Minggu, 10 Februari 2008

Juragan Dagadu


Ahmad Noor Arief

Berawal dari kios kaki lima di sebuah mal dengan modal patungan, bisnis Ahmad Noor Arief kini beromset 20 miliar rupiah per tahun.

Singgah ke Yogyakarta, tak lengkap rasanya jika tidak membawa oleh-oleh kaos "Dagadu Djokdja". Dengan jargon file://Smart, Smile// dan Djokdja, kaos 'oblong' khas kota Gudeg ini kini telah menjadi ikon, digemari, dan banyak ditiru.

Nama Dagadu tak lepas dari tangan-tangan kreatif 25 mahasiswa Jurusan Arsitektur, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Di sela-sela kesibukan kuliah, mereka suka berkumpul membahas isu-isu sosial yang lagi aktual. Obrolan mereka lalu dituangkan dalam kata-kata di berbagai cinderamata, seperti gantungan kunci, gambar, stiker, stempel, dan pernak-pernik lainnya.

Menurut Ahmad Noor Arief, direktur PT Aseli Dagadu Djokdja, hasil kreatif yang mereka tekuni sejak 1994 ini, ternyata kemudian menarik pengelola Malioboro Mall dan menawarkan untuk mendirikan kios kaki lima di dalam mal. Setelah melakukan musyawarah ala mahasiswa, akhirnya mereka sepakat patungan mengumpulkan modal sebesar empat juta rupiah.

Uniknya, Dagadu bukanlah merek yang diciptakan dengan ilmu pemasaran yang matang. Merk ini awalnya tercipta berkat “ilmu penasaran”, karena orientasi para aktivis pendirinya hanya untuk mengembangkan kreativitas mereka, tanpa memikirkan unsur bisnis. Hingga suatu ketika mereka pun menelurkan ide untuk menuangkan kreativitas mereka melalui kaos oblong. Dari situ, maka lahir sebuah bisnis anak muda yang kini begitu membumi di Yogyakarta.

Menurut Arief, kaos oblong Dagadu selalu menampilkan kata-kata jenaka yang menyegarkan, bahkan bernada kritik atas kondisi lingkungan. “Kami mencoba tampil beda, dan ternyata masyarakat merespon baik, akhirnya terus kami kembangkan dalam bentuk kata-kata di kaos,” katanya.

Imperium baru
Saat ini, Dagadu telah menjadi imperium bisnis tersendiri yang memiliki ruang pameran representatif dan manajemen profesional. Kini Dagadu telah menjadi cinderamata khas Yogyakarta. Konsep mereka juga banyak ditiru oleh berbagai kalangan dan pengusaha.
Kesuksesan bisnis kaos dengan desain unik dan kalimat-kalimat guyonan plesetan tipikal Yogja sebagai pesan utamanya ini tidak diragukan lagi. Padahal 13 tahun lalu, saat mulai muncul di pasaran, Dagadu hanya mampu dijual 100 buah dalam sebulan. Kini, setiap bulan terjual 25 ribu kaos Dagadu. “Dalam setahun omset bisa mencapai Rp 20 miliar,” ujar Arief. Padahal, pemasaran kaos khas yang bercerita tentang Kota Yogya ini hanya dilakukan resmi di beberapa toko pemasaran saja. Yaitu Unit Gawat Dagadu (UGD) di Jl Pakuningratan, dan Pos Pelayanan Dagadu (Posyandu) di
file://Lowerground Malioboro Mall//.

file://Booming// kaos Dagadu di Yogya terjadi pada 1990-an, bahkan saat itu ada beberapa daerah yang tertular untuk mengemas kaos layaknya Dagadu. Di Bandung, misalnya, sempat marak produksi kaos serupa namun tidak bertahan lama. Tak hanya di Pulau Jawa, demam Dagadu juga sempat menular sampai ke Pulau Dewata, hingga lahirlah file://brand// serupa Dagadu bernama Joger.

Ada juga minat para pembajak merek untuk meraup keuntungan haram dengan memproduksi Dagadu berlabel palsu. Biasanya, kaos Dagadu palsu ini dijual dengan harga 12.500 rupiah, tanpa hologram. “Yang asli selalu kami sertakan hologram Dagadu,” tegas Arief. Dan harga yang dipatok Dagadu asli pun cukup bervariasi, mulai dari 30 ribu hingga 160 ribu rupiah.

Produk budaya
Cinderamata adalah bisnis dasar Dagadu. Menurut Arief, cinderamata Dagadu mencoba mengeksplorasi semangat dan khasanah budaya lokal. “Yogja selalu menjadi tema sentral.
file://Everything about Yogja//, tentang artefak, bahasa, kultur kehidupan, maupun peristiwa keseharian,” paparnya.

Bagi Arief, keberhasilan produk Dagadu ini menjadi tantangan besar untuk bisa mengembangkan produk lainnya, yang tidak hanya mengangkat Kota Yogja tapi kota-kota lain. Sebab kota-kota lain sebenarnya juga memiliki potensi yang tidak kalah menarik dibanding Yogya.

Untuk membuka peluang ini, Arief mencoba mengangkat beberapa file://brand// yang memiliki pasar dan kekhususan sendiri. Misalnya, Dagadu Djokdja™, sebuah merek dagang yang digunakan dalam bisnis ritel yang fokus pada pengembangan cinderamata alternatif bagi Djokdja dengan sasaran pasar utama para wisatawan yang berkunjung ke Yogyakarta.

Atau juga, Hiruk-Pikuk, merek dagang yang digunakan dalam bisnis ritel yang fokus pada pengembangan cinderamata alternatif bagi obyek-obyek wisata favorit di Indonesia, dengan produk utamanya berupa t-shirt, yang dipopulerkan sebagai oblong wisata, dengan sasaran utama para wisatawan.

Begitu pula dengan AFTERHOUR™ yang menjadi bisnis ritel yang fokus pada pengembangan produk-produk file://fashion// yang mengedepankan file://trend mode// untuk anak muda global dengan keunggulan dalam bidang file://design creative// dan kualitas produk.

Merek Daya Gagas Dunia™ dibentuk untuk bergerak dalam bidang jasa konsultasi marketing. Usaha ini ditunjang oleh file://studio creative// dan unit produksi sebagai unit eksekusi yang mendasarkan kegiatannya pada keunggulan di bidang file://creative concept, creative design// dan file://creative product//. Sasaran utamanya adalah perusahaan-perusahaan yang file://concern// pada pembangunan loyalitas konsumen dan karyawan.

Sedangkan Malioboroman™ dan Malman™ adalah merek dagang yang digunakan pada bisnis file://merchandise// dari tokoh kartun yang dijadikan maskot perusahaan. Maskot tersebut disosialisasikan sebagai tokoh kartun yang memberi teladan kebaikan kepada anak-anak.
Arief berharap, perusahaan yang dipimpinnya ini menjadi perusahaan komersial terkemuka di Indonesia yang membawahi unit-unit bisnis dengan keunggulan kompetitif dan komparatif dalam bidang
file://creative concept, creative design// dan file://creative activities//, yang memberi keuntungan bagi seluruh file://stakeholder//nya.

Selain itu, Dagadu diharap bisa menjadi magnet bagi pembangunan komunitas kreatif yang file://smart// dan file://smile//, dengan fokus utama pada pengembangan potensi generasi muda Indonesia, untuk berkembang menjadi individu yang kreatif dan inovatif, yang siap menghadapi persaingan global.n fathurrozi


Sejarah Nama Dagadu

Nama Dagadu ternyata menyimpan pengalaman dan filosofi yang membuatnya menjadi besar. Menurut Arif, pemilihan nama ini diawali dari kebiasaan salah seorang mahasiswa kawan sesama kumpulan, yang kerap mengeluarkan ucapan dalam bahasa file://slang// Yogya: “Dagadu!” yang bermakna matamu. Umpatan itulah yang kemudian menginspirasi nama merek dagang mereka, dan mata juga kemudian dijadikan sebagai logo resmi merek Dagadu.

Nyatanya, Dagadu memang mampu membuka mata kita semua. Dan secara filosofis, akhirnya mata juga menjadi titik tolak imajinasi para penciptanya, karena mata merupakan pintu jiwa. “Lewat mata, kita bisa jatuh cinta, dan sebuah kekuasaan juga bisa jatuh karena mata-mata. Pelesir dan pariwisata pun membutuhkan mata untuk merasakan keindahan panorama,” tandas Arief berargumen.

Namun, nama Dagadu belum cukup dianggap memberi identitas sebagai produk lokal Yogya. Akhirnya, untuk menunjukkan lokalitas produknya, maka ditambahlah kata Djokdja, sehingga menjadi Dagadu Djokdja. Dan pemakaian ejaan lama untuk kata Djokdja, dimaksudkan untuk memberi muatan historis dari kota keraton Ngayogyakarta Hadiningrat ini.n rozi

2 komentar:

Uky Yanuhandoko mengatakan...

tulisannya menginspirasi mohon ijin share ya...

Uky Yanuhandoko mengatakan...

menginspirasi sekali... mohon ijin share ya .. maasih