Rabu, 13 Februari 2008

Wakaf Uang Perbankan Syariah

Siti Chalimah Fadjriah SE Akt MM
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI)


Secara mutlak, Komisi XI DPR RI memberikan amanah kepada wanita berjilbab bernama Siti Chalimah Fadjriah SE Akt MM menjadi Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Bidang Perizinan dan Informasi Perbankan Bank Indonesia.

Ada segudang pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Bank Indonesia untuk memperbaiki kinerja perbankan secara umum, baik konvensional maupun syariah. Setelah krisis memporak-porandakan perekonomian baik dari sektor mikro maupun makro, terutama perbankan di Indonesia.

Namun demikian, krisis ini telah memberikan jawaban secara tidak langsung terhadap kemampuan bank syariah dalam menghadapi krisis moneter yang terjadi saat itu. Ternyata, bank syariah yang saat itu hanya Bank Muamalat Indonesia (BMI) mampu bertahan dari gejolak moneter, hal ini berbeda dengan bank konvensional yang justru mengalami kolaps.

Untuk mengetahui bagaimana Bank Indonesia memberikan keleluasaan terhadap perkembangan bank syariah, bahkan yang terkini Bank Indonesia akan menggulirkan produk baru untuk perbankan syariah yaitu wakaf uang. Dan bagaimana sikap BI menyikapi banyaknya investor asing yang ingin memiliki aset perbankan di tanah air ini. Berikut petikan wawancara Fathurrozi NK, wartawan majalah Gontor dengan Siti Chalimah Fadjriah SE Akt MM Deputi Bank Indonesia di kantornya di gedung Bank Indonesia Jakarta Pusat.

Apa program BI untuk Pengembangan perbankan syariah?

Program ke depan di antaranya adalah mendukung adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) perbankan syariah yang akan dibahas di DPR pada Desember mendatang, pihak BI sangat mendukung. Namun sebelum RUU itu dibahas kami siap menerima masukan dari siapa saja karena itu akan memperkaya undang-undang perbankan syariah nantinya. Karena selama ini UU yang berlaku di perbankan syariah masih menempel ke UU perbankan konvensional no 10, yang kemudian ada komite fatwanya, dewan pengawas nasional, yang bisa memutuskan akan kehalalan produk yang dijual oleh bank syariah.

Selain UU perbankan syariah, apa inovasi dari BI untuk perbankan syariah?

Oya kebetulan saya bertemu dengan teman-teman yang ada di perbankan syariah, saya mencoba menawarkan produk syariah baru, yaitu wakaf uang. Dengan wakaf uang ini bisa digunakan untuk pemberian kredit mikro kepada sektor riil, dana ini bergulir dan nasabah hanya membayar administrasi saja tapi pokok wajib balik. Saat ini saya mengajak teman-teman yang ahli hukum untuk mempelajari bagaimana teknisnya. Saya hanya melontarkan idenya saja, nanti biro pengawasan dan Asbisindo akan membahas lebih dalam lagi mengenai teknisnya.

Bagaimana gambaran praktik wakaf uang yang akan digulirkan?

Gambarannya, misalnya para pegawai BI atau bank atau perusahaan lain bisa mewakafkan hartanya sebesar Rp 10 ribu hingga Rp 50 ribu perorang, dan dalam waktu singkat dana akan bisa terkumpul dari wakaf para pegawai. Nah, setelah terkumpul kita mencari UKM mana yang akan dibantu pengembangannya. Dan UKM yang diberikan pun tidak satu-satu melainkan berkelompok, misalnya kelompok tukang sate, bakso, warteg, nasi goreng dan lainnya.

Bagaimana posisi bank syariah dalam hal ini?

Bank-bank hanya menjadi providernya saja untuk menyalurkan dana kepada sektor riil terutama UKM, jika ini terwujud ini merupakan bagian ciri dari bank syariah yang sebenarnya yaitu menerapkan fungsi sosial. Karena selama ini bank syariah masih bisnis oriented, padahal seharusnya bank syariah itu harus benar-benar memperhatikan sektor riil, selain bisnis orientednya.

Bagaimana BI melihat perkembangan perbankan syariah saat ini?

Saat ini, pangsa pasar bank syariah masih 1.3 persen dari industri perbankan Indonesia, namun pertumbuhannya cukup cepat, pada tahun kemarin saja sudah mencapai 70 persen baik dari asset, dana dan pembiayaannya.

Apa kendala utama pengembangan perbankan syariah?

Kendala utama dari perbankan syariah saat ini adalah kurangnya respon masyarakat. Saya pernah ke Jawa Timur, saya pernah bertanya kepada beberapa masyarakat, kenapa masih belum ada atau jarang masyarakat yang menggunakan fasilitas bank syariah, jawabannya masih belum ada fatwa kyai, padahal fatwa ulama Indonesia sudah jelas akan hukum bunga bank. Jadi, saat ini pemahaman masyarakat terhadap bank syariah masih sangat kurang, artinya sosialisasi ke tingkat bawah masih belum optimal. Kedua sumber daya manusia (SDM) insani bank syariah, ini masih sangat kurang dan ini perlu dikembangkan lebih intensif lagi.

Apa sosialisasi yang sudah dilakukan BI saat ini?

Misalnya dengan cara memperbanyak pelatihan-pelatihan, seminar, lokakarya atau mendorong adanya lembaga-lembaga pendidikan yang mengupas ekonomi syariah. Sebab jika kita lihat sekarang fakultas ekonomi syariah masih sangat jarang karena itu kita perlu mendorong munculnya lembaga-lembaga pendidikan ekonomi syariah. Di samping itu, BI juga mendorong masyarakat untuk mengenal agar mau berhubungan dengan bank syariah. Termasuk melakukan sosialisasi di pesantren-pesantren, sebab di pesantren sudah banyak fikih muamalah yang diajarkan sehingga praktiknya akan lebih bagus dengan bank syariah.

Apa harapan masyarakat terhadap bank saat ini?

Saat ini masyarakat masih ragu-ragu untuk memilih bank. Pada dasarnya masyarakat itu kebanyakan memilih bank yang cepat pelayanannya dan kostnya kecil karena sifat manusia seperti itu. Jadi kalau bank syariah mau diminati oleh masyarakat, bank syariah harus memberikan pelayanan yang optimal menyangkut servisnya yaitu cepat dan benar serta ongkosnya kecil. Karena bisnis bank itu adalah bisnis kepercayaan.

Apakah artinya masyarakat cenderng rasional dalam memilih bank?

Ya, saat ini masyarakat lebih rasional dan kritis untuk memilih perbankan yang baik, meskipun ada fatwa MUI yang menyatakan bahwa bunga bank adalah riba. Bahkan fatwa seperti itu oleh sebagian masyarakat dianggapnya sebagai promosi bank syariah saja. Jadi masalahnya kompleks, namun demikian kita selalu mendorong kepada perbankan syariah untuk membuka di daerah-daerah yang sangat memerlukan bank syariah agar seluruh masyarakat bisa menikmatinya.

Apa harapan BI terhadap kinerja perbankan syariah?

Kami berharap kepada perbankan syariah, harus benar-benar menjalankan sistem syariahnya dengan benar dan harus dijaga kemurniannya, karena pengelolaan syariah beda dengan konvensional, jika bank syariah masih banyak ditemukan pelanggaran-pelanggaran apa bedanya dengan bank konvensional yang sekarang banyak terkena masalah.

Apa upaya BI untuk meningkatkan kinerja tersebut ?

Dalam hal ini BI lebih banyak memberikan kesempatan kepada bank konvensional untuk melakukan konversi ke syariah, mendirikan cabang syariah hingga mendirikan unit usaha syariah yang aturannya sudah jelas di BI. Bahkan kami juga memberikan langkah sosialisasinya dengan cara bekerjasama antara lembaga internasional yang mengenai bank syariah seperti Islamic Development Bank (IDB).

Bagaimana pengawasan BI terhadap bank syariah, apa berbeda dengan bank konvensional?

Mengenai pengawasan, pola yang dipakai secara garis besar tidak berbeda, namun jika di bank syariah ada dewan pengawas nasional. Posisi BI juga tidak mengawasi produk halal haramnya sebuah bank, namun pada sisi prudentialnya. Kami mengawasi produknya untuk dicocokan dengan konsep syariahnya. kami tidak menilai produk ini adalah haram atau halal tapi produk ini layak atau tidak, alasannya karena ini menyangkut pelayanan kepada masyarakat di mana pihak bank itu dananya dari masyarakat karenanya bank berkewajiban untuk mengembangkan dan mengembalikannya dengan baik kepada masyarakat.

Sejauh ini, bagaimana prudential perbankan syariah?

Untuk segi prudentialnya, saat ini bank syariah sudah cukup bagus tapi yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah kinerja bank-bank kecil seperti Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), karena selama ini banyak BPR konvensional yang konversi menjadi syariah namun hanya mengganti baju luarnya saja tapi dalamnya tidak. Ini dilakukan hanya untuk menarik nasabah saja.

Apa sanksi yang diberikan BI kepada bank-bank yang bermasalah?

Sanksinya bermacam-macam sesuai dengan yang dilanggar. Antara lain sanksi kewajiban membayar, sanksi administarif atau sanksi mengelurkannya dari kepengurusan. Jadi kita selama ini berusaha untuk konsisten.

Apa pernah ada kasus di bank syariah?

Ya, kami pernah memberikan sanksi kepada BPR syariah yang ada di bandar Lampung dan BPR syariah yang ada di Surabaya, karena dalam praktiknya tidak sesuai dengan syariah, melainkan hanya kulit luarnya saja.

Investor asing dari Timur Tengah banyak memindahkan dananya ke Asia Tenggara, bagaimana Ibu melihat ini?

Sebenarnya setelah pasca tragedi WTC, dana milik orang Timur Tengah banyak yang ditarik untuk menghindari diblokirnya rekening dana milik orang Timur Tengah di Eropa karena isu teroris. Dan saat ini investor Timur Tengah sedang mencari tempat yang pas untuk menempatkan dananya ke Asia Tenggara, alasannya karena di Asia Tenggara penduduknya banyak yang muslim. Namun sayang dana itu banyak dicairkan di Malaysia dari pada di Indonesia

Kenapa mereka enggan menaruh dananya ke Indonesia?

Alasannya karena kepastian hukum bagi investor asing masih lemah di banding Malaysia. Jadi mereka masih enggan menempatkan dananya ke indonesia. Mereka hanya melirik saja. Padahal kalau dilihat banyaknya penduduk Indonesia yang Muslim. Seharusnya Indonesia mendapatkan dana yang banyak dari Timur Tengah di banding negara Asia lainnya karena umat Islam di negeri ini mayoritas muslim, apalagi Gubernur BI sekarang ini menjadi Deputi Governer di IDB jadi inilah tantangan untuk kita.

Selain investor Timur Tengah, saat ini, banyak investor asing gencar membeli aset bank di Indonesia, bagaimana Ibu melihat fenomena ini?

Sebenarnya, logikanya sederhana. Setelah krisis melanda bangsa ini, pemerintah kekurangan aset, lalu pemerintah memerlukan dana untuk menomboki Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Namun sebelumnya pemerintah menawarkan kepada investor lokal, ternyata tidak ada yang punya duit juga untuk membelinya, otomatis kami menawarkan kepada pihak asing untuk membelinya. Sebenarnya tidak terlalu sulit untuk menjustifikasi masalah ini.

Apa sikap pemerintah sendiri dengan kenyataan ini?

Sebenarnya, kalau di zaman globalisasi seperti sekarang ini, treatment BI terhadap bank itu harus sama, karena prinsip globalisasi itu adalah kesamaan treatment antara asing dengan nasional. Tapi kita juga bisa bersikap ekstrim seperti saya misalnya, kita tidak care siapa pemilik bank asalkan bisa memberikan suport kepada negara ini, dan bisa memberikan manfaat bagi masyarakat, why not.

Bagaimana keberadaan investor asing sebelum adanya krisis?

Sebelum krisis, pihak asing memiliki market bank hanya sebesar 10 persen, namun setelah krisis meningkat menjadi 35 persen. Ya itu dulu, kemungkinan pihak asing yang memberikan modal sebenarnya juga mempunyai harapan ke depannya yaitu agar bisa stay dalam jangka lama dan bisa menghubungkan antara pengusaha di sini dengan luar, ya begitu kenyataannya.

Apa pilihan pemerintah ke depan?

Kita sebenarnya hanya mempunyai dua pilihan, pertama menerima kepemilikan orang asing yang dikelola dengan baik dan membayar pajak banyak atau dimiliki sendiri tapi dikelola kurang baik dan ruginya banyak. Imbalannya jika pilihan nomor dua, maka akhirnya yang rugi pemerintah juga. Kalau sekarang misalnya bank sudah dibeli oleh asing dan pemerintah mempunyai kepemilikan yang tidak banyak tapi bank yang dikelolanya bagus dan memberikan dividen bagus, apa salahnya dimiliki orang asing. Pilihan ini jika kita bicara prinsip bisnis dengan landasan globalisasi. Ya sekarang kita tinggal konsesus saja, apa maunya dimiliki nasional tapi menjadi beban terus kemudian habis akhirnya minta rekap APBN.


Fadjriah, Sosok yang Relijius

Perempuan berjilbab kelahiran Temanggung 2 September 1951 ini dikenal di lingkungan Bank Indonesia sebagai wanita yang relijius, ia suka mengajar ngaji dan berdakwah. Kebiasaan ini, ia dapatkan sejak kecil. Maklumlah, ia dididik dalam keluarga santri. Ibu, ayah, dan kakeknya adalah ustadz dikampungnya.

“Ayah sering bilang, kalau mau jadi orang Islam harus gentel atau mumpuni,” kisahnya kepada majalah Gontor saat ditemui di kantor BI Jakarta. Ia juga menambahkan bahwa ayahnya selama ini menagnjurkan kepada anak-anaknya untuk mencari ilmu dan bukan harta. ''Saya tidak bisa mewariskan harta kepada kamu, tapi ilmu.'' Pesan inilah yang sering dikenangnya.

Ibu yang akrab disapa Bu Fadjri ini sering mengadakan kegiatan pengajian, baik tadarus al-Quran, pengkajian al-Quran, maupun diskusi keislaman. Setiap ada kesempatan, ia selalu memanfaatkannya untuk mengajar ngaji dan dakwah. Pasalnya ia selalu teringat dengan hadis Nabi yang mengatakan, 'Sampaikanlah apa yang engkau ketahui, walaupun satu ayat','' ujar lulusan Fakultas Ekonomi, Jurusan Akuntansi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Manajemen PPM, Jurusan Manajemen Internasional, Jakarta.

Apalagi jika bulan Ramadhan tiba, tiap pagi, dari pukul 07.00 hingga 08.30, Bu Fadjri memimpin sekelompok pegawai BI untuk tadarus al-Quran. ''Saya sudah enam tahun mengadakan acara tadarusan di kantor,'' kata Fadjriah menambahkan. Baginya al-Quran itu luar biasa. ''Bacaan yang paling saya senangi adalah al-Quran,'' tuturnya.

Tidaklah mengherankan bila perempuan yang juga aktif di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) ini, ke mana pun pergi, selalu menyertakan al-Quran di tasnya. Ia juga membiasakan membaca al-Quran sebelum dan setelah shalat Subuh. Bahkan ia mampu mengkhatamkan al-Quran dua sampai tiga bulan sekali.

Namun, di bulan Ramadhan atau saat umrah Ramadhan, dia bisa khatam berkali-kali. ''Wirid saya adalah al-Quran. Sejak kecil, saya sudah terbiasa membaca al-Quran. Ketenangan yang kita rasakan kalau kita membaca al-Quran itu luar biasa,'' ujar perempuan pernah mengikuti job training di berbagai bank sentral dan bank syariah di sejumlah negara.

Sebelum ia menjadi pegawai BI, dirinya meminta pendapat kepada seorang Kyai, dan ia mengingat pesan Kyai tersebut, yaitu, ''Boleh saja bekerja di BI, tapi jangan mencuri waktu.'' Imbuhnya ''Kita digaji untuk bekerja delapan jam sehari. Kalau jumlahnya kurang dari itu, berarti rezeki kita ada yang tidak halal,'' kenang ibu yang sekarang menjadi anggota Dewan Pengurus Nasional-Ikatan Akuntansi Indonesia.

Menurutnya, kalau seorang hamba dekat dengan Allah dan berusaha maksimal, hidupnya akan dijamin. ''Karena itu, kalau bekerja, bacalah basmallah, niatkan ibadah, Allah pasti membalas. Kita harus yakin, rezeki itu Allah yang mengatur,” tuturnya.

Ia juga sering mengatakan kepada anak buahnya. ''Niatkan kerja itu sebagai ibadah, supaya kalaupun tidak dapat dunianya, tetap dapat akhiratnya.'' Dia menambahkan, kalau pangkat tidak naik-naik, tidak usah sakit hati. ''Saya yakin, kalau kita dekat dengan Allah, semua akan lancar. Semua bisa tercapai. Hal itu sudah saya sudah buktikan,'' kata perempuan yang mengawali karirnya di Bank Indonesia sebagai Staf di Bagian Pemeriksaa Bank-UPPB.

Tak hanya memperhatikan lingkungan kerja dan tempat tinggalnya. Bu Fadjri juga selalu memperhatikan keadaan rumah tangganya, khususnya anak-anaknya. ''Saya mengajarkan anak membaca al-Quran sampai mereka bisa, baru kemudian saya memanggil guru mengaji. Hanya dua hal yang selalu saya ingatkan kepada anak-anak saya, yakni belajar, shalat, dan mengaji,'' kata ibu tiga anak itu.

''Kalau saya di rumah, saya biasa belanja ke pasar. Saya pun membersihkan kamar mandi. Saya tidak merasa jabatan itu jadi beban. Jabatan itu di kantor, di rumah saya adalah ibu rumah tangga."

Bu Fadjri juga mengagumi sosok istri Rasulullah, Khadijah. ''Saya merasa salut sekali kepada Khadijah. Beliau seorang wanita yang kaya raya, seorang bos, namun begitu menikah dengan Muhammad, dia sangat berbakti.'' Tuturnya.[] roji

Tidak ada komentar: