Sabtu, 16 Februari 2008

Bos Bola dari Majalengka


Irwan Suryanto

Irwan Suryanto, pengusaha bola asal Majalengka ini sebelum menuai suksesnya, ia pernah menjadi kuli di Pasar Baru, menjadi kenek dan sopir truk serta bus jurusan Majalengka – Bandung, ia juga pernah menjadi sales barang-barang elektronik. Kini, Irwan menjadi pemilik PT Sinjaraga Santika Sport dan mampu memproduksi 1 juta buah bola setiap tahunnya. Pasarnya pun tak hanya lokal, tapi mancanegara.

Perjalanan sukses putra Majalengka ini dialami lewat perjuangan panjang. Saat itu, tahun 1973, ketika ia menikahi mojang Priangan bernama Pepen Supartini, ia sempat bingung untuk membiayai hidup keluarganya. Akhirnya, ia mencari pekerjaan seadanya. Pada tahun itu juga, ia pergi ke Jakarta bekerja menjadi kuli panggul di Pasar Baru, Jakarta Pusat. “Saya menjadi kuli selama kurang lebih dua tahun,” kenangnya saat menceritakan kepada majalah Gontor saat ditemui di gerai pameran di Jakarta beberapa waktu lalu.

Selama dua tahun, ia hanya bisa pulang menjenguk keluarganya seminggu sekali bahkan satu bulan sekali. Hari demi hari ia nikmati pekerjaannya dengan sabar. Hingga pada saatnya ia beralih profesi menjadi kenek angkutan umum jurusan Majalengka – Bandung dan Jakarta.

Selama menjadi kenek, Irwan tak hanya tinggal bertahan dan diam menjadi kenek. Sesekali ia berlatih menyetir mobil ke beberapa temannya yang ia kenal. Alhasil, setahun kemudian ia bisa naik pangkat menjadi sopir truk, bahkan ia juga pernah menjadi sopir bus. “Dari menyopir ini, saya kumpulkan uang untuk ditabung,” kata pria kelahiran Majalengka, 1 Desember 1950.

Setiap sebelum shubuh, Irwan menelusuri kampung di Majalengka untuk mencari penumpang yang mau pergi ke Bandung atau Jakarta. Tak jarang, ia membawa penumpang melebihi kapasitas, hingga berdesak-desakan dengan para penumpang. ”Saya isi angkot sampai 20 orang, jadi sesak penumpang,” kenangnya.

Setelah menjadi sopir angkot, Irwan kemudian dipercaya menjadi sales barang-barang elektronik selama dua tahun di Jakarta pada tahun 1979. “Dari situ saya punya tabungan pulang lagi ke Majalengka untuk membuka toko klontong bernama Sinar Jaya,” kata pria yang menjabat Ketua Bidang Pengembangan Usaha Himpunan Masyarakat Pengrajin Indonesia (HIMPI).

Toko klontong yang ia rintis diserahkan kepada istrinya untuk mengelolanya. Irwan sendiri mencoba mengembangkan bakatnya bermain tenis, sebab ia mempunyai bakat dicabang olahraga ini. Tak heran jika ia kerap menjuarai pertandingan di daerah. Meski namanya tak mencuat level nasional. Namun untuk tingkat Majalengka ia termasuk pemain top.

Selain menjadi pemain handal, ia juga berusaha untuk bisa menjadi pelatih tenis. Karenanya, ia sempat duduk sebagai pimpinan Pelti (Persatuan Lawn Tenis Indonesia) Majalengka sampai delapan kali berturut-turut. Bahkan kepelatihannya mendapat pengakuan dengan memegang sertifikat Pelti Jawa Barat, Bill Time dari AS dan Van der Mill dari Belanda, bahkan sempat menjadi pemain nasional.

Keseriusannya dalam olehraga tenis mulai membuahkan berkah. Sebagai ketua bidang pembinaan Pelti Majalengka, ia pun bisa berkenalan dengan para pejabat, baik di tingkat lokal maupun nasional. Salah satunya Moerdiono yang kala itu ketua umum PB Pelti. "Saya diperkenalkan kepada salah seorang manajer perusahaan Korea yang sedang memasarkan raket tenis melalui pelatih," kata Ketua Umum America Latino Indonesia Export Club.

Mr Namsangtee, demikian nama orang Korea itu. Ia pun semakin akrab, bahkan di kemudian hari hubungan itu berkembang menjadi persaudaraan. Dan Namsangtee pun memberikan kepercayaan kepada Irwan untuk memasarkan raketnya dan hasilnya luar biasa, karena penjualan yang ia pasarkan paling banyak di Indonesia.

Bukan Irwan kalau tak keukeuh dengan pendiriannya. Nyatanya lewat hobinya itulah bisnisnya mulai berjalan. Toko kelontongnya yang ia rintis berlahan-lahan mulai besar dan berubah menjadi toko alat-alat olahraga, khususnya tenis lapangan.

Suatu saat, Namsangtee menyarankan untuk membangun industri pembuatan bola. Mulanya, ia tak begitu menanggapi. Namun setelah dia pertimbangkan, di antaranya bisa menjadi industri rumahan yang dapat menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat, saran itu ia jalankan.

Pola industri rumahan sesuai untuk kondisi daerahnya. Selama menunggu masa panen, banyak penduduk Majalengka yang bekerja sebagai tukang gali di Bandung maupun Jakarta. Sebagai mantan kenek dan sopir Irwan tentu hafal kapan mereka berangkat dan kembali. Adanya industri rumahan ini, selain bisa meningkatkan pendapatan juga mencegah terjadinya arus urbanisasi.

Namsangtee menjelaskan bisnis bola sangat prospektif. Karena kebutuhan bola di dunia adalah 250 ribu perhari dan hampir 50 persen dihasilkan dari Pakistan dan sisanya dari Korea. “Jadi saya mulai bersemangat karena saya bisa memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar,” harapnya.

Naluri bisnis Irwan pun terusik. Apalagi pasar bola masih terbuka lebar dan saat itu memang sedang booming. Selain itu Irwan akan bisa membuat industri rumahan yang bisa menampung ribuan pengrajin. Usaha ke arah industri rumahan pun segera diwujudkan.

Maka pada 1993, bermodalkan pinjaman bank Rp 350 juta, ia mengirimkan 20 pemuda Majalengka untuk menimba ilmu praktis ke pabrik bola di Korea. Setelah genap tiga bulan, Irwan menarik ke-20 pemuda. Jadilah mereka pionir industri rumahan pembuatan bola di Kadipaten. Proyek awal yang mereka kerjakan adalah menggarap pesanan bola dari mitra kerja di Korea. Awalnya menyelesaikan 2000 buah bola sebulan. Saat itu, yang pesan bola menginginkan diber nama "Action". Irwan pun mengiyakan dan bolanya pun ludes terjual.

Seiring dengan waktu, kapasitas produk bola Irwan semakin mengalami peningkatan, mulai 5000 buah perbulan hinggga akhirnya mencapai 100 ribu perbulannya. Sebagian besar bola yang ia buat merupakan pesanan, desain dan merek berasal dari pemesan. Order pun berdatangan dari luar negeri, seperti Uni Emirat Arab dengan merek "Alhasad" maupun AS dengan merek "Spalding".

Sedangkan bola yang bukan pesanan, Irwan memberi label dengan nama "Triple S", yang diambil dari nama Sinjaraga Santika Sport. Sinja kependekan dari Sinar Jaya, nama toko peralatan olahraganya. "Awalnya PT ini bernama Sinar Jaya, tapi sudah ada yang menggunakan nama ini akhirnya saya singkat Sinja," ungkapnya.

Dari pabriknya seluas 1.000 m2 di Kampung Liangjulang, Kadipaten, Majalengka Irwan melakukan proses finishing touch terhadap bola-bola produknya sebelum dilempar ke pasaran. Dan untuk menghimpun ribuan pengrajin bola, ia mendirikan koperasi Sinar Jaya Kadipaten gunanya untuk menyatukan mata rantai sebuah industri. Pengrajin tidak perlu pusing-pusing memikirkan bahan baku maupun pemasaran bolanya.

Usahanya Diuji dengan Merugi

Pada 1994, usaha yang dijalani Irwan berjalan lancar, namun tak selamanya bisnis yang ia jalani berjalan mulus, pasalnya cobaan demi cobaan muncul silih berganti, hal ini membuat bisnisnya mengalami kerugian. Dana kredit pinjaman bank sebesar Rp 350 juta saat itu ludes dan ia mengalami kesulitan dana. Kondisi menurun terus terjadi pada 1996. Meskipun telah disuntik dana, ia masih rugi hingga Rp 200 juta. Akhirnya ia terpaksa memutuskan hubungan bisnis dengan pabrik asal Korea Selatan.''Waktu itu saya bingung harus menggaji karyawan dengan memakai apa.''

Awalnya, melalui nama pesanan marklon itu, Irwan memang bisa menempatkan Majalengka sebagai sentral pembuat bola kelas dunia. Namun itu justru sering membuat dirinya tertipu. Selain dikenai harga murah, beberapa kali produk pesanan yang dia kirim ditolak oleh pabrik pemesan dengan alasan rusak. Tapi barang yang ditolak itu tidak dikembalikan ketika diminta untuk dipelajari kerusakannya. Usahanya kelimpungan dan Irwan sempat menjual harta bendanya termasuk tanah untuk menutupi kerugian yang ditimbulkan.

Rasa putus asa sempat membuncah, hingga ia punya niatan untuk menutup usahanya. Lalu Irwan pun merenung dan mempelajari apa yang telah menimpa dirinya. Hingga Irwan pada satu kesimpulan bahwa dirinya harus berangkat menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci, Makkah.

“Saya sudah putus asa, gimana rugi terus, masa depan gelap saja. Harga saat itu ditekan oleh orang Korea sehingga penghasilan sangat minim bahkan minus,” kenangnya.

Di akhir tahun 1994 ia berniat berangkat haji, namun takdir belum memihaknya, karena ia harus menjadi anggota waiting list haji alias menunggu hingga tahun 1996. Ia pun harus bersabar sembari memperbaiki perusahaannya yang hampir kolaps.

Hingga tahun keberangkatan tiba, Irwan merasa bahagia karena ia bisa menunaikan ibadah haji. Kesempatan itu, tak ia sia-siakan. Selama di multajam ia berdoa. “Ya Allah kalau memang bola ini bukan rezeki kami, kami mohon niat awalnya saya baik mohon diberhentikan dengan baik. Tapi jika memang bola ini yang ditunjukan rezeki buat kami maka kami mohon diberi jalan, bagaimana kami berbuat dan bertindak,” demikian doa Irwan.

Setelah menunaikan ibadah haji, Irwan merasa ada semangat baru, semua kerugian yang pernah ia alami diikhlaskan. Karena kunci menyelesaikan masalah ini, menurut Irwan di antaranya menyikapinya dengan ikhlas. Tak cukup itu, ia mulai berani mengambil langkah-langkah inovatif dalam memajukan perusahaannya.

“Saya merenung, bahan masih ada, karyawan masih banyak. Akhirnya dari sisa-sisa ini saya mencoba kemampuan saya. Jadi jalan yang ditunjukkan oleh Allah terkadang terlihat jelek di mata manusia jika kita tidak ikhlas menerimanya kita akan menggerundel,” katanya.

Sepulang dari Tanah Suci, Irwan sudah tidak ada hubungan kemitraan dengan perusahaan Korea. Ia pun menjajakan bola buatannya dengan menggunakan becak berkeliling ke beberapa tempat di Majalengka dan wilayah Jawa Barat lainnya demi menghidupi sekitar 20 orang karyawannya.

Selain itu, ia rajin mengikuti pameran dan pelatihan manajemen yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. Bahkan ia mempunyai keberanian untuk melakukan ekspor sendiri. Meski hanya berpendidikan SMP bapak tiga anak ini - dua alumni ITB dan satu alumni Pondok Pesantren Gontor - tak putus asa. Semula dia mengira, melakukan ekspor sama seperti menjual produk di dalam negeri. Ternyata tidak.

Ketika mengikuti Pameran Produk Ekspor di Jakarta, ia bertemu calon pembeli dari Singapura. Bola yang dipesan mencapai 1000 biji. Namun sampai batas waktu L/C (letter of credit) hampir habis, ia belum juga mengirimkan barangnya. Padahal pesanan itu sudah selesai dikerjakan. Irwan bertambah bingung ketika ditelepon langsung oleh calon pembeli sebab ia tidak tahu bagaimana cara mengirim barangnya. Akhirnya ia ketemu pedagang dari India yang ingin membantu. Karena sudah pasrah, ia mengangguk saja ketika diberi tahu rincian biaya untuk mengirim barang itu. Ekspor perdananya itu akan selalu dia kenang. Bukan karena sukses, tapi karena gagal dan ia harus menelan kerugian sebesar Rp 2,5 juta.

Krismon Membawa Berkah

Kegagalan hanyalah keberhasilan yang tertunda, demikian Irwan menyikapi perjalanan karirnya ini. Ia sadar, kegagalannya karena ia buta soal seluk beluk administrasi ekspor. Irwan pun mengikuti pelatihan yang diadakan oleh pihak Pemda Kabupaten Majalengka dan instansi terkait, Depnaker, Deperindag, serta Yayasan Dharma Bakti Astra. Setelah tergabung dengan Astra dalam pola kemitraan, usaha Irwan mulai menunjukkan hasil yang fantastis.

Produk bola yang ia promosikan juga sudah memperoleh CE Mark, setelah lolos uji, dari Merchandise Testing Lab. (HK) dan Instituto Italiano Sicurezza Dei Giocattoli sebagai persyaratan untuk bisa dipakai dalam Piala Dunia 1998 di Prancis. Selain itu juga sudah diterima di kalangan dunia sepak bola di AS, Uni Emirat Arab, Jepang, dan Korea.

Saat itu, Irwan mengikuti pameran di Belanda, bersama rombongan Menteri Ekonomi, Prodis Hartarto menghadiri forum promosi dagang sedunia (ITPC) di Belanda, Januari 1996 untuk mempromosikan bola. Gayung bersambut, Irwan kenal dengan Harry Romies, pemilik 17 jaringan pasar swalayan di Eopa yang mempunyai hak paten memasarkan bola. Dari mitra itulah pesanan berasal, ia mendapatkan tender untuk bola piala dunia world cup 98.

Meski kondisi Indonesia dalam kondisi krisis moneter, jutru Irwan mendapatkan berkah dari produk bolanya ini. Karena harga yang ia jual keuntungannya berlipat ganda. Sebab dolar mencapai puncak tertinggi, saat itu, 1 $ sama dengan Rp 15 ribu.

Mendapat pesanan dari Perancis, Irwan mengaku produksinya naik hingga 200 persen pada tahun 1998. Setelah tahun 1999 produksinya kembali stabil karena tak ada kejuaraan sepak bola internasional, tahun berikutnya pesanan kembali melonjak.

Seperti halnya Piala Dunia 1998, di tahun 2000 Irwan mendapat pesanan untuk mengisi Euro di Belanda dan Belgia. Tahun 2002, diulanginya untuk Piala Dunia di Korea dan Jepang.

Untuk Euro 2004, selain negara-negara yang telah menjadi langganannya, seperti Perancis, Belanda, dan Hongaria, Irwan juga mendapat pesanan dari pelanggan baru, Norwegia dan Swedia. Negara-negara lain yang juga menjadi konsumen bola Triple S di antaranya Dubai, Arab Saudi, Panama, dan Argentina. “Pada tahun 2006 ini, perusahaan bola juga panen, karena ada world cup di Jerman, InsyaAllah ini akan terulang lagi nanti pada tahun 2008 yaitu Euro dan 2010 piala dunia di Afrika,” paparnya.

Bahkan, pada Piala Dunia di Prancis 1998 bola sepak karyanya telah dipesan sebanyak 10 ribu buah. Sontak Irwan pun menjadi sumber berita sejumlah stasiun televisi beberapa negara, seperti Malaysia, Jepang, dan Indonesia sendiri. ''Ini promosi gratis, soalnya TV3 sampai NHK menemui saya,'' katanya bangga. TV3 adalah stasiun televisi dari Malaysia, dan NHK dari Jepang.

Selain itu, sederet penghargaan dan akreditasi mutu nasional maupun internasional, seperti ISO 9001-2000 dan SNI 19001-2001, ia raih hingga membuatnya melenggang memasarkan produknya ke mancanegara.

Kini dengan bantuan 2.000 orang pengrajin dan 200 karyawan, ayah dua putri dan seorang putra ini tengah membidik pasar akan kebutuhan bola bagi kompetisi basket NBA, VIVA, dan VIBA. Ia menyadari menembus pasar bergengsi tersebut bukan pekerjaan mudah karena itu ia memerlukan peran sponsor. ''Kalau bisa kita membeli lisensi Piala Dunia sekalian,'' katanya bersemangat.

Irwan mengaku tidak memiliki rahasia khusus atas keberhasilannya itu. Ia hanya memantapkan niat yang kuat, banyak belajar, bergaul, dan bertanya, serta terus berdoa karena tanpa pertolongan Allah semua tidak ada artinya. “Karena kerja harus benar niatnya dan ikhlas,” mantabnya.

Bola, Kopyah dan Pesantren

Bapak dari tiga orang anak ini kemanapun pergi selalu tak lepas dari kopyah hitam di kepalanya. Ini pula yang menjadi ciri khas dari pria bernama Moh. Irwan Suryanto ini.

Kopyah bagi Irwan sebagai alat untuk mengerem dari perbuatan yang tidak terpuji. Berkat kopyah ini pula, Irwan seringkali lolos dari ajakan temannya yang ingin ke tempat maksiat, baik ketika di dalam negeri maupun di luar negeri. “ Peci bagi saya untuk ngerem. Waktu ke belanda, saya tidak diajak oleh teman-teman saya karena saya memakai peci. Begitu juga ketika di Singapura,” kenangnya.

Bola yang ia produksi memang mendunia, mitra kerja yang ia jadikan partner pun juga ribuan. Namun ia belum merasa puas. Dulu Irwan berasumsi dengan membantu program pemerintah mengentaskan kemiskinan dengan cara menjadikan masyarakat mitra dalam bekerja, sudah cukup, ternyata ini masih belum cukup. “Ke depan, saya ingin membuka pesantren gratis untuk anak-anak mitra kerja dan anak yatim piatu, mereka bisa fokus belajar agama dan wirausaha,” ungkapnya.

Saat ini, mitra kerja yang menjadi partnernya telah mencapai sekitar 3000 keluarga. Semuanya tidak hanya di Majalengka, tapi berada di luar daerah seperti Cirebon, Sumedang, Sukabumi dan Indramayu.

Untuk mewujudkan impiannya mendirikan pesantren layaknya Pondok Gontor, Irwan tahun ini mencoba kerjasama dengan perusahaan Amerika. Perusahaan ini telah mengaudit empat kali perusahannya. Jika ini berhasil, menurut Irwan, dirinya akan mendapatkan order 250 ribu bola perbulan, karenanya ia akan merekrut ribuan orang. “Sekarang lagi proses. Jika ini lolos insyaAllah cita-cita saya membuat pesantren tercapai,” tuturnya.

2 komentar:

Jesicca Liem mengatakan...

Mari Bergabunglah Bersama MandiriQQ, menawarkan Berbagai Jenis Permainan Menarik.
1 ID untuk 7 PERMAINAN ( NEW GAME : BANDAR SAKONG!!! )
Dapatkan Berbagai Bonus Menarik dari MandiriQQ..!!
- Bonus TurnOver 0.5% tiap Minggunya
- Bonus Referral 20% Dibagikan Setiap Minggunya.
- Minimal Deposit hanya 20 Ribu
- Minimal Withdraw hanya 50 Ribu
Untuk info lebih lanjut Silahkan hubungi Cs MandiriQQ
PIN BBM : 2BE2B4BA
Line : mandiri_qq
yahoo : mandiriqq@yahoo.com
Link : www.mandirimenang.com

AMISHA mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut