Pisang goreng Pontia atau pisang goreng kremes rasanya khas di banding pisang goreng lainnya. Tepungnya yang renyah dan rasa pisang kepoknya yang manis membuat lidah terus ingin menikmatinya. Karenanya, tak heran jika outlet pisang goreng Pontia selalu dibanjiri pembeli.
Lihat saja outlet pisang goreng Pontia yang mengusung bendera P-Man ini. Setiap harinya P-Man dijubeli pembeli yang antri menunggu pisang yang matang dari wajan. Tak heran, jika dalam sekali gelar, P-Man bisa menghabiskan 80 sampai 100 sisir pisang. Letak outlet P-Man memang cukup strategis, pasalnya P-Man berada di pinggir jalan di bilangan Jalan Raya Pasar Minggu, Pancoran, Jakarta Selatan.
Theo, pemilik outlet P-Man ini sudah setahun lebih menggelar dagangan pisang Pontia. Menurut Theo, untuk membuka bisnis pisang Pontia ini dirinya merogoh kocek sekitar Rp 25 juta. Modal ini ia gunakan untuk sewa tempat, membeli beberapa peralatan penggorengan dan gerobak.
Bisnis pisang Pontia ternyata cukup menggiurkan, bagaimana tidak, setiap harinya, Theo bisa menguliti ratusan buah pisang. Jika dalam sehari ia mampu menghabiskan 80 hingga 100 sisir pisang. Maka dalam sehari, Theo berhasil menjual 800 hingga 1000 buah pisang Pontia. "Setiap sisir, kami bisa menjadikan 10 hingga 11 porsi," jelasnya kepada majalah Gontor.
Kini, P-Man telah mempunyai beberapa cabang yang ada di wilayah Jakarta, di antaranya di Cibubur, Buaran, Salemba dan Pondok Bambu. "Saya ingin pisang goreng ini menjadi makanan berkelas, sebab selama ini pisang goreng dianggap makanan biasa," ujar Theo.
Untuk memberikan kesan elegan, maka P-Man mempunyai menu yang berfariasi. Misalnya pisang Pontia dengan rasa srikaya, meises, keju, susu, cokelat, sehingga pembeli bisa menyesuaikan dengan rasa yang ditawarkannya. "Kita memberikan berbagai macam rasa untuk memanjakan konsumen," katanya.
Dengan berbagai macam rasa yang ditawarkan, Theo mematok harga Rp 2.000 hingga Rp 3.000 setiap buahnya. Untuk pisang Pontia yang tidak ada campurannya atau original, ia menjual dengan harga Rp 2.000 per potong. Sedangkan untuk pisang yang punya rasa dipatok harga Rp 2.500 untuk srikaya, meisies, susu, cokelat, sedangkan untuk rasa keju, ia mematok harga lebih, yakni Rp 3000 perbuah.
Theo mengakui, bahwa yang paling laris digemari konsumen adalah pisang original atau pisang goreng yang diolah biasa tanpa ada campuran. Sedangkan untuk rasa keju, ternyata cukup mendapatkan peringkat nomor dua setelah rasa original di banding rasa lainnya.
Untuk memenuhi pasokan pisangnya, Theo mendatangkan pisang-pisang dari berbagai daerah, di antaranya dari Pontianak, Lampung bahkan dari Jawa. Ia mengakui kalau pisang yang digorengnya tak harus dari Pontianak, namun bumbu yang digunakan untuk menggoreng adalah khas dari Pontianak.
Theo menggelar dagangannya mulai jam 15.00 sedangkan tutupnya maksimal jam 22.00 malam hari. Namun jika barang dagangannya laris, maka ia tutup lebih awal. Menurut pengalaman Theo, biasanya waktu yang paling laris adalah ketika jam pulang kantor hingga jam 21.00. "Biasanya, karyawan yang baru pulang kantor menyempatkan untuk beli pisang untuk makan di jalan atau untuk oleh-oleh di rumah," katanya.
Setiap malam, Theo cukup menyiapkan modal sebesar Rp 500 ribu untuk mengoperasikan outletnya. Dana ini digunakan untuk pembelian pisang, tepung, minyak goreng, tabung gas, cokelat, meisies, srikaya, keju, susu dan perlengkapan lainnya. Kendati modal yang dipakai cukup besar, tapi dirinya bisa mengantongi keuntungan kotor sebesar Rp 1.6 juta hingga Rp 2.5 juta permalam.
Menurut Theo, lancar tidaknya bisnis pisang Pontia ini tak lepas dari lokasi yang ditempati. Namun untuk menentukan lokasi juga gampang-gampang susah. Sebab setiap tempat punya kelebihan masing-masing. Theo hanya bisa memberikan saran, tempat yang akan dibuka outlet hendaknya berlokasi tidak jauh dari jalan raya, pasar, kampus atau tempat-tempat keramaian. Outlet hendaknya mempunyai tempat parkir yang cukup untuk memberikan kesempatan pengendara motor atau mobil bisa memarkir kendarannya.
Sementara itu Hengky pemilik pisang goreng Pontianak dengan merk WaWa mengakui dalam sehari bisa menghabiskan 500 hingga 3000 buah pisang goreng siap saji. Setiap buahnya, ia memasang tarif Rp 1800, dengan satu macam rasa, original. "Saya sengaja memberikan satu rasa saja, yaitu rasa pisang goreng asli," katanya.
Saat ini, Hengky memiliki lima tempat, di Bintaro, Cibubur, Cinere, Kelapa Gading dan Lenteng Agung. Hengky mengakui kalau pemasaran yang paling paling banyak pembelinya berada di Kelapa Gading, yakni hingga 3000 buah sehari. Sedangkan untuk outlet yang ada di Lenteng Agung, hanya menghabiskan 500 buah semalam.
Kendati demikian, keuntungan yang diraup oleh Hengky cukup besar. Jika satu buah pisang dijual Rp 1800, maka jika dalam sehari laku 3000 buah, maka Hengky bisa memperoleh penghasilan kotor Rp 5.4 juta.
Hengky mengakui bahwa pisang goreng Pontianak berbeda dengan pisang goreng Pontia. Pisang goreng Pontianak menurutnya lebih menampilkan rasa pisangnya dan bukan pada rasa tepung pisang yang membalutnya. Sedangkan kalau pisang Pontia, lebih banyak ditutupi tepung. Namun keduanya memiliki ciri krispi dipisangnya.
Theo mengatakan, proses penggorengan pisang Pontia berbeda dengan pisang goreng biasa yang hanya sekali goreng. Proses penggorengan pisang Pontia dilakukan tiga kali berurutan. Proses pertama adalah proses produksi, di mana pembuatan tepung crispy dilakukan. Proses kedua, adalah proses pengeringan, yakni pemisahan pisang dari kandungan air. Berikutnya penggorengan akhir, atau finishing sebelum pisang goreng Pontia siap disaji. Berbelit tapi datangkan duit.
Tips Buka Outlet Pisang Pontia
1. Pemilihan lokasi.
Usahakan di lingkungan keramaian, biasanya di daerah anak kos, pasar, terminal.
2. Menentukan menu pisang.
Menu masakan bisa dikelompokkan menjadi menu khusus atau umum (banyak ragam menu).
3. Tukang goreng.
Tukang goreng atau koki bisa dibilang sebagai kunci utama warung. Ciri khas rasa ada ditangan koki.
4. Supplier murah
Mencari supplier murah tentu menjadi penting. Dengan supply barang murah, kita akan mampu menekan harga jual atau mendapatkan keuntungan lebih. Jangan membeli barang murah dengan kualitas jelek. Pilihlah kualitas bagus dengan harga lebih murah.
5. Interior & Perabot
Dekorasi outlet akan memberikan kesan kepada konsumen. Apakah mau didesain konvensional dengan warna dan bentuk gerobak yang menarik. Semua perlu diperhitungkan dengan seksama untuk memberikan kesan kepada konsumen.
6. Harga dan rasa.
Usahakan rasa yang disajikan enak namun harga bisa terjangkau. Jangan memasang tarif yang terlampau tinggi untuk outlet di ppinggir jalan.
7. Menu tambahan.
Menu tambahan menjadi daya tarik tersendiri dan juga menambah keuntungan. Menu tambahan bisa berupa variasi rasa.
8. Kebersihan.
Meskipun menyediakan menu murah meriah dan lezat, akan sangat nikmat makan di tempat yang bersih dan rapi. Janganlah memnjual menu yang sudah basi.
9. Ramah.
Pelayanan yang ramah akan membuat pelanggan tidak segan kembali lagi. Carilah karyawan bagian depan yang murah senyum dengan penampilan rapih dan enak dipandang.
10. Promosi.
Promosi bisa dilakukan dengan spanduk, menyebar brosur atau pun memberikan door prize untuk bulan-bulan tertentu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar