kasus tarian telanjang yang digelar oleh aktifis muslim di Solo, dan saat itulah saya mulai mengenal islam, sebelumnysa saya sekuler murni dan hedonis. Waktu saya di Solo, saya sering berhadapan dengan aktivis islam yang memprotes pertunjukan tarian telanjang. Akhirnysa mau tidak mau saya banyak berkenalan dengan para aktifis islam di Solo.

Ormas apa yang pertama kali anda kenal ketika di Solo?

Pertama kali yang saya kenal ormasnya saat itu adalah Front Pembela Islam Surakarta (FPIS), dari situ saya baru tahu semangat mereka dan saya baru tahu menyerap aspirasi ummat mengenai pornoaksi, pornografi. Dan kemudian muncul kasus Ja’far Umar Thalib yang pertama, masalah kasus rajam di Ambon.

Bagaimana dengan kasus Ambon menurut Bapak?

Sebenarnya saya mulai melirik islam ketika ada kasus Ambon, saya pikir Ambon itu hanya berantam biasa yaitu bentrokan antarkampung saja. ternyata ketika saya menunaikan ibadah haji kebetulan saya bertemu dengan salah satu anggota DPRD Ambon dan bercerita banyak tentang pembantaian di ambon. Saya langsung terkejut, karena tidak hanya ditimbuk dengan batu melainkan pembantaian yang sangat sadis termasuk pada peristiwa tobelo berdarah di ambon 2000 yang waktu itu saya berada di mekkah menjalankna umrah, di mana sekitar 800 orang dibakar dan dibantai hidup-hidup di dalam masjid.

Setelah melihat kenyataan itu Bapak?

Itulah titik kilas balik saya. Hati kecil saya mengatakan ini tidak benar. Dan pada saat pulang dari umrah kebetulan ada kasus Jafar Umar Thalib, sebelumnya saya merasa malas menghadapi itu, karena saya pikir ini hanya perbuatan orang yang radikal, keras, sesat saja, ternyata setelah saya melakukan pembelaan saya banyak mengenal laskar jihad ahlussunah waljamaah. Dan saya bisa memahami dan saya merasa malu melihat anak-anak muda yang berani dan mempertaruhkan naywaanya hanya untuk membela sesama muslim dan saya merasa tidak ada apa-apanya. Dari situ lah saya mulai menghimpun kekuatan bersama teman-teman mendirikan Tim Pembela Muslim (TPM) ini.

Bagaimana setelah TPM dibuka?

Termyata saat dibuka TPM, kasus bukan malah saya cari melainkan datang sendiri bahkan kami mengalami kelabakan menghadapi kasus yang ada. Dan saya sudah berpikir ketika saya beralih ke tpm semua client asinmg meninggalkan kami, dan kami hadapi itu dengan sabar, sehingga pendapatan sangat kecil. Saya lebih menyesal jika saya dikatakan sebagai orang yang oprtunis dan penghianat karena harus kembali menjadi pengacara orang-orang asing yang hanya mengejar kekeayaan saja. Kenyataa itu memang saya harus hadapi.

MEngapa menjadi pengacara Abu BAkar Ba’asyir?

Awalnya jarena saya ketua TPM, di samping itu para ulama di Solo telah merekomendasikan Abu Bakar Baasyir untuk ditangani oleh TPM. Akhirnya saya menjadi tim pengacaranya beliau. Saya juga gak menyangka kenapa harus tim kami yang masih dua tahun berdiri, padahal banyak LSM atau LBH yang sudah lama berdiri.

Bagaiamana tanggapan orang-orang saat mendirikan TPM?

Ya, pertama bikin TPM saya dicurigai sebagai orang yang mencari popularitas, ingin top, dan mendapatkan dana asing, bahkan tidak jarang orang menilai kami sebagai pembela teroris. Namun saya senang, ternyata setelah saya menangani kasus Abu Bakar ada seorang wartawan dari Kompas yang mengikuti perjalanan TPM dan akhirnya menyalami saya dan kawan-kawan di TPM. Dia mengatakan kalau mereka pernah berpikiran minor tentang TPM tapi teranyata TPM dalam perjalanannya istiqomah.

Bagaiamana sikap aparat keamanan dengan adanya TPM?

Rata-rata oknum-oknum polisi sangat benci terhadap keberadaan TPM. Meski demikian saya melihat bahwa saudara-saudara saya telah didhalimi, dan kawan-kawan di TPM satu prinsip, jika ada saudara kita muslim didhalimi maka kami akan memabantu. Dan saya melihat skenarionya pada era presiden Megawati khususnya era Dai Bakhtiar. Di dalam era ini saya melihat akan ada kejadian pengambilan kepada seseorang yang dianggap teroris secara terus menerus yang menyangkut agama dan ini merupakan “pembalasan dari Ambon” dan kekalahan anasir di Ambon yang akan membalas dengan cara seperti ini. Dan saya yakin bahwa rangkain bom selama ini bukan murni dilakukan oleh mereka yang “jihad” namun sengaja dipiciu dan difasilitasi.

Apa indikasinya?

Indikasinya, Imam Samudra ia tidak mengakui bom di Padys Club yang dia akui adalah bom di Renon, dan ia bangga dituduh sebagai pelaku bom di Padys karena mampu membunuh oranng-orang bule. Tapi masih banyak misteri yang belum terungkap di bom bali.

Menurut Bapak, apa yang diinginkan mereka dari Islam ?

Setidaknya-tidaknya ingin memoderatkan islam, mereka menganggap islam bukan sebagai agama melainkan sebuah ideology, karenanya Islam bisa diperhalus dan dimodernkan, ini sebuah kesesatan. Contoh mulai muncul islam liberal, itu bermaksud memoderatkan islam dan menghaluskan atau meng-just islam. Bahkan rasul saja tidak pernah meng-just islam dan hanya menurunkan yang Allah turunkan. Dan ini ada beberapa kelompok yang bermaskud untuk memoderatkan islam, untuk bisa diatur menurut ukuran rasio mereka.

Bagaimana Islam menurut Bapak?

Meski islam saya tidak dalam, tapi jika islam sebuah agama sebagai agama yang sempurna saya menyadari islam adalah yang paling sempurna, dan ini sudah dikatakan oleh Allah. Kok mau diatur, menghaluskan islam sebagai ideologi, nantinya Quran itu akan diambil sepotong-potong saja untuk disesuaikan dengan zaman sekarang yang sudah dikuasai oleh yahudi. Jika demikian kita sudah tidak lagi belajar islam melainkan islam versi yahudi. Padahala isalam versi itu tidak ada, islam ya islam.

Apa yang Bapak inginkan dari TPM?

saya ingin TPM cepat bubar karena kalau TPM bubar tidak ada lagi ummat islam yang didolimi, ya kan jika tidak ada ulama di tangkapi dan dipojokkan dan agama islam berdiri tanpa ada gangguan ngapain ada TPM, malah nanti jadi menyimpang saja.

Apa obsesi pribadi Bapak yang belum terwujud?

Obsesi pribadi yang belum kesampaian adalah menjadi bagian dari penguasa dan di saat itulah saya ingin mencoba untuk menghadapi godaan sebagai penguasa. Mengapa sih, penguasa itu kompak mendalimi ulama, tekanannya seperti apa, peritah AS atau oknum yahudi yang memerintahkan penangkapan terhadap ulama seperti apa sih, sehingga di suatu saat nanti akan lengkap, antara saya sebagai seorang oposisi bisa merasakan kenapa mereka mendalimi ulama.

Apa harapan Bapak kepada presiden baru RI?

Saya banyak menupukan harapan kepada presiden baru SBY, karena saya melihat SBY sendiri banyak didukung oleh partai-partai islam, seperti PKS, PAN, dan PKB. Semoga SBY tidak terlau mendalimi terhadap kontrak politik yang sudah dibuat. Dan semoga SBY bisa mengatakan tidak untuk menekan islam di indonesia. Ke depan, penguasa hendaknya sedikit mengurangi wewenangnya, contoh penahanan, saat ini polisi menahan, jaksa demikian, pengadilan boleh menaahan orang seenaknya. Ini gak bisa harus saling kontrol dan inilah yang sedang kami garap di TPM.

Apa harapan Bapak kepada ulama yang sering diperalat penguasa?

Ummat islam kita ini masih rapuh , saya berharap untuk tidak membuat wacana-wacana yang membikin bingung ummat dengan dalil-dalil tidak ada dasarnya melainkan hanya untuk kepentingan pribadi saja. Seperti hukum Allah itu tidak ada, nabi muhammad itu hanya meruapakan tonggak sejarah saja, dan banyak lagi.

Bagaimana dunia pengacara saat ini?

Karena sistem hukum kita masih banyak dikuasai oleh penguasa, maka masih banyak pengacara yang menjilat kepada penguasa dan mereka yang mendomisanisi. Ciri-cirinya kelompok itu jika menghadapi masalah orang-orang sipil ia akan keras saja bahkan tanpa belas kasihan kepada sesama rakyat, memaki dan membentak, menyita harta, namun ketika berbenturan dengan penguasa maka akan munduk-munduk, dan keolompok inilah harus diberantas.

Bagaimana kehidupan keluarga Bapak semasa kecil?

Saya lahir dari keluarga berada, ayah saya bernama Kuncoro Sanyoto, beliau hidup dengan kekayaan yang sangat berkecukupan. Rumah lebih dari satu, kendaraan lebih dari satu kemudian ia terkenal dengan sebutan “orang kaya” saat itu. Bahkan semasa kecil saya pernah merasakan tempat-tempat mewah baik yag ada di Indonesia.

Apa Latar belakang Keluarga?

Sebelum meninggal dunia pada usia muda yaitu 45 tahun, latar-belakangnya adalah intelejen dari angkatan darat, namun ia tidak pernah memakai seragam. Ia menjadi intel mulai dari masa pemerintahan Bungkarno yang waktu itu masih bernama Biro Pusat Intelejen (BPI), kemudian saat pemerintahan Suharto ia juga aktif di Badan Koordinasi Inetelejen Negara (Bakin). Karenanya kondisi ekonomi saat itu cukup lumayan, perekonomian dan politik berpihak kepada angkatan darat. Apalagi saat itu ayah saya menangani masalah logistic. Sedangkan ibu saya bernama Sri Organi adalah ibu rumah tangga biasa, tidak boleh kerja apa-apa. Ibu saya adalah mantan peragawati kampus di universitas Gajah MAda (UGM). Bahkan ia juga pernah menjadi guru peragawati kalau sekarang ini disebut modeling.

Bagaimana keadaan rumah tangga setelah ditinggal ayah?

Karena ibu saya dimanja, maka ia tidak punya kemampuan lain selain kemampuan rumah tangga. Sehingga ketika ayah saya meninggal ia harus menangani lima orang anaknya. Saya anak nonmor dua. Saat itulah ibu harus mengelola harta peninggalan ayah dengan tanpa pengetahuan sama sekali, kareananya dengan mudah ditipu oleh kanan kiri.

Bisa memberikan contoh?

Salah satu contohnya adalah saat masih hidup ayah punya kredit yang sebenarnya tidak macet namun setelah ayah saya meninggal, maka yang saat itu bank milik negara yaitu petugas Bank Rakyat Indonesia (BRI) menakut-nakuti ibu saya untuk segera membayar kreditnya, kalau tidak maka rumahnya akan disita. Karena dalam kondisi terpepet dan ketakutan dan tidak tahu apa-apa, akhirnya rumah dijual. Padahal kredit itu sendiri masih bisa dicover dengan bayar bulanan. Ini sebagai contoh akan ketidaktahuan ibu saya sehingga harus menjual rumah dengan harga yang murah karena seakan-akan mau disita.

Saat itu usia bapak berapa?

Saat kejadian itu, kakak saya saja masih sekolah SMU kelas satu, dan saya masih duduk dibangku SMP.

Di mana bapak sekolah saat masih anak-anak?

Saya disekolahkan dengan basik seklah katolik mulai dari sekolah dasar hingga smu, saat SD saya belajar di sekolah dasar Tarakanita pada tahun 72/73. kemudian smp dan smu-nya saya belajar di Pangudiluhur yang jelas-jelas sekolah katolik. Namun ketika pelajaran agama nashrani saya tidak ikut bersama teman-teman, dan saya terus terang saya senang sekali ketika ada UU Sisdiknas karena hal seperti itu tidak akan ada lagi. Karena kalau masih masa saya saat ada pelajaran agama saya main dan jalan-jalan sambil menunggu teman-teman Kristen menyelesaikan pelajarananya.

BAgaimana kehidupan masa kecil bapak?

Semasa kecil saya memang nakal, bahkan saya cenderung dikatakan sebagai ‘man under street’ yaitu manusia yang hidupnya di jalan-jalan. Karena seringnya berantem, menjahili orang hampir setiap hari. Begitu juga saya sering keluar selama sebulan dan menginap di saudara-saudara saya yang rata-rata mereka tinggal di komplek tentara semua, jadilah saya ini anak kolong. Jadi kelakauan anak kolong saya pernah alami semua.

KEnakalan waktu itu , apa sampai mengkonsumsi narkoba?

Alhamdulillah, satu hal ketika saya menjadi anak kolong, satu hal yang tidak pernah aku lakukan adalah mengkonsumsi narkohba, meski teman-teman saya sering menawari saya mulai dari ganja, leksotan dan lainnya. Hal ini saya lakukan karena saya berpikir kalau saya mabok dan sementara saya banyak musuh maka saya akan dikeroyok musuh-musuh saya, sebab selama 24 jam hidup saya selalu dikejar-kejar oleh musuh. Mereka juga sadis kadang rumah juga didatangi kalau saya dalam keadaan mabok saya gak bisa lari dan melawan.

Setelah usai menamatkan sekolah menegah, melanjutkan kemana?

Lepas dari smu tidak ada biaya sama sekali, tidak mungkin saya masuk universitas swasta sedangkan univesitas negeri saja saya harus di jakarata, karena kalau diluar Jakarta biayanya tidak ada. Jika masih di Jakarta saya bisa hidup dengan keluarga bisa hidup ramai-ramai misalnya telor satu bisa dibagi dua namun kalau di luar kota telur satu ya dimakan sendiri. Karenannay cost nya mahal. Alhamdulillah saya diterima di UI mengambil jurusan hokum, walau sebenarnya saya mengincar tekhniknya.

Hobi bapak?

Renang, dan main komputer

Tidak ada komentar: