Rabu, 10 Desember 2008

Mengantar BNI Syariah Menuju Spin Off


Ismi Kushartanto


Background ilmu memang pertanian, tapi itu bukan kendala karena semua bisa dipelajari. Kini ia menjadi orang nomor satu di BNI Syariah. Bagaimana langkahnya? Berikut kisahnya.

Lewat tangan kreatif Ismi Kushartanto, pertumbuhan BNI Syariah melejit. Bayangkan, sebelum ia menahkodai BNI Syariah asetnya hanya Rp 1,7 triliun selama 7 tahun. Kondisi ini berubah hampir dua kali lipat atau Rp 3,1 triliun hanya dalam kurun 10 bulan. Sebuah langkah maju.

Bagi Ismi, BNI Syariah memiliki banyak kelebihan di banding bank syariah lain. Pertama karena jaringannya cukup banyak menyebar di seantero Nusantara, selain itu produknya cukup berfariasi. Potensi inilah yang dibidik Ismi untuk melakukan percepatan dalam menggenjot pertumbuhan BNI Syariah.

Ismi bersama seluruh kru bertekad merubah image BNI Syariah. Tak tanggung-tanggung target pertumbuhan yang dicanangkan Ismi yaitu 100 persen selama setahun. Ismi dan timnya pun berjibaku menyosialisasikan BNI Syariah ke customer. Layanan ke customer pun terus mengalami peningkatan yang signifikan.

Tak ringan memang tugas meyakinkan customer untuk memilih BNI Syariah. Butuh semangat tinggi dan daya juang besar. Alhasil, kurun waktu 10 bulan, BNI Syariah syariah telah memiliki aset 3,1 triliun. Artinya, 73 persen target telah terpenuhi atau naik 1.4 triliun. “Semua memang kerja tim mas,” tuturnya saat ditemui di kantornya.

Baru memasuki tahun kedua ia menjabat sebagai Pemimpin Divisi BNI Syariah, ia mulai melakukan inovasi produk, di antaranya dengan meluncurkan Hasanah Card. Rencananya, Hasanah Card akan terbit dalam tiga jenis: green, gold, dan platinum. Masing-masing jenis didasarkan pada tingkat kemampuan calon pemegang kartu dalam melunasi pembiayaan kartu kredit syariah. Dalam tahun pertama, diharapkan Hasanah Card bisa menjaring 60 ribu pemegang kartu kredit syariah.

Dalam pemasaran, BNI Syariah akan memanfaatkan jaringan kantor cabang syariah dan konvensional yang menerapkan layanan syariah (office channelling) yang jumlahnya mencapai ratusan 54 outlet syariah dan 647 outlet office channelling.

BNI Syariah kemungkinan akan lebih fokus memasarkan kartu kredit syariah jenis gold dan platinum. Alasannya, karena calon pemegang kartu kedua jenis tersebut memiliki tingkat kemampuan membayar pembiayaan cukup tinggi. berikutnya pasar yang umumnya menggunakan kartu kredit untuk memudahkan transaksi pembayaran.

Sebagai pimpinan, suami dari Sri Heri Susilowati ini terus memberikan motivasi kepada karyawannya untuk bekerja semangat. Apalagi pekerjaan di BNI Syariah tak sekadar bekerja tapi ada nilai-nilai ibadah di dalamnya. “Kerja harus luar biasa dan bukan biasa saja. Sebagaimana Rasul bekerja luar biasa,” paparnya.

Akhir tahun 2008, BNI Syariah telah memiliki sekitar 300 ribu nasabah. 40 ribu nasabah pembiayaan dan 260 nasabah funding. Sedangkan total aset dana pihak ketiga mencapai 2,8 triliun, hal ini mengalami peningkatan di banding tahun sebelumnya yang hanya 1,6 triliun. ”Perkembangan baik ini sejalan dengan makin sadarnya masyarakat terhadap perbankan syariah,” ungkapnya.

Setelah hampir 8 tahun BNI Syariah berdiri, tahun 2009 BNI Syariah akan mencoba melakukan langkah berani yaitu spin off, yaitu memisahkan diri dari induk semangnya, BNI.

Persiapan spin off memang sudah lebih dari satu tahun. Prosesnya tidak mudah, perlu persiapan yang matang untuk bisa pisah dengan induknya. Saat ini, menurut Ismi, sudah melakukan negosiasi dengan Islamic Corporation for the Development of the Private Sector (ICD) anak perusahaan Islamic Development Bank (IDB). “Insyaallah pertengan tahun ini (2009-red) sudah bisa terlaksana, doakan,” paparnya.

Dari Pertanian ke Bankir

Ismi Kushartanto muda memang anak cerdas. Tak heran jika ia mendapatkan program perintis dua dari Institut Pertanian Bogor. Seleksinya cukup ketat, yaitu nilai rapot mulai dari SD hingga SMA harus bagus. Mujur, anak buah hasil cinta Ismaun (alm) dengan Kasnihani ini berhasil mendapatkan kesempatan belajar gratis tahun 1977. Masuk tanpa tes, buku gratis, dan fasilitas serta kemudahan lain ia dapati.

Di IPB ia mengambil Jurusan Agronomi, tentang tanaman. Tahun 1982, ia berhasil menjadi alumni IPB. Tak terbayang saat itu ia akan menjadi seorang bankir. Pasalnya awal bekerja ia menjajaki di perusahaan United Tractor. Selama masa training, ia mendengar ada lowongan pekerjaan di Bank Exim. Pilihan pun mengarah ke perusahaan bank. “Saat itu portfolio bank exim sedang pengembangan kebun akhirnya banyak mengambil orang pertanian,” kisahnya.

Setahun bekerja di bank Exim di biro kredit perkebunan, ia pun terpilih untuk melanjutkan belajar di luar negeri untuk menyabet gelar MBA di Universitas Colorado Denver, Amerika Serikat.

Sekembali dari AS, ia pun mendapatkan amanah untuk masuk di wilayah korporasi dan menjabat Kepala Dinas Divisi Penyelamat Kredit. Kebetulan saat itu bank tempat ia bekerja berencana merger dengan bank Mandiri.

Prestasi kerja Ismi memang cukup baik, tak heran jika ia kerap mendapatkan jabatan sebagai kepala divisi. Menurut Ismi, semua itu karena dalam bekerja ia selalu berupaya lebih siap di banding teman lainnya. Misalnya, ia datang lebih awal. Bahkan diawal-awal bekerja, ia datang sebelum gerbang kantor dibuka petugas. Kesempatan itu ia gunakan membaca koran untuk menambah wawasan.

Ketika merger bank antara Bank Dagang Negara, Bank Exim, Bapindo dan Bank Bumi Daya menjadi Bank Mandiri, Ismi tak ikut mencari posisi. Pasalnya, saat itu ia sudah terdaftar sebagai calon jamaah haji. Mau tak mau posisi menggiurkan itu pun terlewatkan. ”Saya yakin Allah sudah mengatur semuanya,” tuturnya.

Jalan itu Bank Syariah

Sepulang dari Tanah Suci, tak ada lagi posisi buat mantan Kepala Biro Penyelamatan Kredit Bank Exim ini. Namun, tidak berarti karier Ismi mentok. Tak lama kemudian tawaran datang dari bank lain. Saat itu, Bank Mandiri punya hajatan mendirikan Bank Syariah Mandiri (BSM). Lantas, Ismi diminta menjabat Direktur Operasional, Compliance & Risk Management BSM. Tanpa ba-bi-bu tawaran itu langsung ia sambut. Itulah titik balik karir bankir mulai menikung ke syariah.

Bank syariah kedua setelah Bank Muamalat ini cukup berkembang lewat tangan dingin Ismi dkk. Akan tetapi, ia tak bisa berlama-lama, karena dua tahun kemudian ia ditarik ke Ban Mandiri Konvensional. Tak tanggung-tanggung, posisi yang ditawarkannya pun cukup bergengsi yaitu Vice President Portofolio dan Risk Management bank terbesar di Indonesia itu.

Ada yang kurang sreg di hati Ismi ketika harus pindah tugas. Pasalnya, selama itu ia mengajak orang untuk memilih bank yang sesuai dengan syariah. Bahkan ia sudah banyak belajar tentang bank syariah terutama hukum-hukum dalam Islam. Kondisi ini semakin membuatnya gelisah "Saya kok merasa enggak pas lagi duduk di bank konvesional," katanya terus terang.

Melalui proses yang tak mudah, Oktober 2002, ayah tiga putri ini menemukan wadah baru yaitu Bank Internasional Indonesia (BII) yang tengah berencana mendirikan bank syariah. Meski masih bekerja di Mandiri, Ismi kemudian diangkat menjadi advisor atau staf ahli direksi BII dalam urusan tersebut. Sejak saat itulah pehobi bercocok tanam ini mulai merumuskan konsep dan strategi pengembangan bank syariah di BII.

Dalam sebuah pertemuannya dengan kawan-kawan, yang diinginkan mereka saat itu bukan sekadar bank syariah, karena bank-bank lain pun sudah masuk ke bisnis ini. Tapi bank syariah yang berkelas dan beda. Sebagai orang yang sudah banyak makan asam garam perbankan konvensional, Ismi tahu pasti, banyak nasabah berdana besar menginginkan pelayanan syariah. Sementara itu, dalam pelayanan, orang-orang berduit itu juga menuntut servis sekelas private banking, seperti laiknya Mandiri Prioritas, Citi Gold dan BNI Prima.

Tahun 2003, bank syariah yang jadi target lahir dengan bendera BII Syariah Platinum (BII SP). Bank syariah yang satu ini terang-terangan membidik nasabah kelas premium sebagai target pasarnya. Akhirnya, Ismi pun pamit dari Mandiri hijrah menjadi Kepala Divisi BII SP.

Setelah lima bulan operasional, selain kantor pusatnya di Jl. M.H. Thamrin, Jakarta, BII SP juga memiliki cabang baru di Menara Mulia, Jl. Jend. Gatot Subroto. Bank ini juga berhasil menjaring 230 nasabah premium. Asetnya mencapai Rp 116 miliar, sedangkan dana pihak ketiga yang berhasil diraup sudah di atas Rp 50 miliar. Tentu patut dibanggakan, karena untuk menyedot dana pihak ketiga sebesar itu bank lain butuh waktu bertahun-tahun.

Dari BII SP ini, nasabah premium mendapatkan berbagai benefit, antara lain, executive lounge gratis di bandara, langganan majalah pilihan, Al-Quran seluler, belajar Al-Quran, ikut pengajian dai terkenal, gathering, customer retention dan program loyalitas. Setiap nasabah, dijelaskan Ismi, memperoleh financial advisor. Kantornya pun didesain cukup mewah dan dibuat senyaman mungkin.

Tak hanya itu, nasabah BII SP juga bisa menggunakan semua fasilitas yang dimiliki induknya, seperti layanan ATM, cash machine deposit, kartu BII Musafir Platinum dan transaksi online bebas biaya. "Bank syariah bisa sukses kalau memiliki nilai kekhasan dan strategi minimal sama dengan produk yang ditawarkan bank konvensional," Ismi menandaskan.

Bukan Ismi kalau tidak suka tantangan. Setelah menjabat selama dua tahun di BII SP, ia pun mendapatkan tawaran untuk mengelola Bank Permata Syariah ketika pembukaan pertama. Saat memimpin Bank Permata Syariah ia membuat gebrakan office chanelling (OC). Selain itu ia menjadi bank syariah yang memiliki layanan elektronik banking terdepan.

Menutur Ismi sebagai follower di perbankan syariah, Permata menyadari perlu adanya diferensiasi yang kuat agar produknya diminati nasabah. Unit perbankan syariah Permata ini juga memiliki layanan mobile banking, Internet banking, bahkan mobile cash.

Dua tahun berjalan, Ismi pun mendapat tawaran menarik lagi dari bank besar di Indonesia yaitu BNI Syariah. Kini ia menjabat sebagai Pemimpin Divisi BNI Syariah. ”Tugas ini adalah amanah harus dijalankan dengan benar,” katanya.

Tidak ada komentar: