Sabtu, 09 Februari 2008

Dari Dosen ke Bisnis Jilbab


Erwina Kusmarini


Tak gampang memutar haluan. Apalagi dari profesi dosen dengan penghasilan pasti menjadi pengusaha yang hasilnya belum pasti.
Tapi langkah itulah yang diambil Erwina Kusmarini.


Untuk terjun ke dunia bisnis, setiap orang memiliki cara atau jalan sendiri. Bagi Erwina Kusmarini, jalan itu berawal ketika pada Ramadhan 2004 ia mendapat order jilbab dari salah seorang temannya yang punya toko busana Muslim di Klaten. Order pertama hanya 10 jilbab, kini setiap minggu sekitar 500 jilbab produk //Bunda Collection// --miliknya-- merambah pasar dari Aceh hingga Papua bahkan mancanegara.

Erwina Kusmarini yang akrab disapa Wiwin adalah dosen di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan beberapa perguruan tinggi swasta lainnya. Lima tahun ia menjalani profesi ini sebelum memutar haluan menjadi seorang pengusaha, demi bisa tinggal di kampung menemani ibunya yang sudah sakit-sakitan.

Ibu Wiwin yang telah lanjut usia tinggal sendiri di rumah tua. Hal itu yang membuat hati Wiwin tak tenang tinggal di Yogyakarta. Setelah melalui pertimbangan matang, wanita kelahiran 14 Oktober 1973 ini akhirnya meninggalkan profesinya sebagai dosen. Begitu juga sang suami, Wahyudi Nasution, harus rela meninggalkan pekerjaannya. Sembari merawat ibunya yang sakit-sakitan, Wiwin mengambil kursus menjahit.

Awalnya keluarga menyayangkan keputusan yang diambil Wiwin. Sebab, kehidupan Wiwin di Yogyakarta telah mapan. "Keluargaku banyak yang pesimis dengan keputusan ini, mengapa harus pindah ke kampung?" demikian keluarganya bertanya.

Wiwin kursus menjahit dengan penuh semangat. Tinggal di kampung yang jauh dari keramaian kota tidak membuatnya mengeluh dan menyerah. Sebaliknya ia optimis menatap masa depan kendati tinggal di kampung.

Dengan kursus menjahit ia berharap bisa mendapat order membuat baju wanita. Tapi order pertama yang ia peroleh menjahit jilbab. "Ini semua kehendak Allah, jika Allah menghendaki yang ini, bagaimana lagi," ungkapnya kepada Majalah //Gontor// saat ditemui dalam pameran busana di Jakarta beberapa waktu lalu.

Pada bulan Ramadhan 2004, Wiwin disodori gambar-gambar model jilbab oleh temannya di Klaten. Saat itu sang teman memintanya membuatkan 10 jilbab sesuai dengan gambar yang ditunjukkannya. Wiwin pun menyanggupi permintaan temannya itu. Namun ia sempat bingung memikirkan modalnya. Nah, di saat dalam kebimbangan itulah ia menerima order membuat baju. Dengan upah yang ia peroleh dari menjahit baju itulah --saat itu sekitar Rp 100 ribu-- Wiwin memodali usahanya.

Dengan cermat ia pahami model jahitan jilbab yang ada pada gambar. Setelah membuat disainnya, Wiwin pun mulai menjahit jilbab pesanan itu. Setelah selesai, 10 jilbab pesanan itu ia antarkan ke toko milik sang pemesan. Tanpa disangka, jilbab buatan Wiwin ludes di pasaran. "Tak disangka jilbab saya laku dijual," ujarnya.

Melihat jilbabnya laris, sang teman tak menunggu lama untuk memesan lagi jilbab kepada Wiwin. Pesanan kedua sebanyak 20 buah. Pesanan berikutnya terus bertambah jumlahnya. Apalagi saat mendekati lebaran. Untuk memenuhi pesanan yang terus meningkat itu Wiwin terpaksa meminjam uang dari bibinya untuk modal.

Selama Ramadhan itu ia menggarap jilbab hingga 100 buah. "Usai lebaran saya sakit karena kelelahan menjahit," kenangnya.

Permintaan jilbab terus berdatangan di luar bulan Ramadhan. Bahkan jumlahnya terus meningkat. Menanggapi perkembangan ini, ia mengajak sang suami untuk menjadi manajernya, sedangkan Wiwin sendiri menjadi pimpinan proyeknya. Dari sinilah bendera //Bunda Collection// mulai berkibar. "Saya nekad membuka //home industry// kecil-kecilan bersama suami," ujarnya.

Rekrutmen karyawan pun dilakukan. Awalnya satu hingga lima orang. Saat ini di rumahnya ada 60 karyawan. Mereka adalah gadis-gadis desa yang hanya tamat SD hingga SLTA. Di antara mereka ada yang cacat fisik, seperti cacat kaki, bisu, tuli, dan sebagainya. "Saya ingin memberdayakan warga. Tak ada halangan bagi mereka yang cacat untuk bisa terampil dan maju," tandasnya.

Wiwin bertanya dalam hati, mengapa usaha jahitnya berkembang pesat. Setelah diingat-ingat, saat Wiwin mendapat order menjahit jilbab, tanggalnya sama dengan waktu ketika ia meminta sang ibu mendoakan usahanya di depan multazam. "Mungkin inilah jawaban atas doa orangtuaku saat di Mekkah," katanya.

Pada tahun pertama, usaha Wiwin terganjal minimnya modal. Namun ia pantang menyerah. Untuk memperoleh modal usaha ia memberanikan diri menawarkan produknya kepada penjual kain di salah satu toko di Malioboro, Yogyakarta. "Saya sodorkan foto-foto jilbab hasil karya saya kepada pemilik toko namun ia acuh, tidak tertarik. Saya lalu meninggalkan toko sambil nyeletuk, 'tapi saya bisa lho kalau membuatkan punya orang'," ungkapnya. Sebelum ia keluar dari toko, sang pemilik toko pun memanggilnya. "Ibu bisa nggak kalau saya punya kain, ibu yang membuatkan jilbabnya?" tanya pemilik toko. Kontan saja Wiwin menyanggupi permintaannya. Sore harinya, ia pun bertemu dengan pemilik toko dan tanpa disangka pemilik toko memberikan segebok kain terbaiknya untuk dibuat jilbab. "Saya belum pernah melihat kain sebagus itu.
Semuanya diserahkan untuk modelnya. Saya pun tertantang," kenangnya.

Pada tahun kedua Wiwin bertemu dengan pengusaha kain dari India. Tanpa ia sangka, pengusaha kain menawarkan kainnya untuk dibuatkan jilbab. Tak cuma itu, Wiwin juga diberi kebebasan untuk mengambil kain berapa pun banyaknya. "Hingga sekarang saya mengambil kain darinya dan membayarnya dengan jilbab."

Meski order jilbab meningkat, Wiwin mengaku belum puas dengan hasil yang telah ia capai selama ini. Ia terus menyempatkan diri untuk mendisain jilbab. Wiwin berharap jilbab garapannya enak dipakai, modis, dan islami.

Wiwin rupanya terus dihinggapi keberuntungan-keberuntungan. Tanpa diduga ia bertemu dengan salah seorang pegawai Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Kabupaten Klaten. Beberapa hari setelah perkenalan itu, sang pegawai datang ke rumah Wiwin bersama kepala dinasnya untuk melihat produksi jilbab Wiwin. "Mereka menawari saya untuk ikut pameran mewakili Klaten," aku Wiwin.

Tawaran itu tak disia-siakan. Wiwin pun akhirnya mengikuti pameran produk daerah di Yogyakarta. Inilah kali pertama ia mengikuti pameran besar, bahkan mewakili Kabupaten Klaten. "Bagi saya ini penghargaan yang tiada terkira," ujarnya.

Dari ajang pameran inilah produk Wiwin dikenal oleh warga Yogyakarta. Ini terbukti dengan banyaknya permintaan dari konsumen. Melihat hal ini, Pemerintah Kabupaten Klaten kembali memberi kepercayaan kepada Wiwin untuk mengikuti pameran di Jakarta. Momen itu tentu saja tak disia-siakan ibu satu anak ini. Baginya, Jakarta adalah gerbang agar jilbabnya lebih dikenal oleh masyarakat luas.

Kini, dalam seminggu perusahaan yang ia kelola mampu memproduksi jilbab sebanyak 500 buah dan bandana sebanyak 800 buah. Jilbab-jilbab itu dijual dengan harga Rp 25 ribu hingga Rp 60 ribu, sedangkan harga bandana berkisar antara Rp 6 ribu hingga Rp 20 ribu.

Produk Wiwin sudah menyebar dari Aceh hingga Papua. Bahkan pelanggannya pun sudah sampai mancanegara seperti Yaman, Dubai, Malaysia, dan Singapura.

Kiat sukses
Wiwin, lulusan Fakultas Sastra, Universitas Gajah Mada, ini dikenal sebagai sosok yang tak mau diam. Berbagai aktivitas ia geluti. Ia, misalnya, pernah jualan kue, atau bisnis catering selama dua tahun sebelum menjadi dosen.

Dalam berbisnis ia menganut prinsip pentingnya ridha dari orangtua dan tali silaturrahim. Baginya, menjalin hubungan silaturrahim dengan siapa saja merupakan modal mengembangkan usaha.

Prinsip lainnya, menonjolkan potensi diri dan //positive thinking//. Menurutnya, setiap orang mempunyai potensi yang harus digali dan dikembangkan. "Setiap masalah yang kita hadapi dengan //positive thinking// insya Allah akan menbuahkan hasil di kemudian hari," paparnya.n[] fathurrozi

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Saya Fatimawati, Saya menggunakan Waktu Suami untuk review memperingatkan SEMUA Rekan Saya MASYARAKAT INDONESIA. Yang Yang Telah Terjadi di Sekitar Mencari Pinjaman, Andari Hanya Harus Berhati-hati. Satu-Satunya Tempat Dan Perusahaan Yang DAPAT menawarkan Pinjaman Andari Adalah QUALITYLOANFIRM. Saya mendapat Pinjaman Saya Dari mereka. Mereka Adalah Satu-Satunya Pemberi Pinjaman Yang Sah di internet. Lainnya SEMUA pembohong, Saya menghabiskan hampir 32 juta di serbi Pemberi Pinjaman Palsu. TAPI qualityloan Memberi Saya mimpi Saya Kembali. Suami Adalah Alamat email Yang sebenarnya mereka: qualityloanfirm@asia.com. heatherwhiteloanltd@gmail.com Email Pribadi Saya Sendiri: fatimatu.said99@gmail.com . Andari DAPAT berbicara DENGAN Saya Kapan Saja Andari inginkan. Terima kasih untuk review SEMUA mendengarkan permintaan Negara untuk review Saran Saya. hati-hati